Dengan 2 watak berbeda, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)
dan Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saling melengkapi satu
sama lain. Jokowi yang halus khas Jawa serta Ahok yang keras khas
Sumatera merupakan perpaduan lengkap untuk 'menaklukan' Ibukota.
Ahok pun menyadari hal ini. Bisa berduet dengan Jokowi merupakan
keberuntungan bagi mantan Bupati Belitung Timur itu. Kebanggaan itu
semakin memuncak ketika Jokowi selalu mengimbau para Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) mewujudkan 'Tertib Hukum dan Sosial' dengan cara
yang manusiawi pada setiap rapat pimpinan digelar. Hal ini dinilai Ahok
sebagai bentuk ketegasan yang halus.
"Saya beruntung punya
gubernur wong Solo. Halus orangnya. Kalau saya kan kasar," ujar Ahok
sambil tertawa di Balaikota, Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Ahok
menuturkan, butuh nyali besar untuk bisa menerapkan 'Tertib Hukum dan
Sosial' di Jakarta. Karena dia dan Jokowi harus siap menyenggol oknum
melarat hingga oknum konglomerat demi menerapkan prinsip itu. Namun Ahok
mengaku, mereka sebenarnya tidak memiliki cukup nyali untuk
melakukannya.
"Orang bilang kami berani, tapi sebetulnya dijorokin. Kami berdua tiba-tiba didorong," kata Ahok.
Pria
berkacamata itu pun bercerita tentang seorang nenek yang jatuh ke laut
dari atas kapal penumpang. Lama berselang, tak juga ada yang mau
menolong hingga datang seorang pemuda yang menceburkan diri.
Pemuda
itu kemudian menolong sang nenek. Namun setelah naik ke atas kapal sang
pemuda justru marah-marah. Dia protes dan bertanya siapa yang
mendorongnya ke laut. Ternyata pada awalnya dia tak berniat untuk
menolong. Namun karena telah terlanjur jatuh, dia pun akhirnya memilih
untuk membantu sang nenek.
"Memang ada orang di dalam hati
menginginkan yang disayangi untuk bisa selamat. DKI menaruh harapan
Jokowi yang sangat merakyat turun, yang bisa tahan lapar. Kalau saya sih
tidak merakyat," ucap Ahok sambil tertawa.
Sumber :
liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar