Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS)
Philips J Vermonte menganjurkan kepada Presiden Terpilh Joko Widodo
(Jokowi) untuk membangun power base (kekuatan) sendiri agar terhindar dari
berbagai tekanan.
Dia mencontohkan bahwa sekarang Jokowi mendapat
tekanan luar biasa dari partai dan koalisi partai yang mengusulkannnya
menjadi presiden dalam penyusunan kabinet.
“Dalam menyusun kabinet, Jokowi mendapat tekanan dari dua kekuatan
yakni PDI Perjuangan dan partai koalisi yang mendukungnya menjadi
presiden. Di PDI Perjuangan, Jokowi bukanlah orang kuat, dia hanya
pengurus partai. Sementara partai koalisi lain sama-sama berharap agar
ada kadernya yang menjabat menteri dalam kabinet,” ujar Philips saat
mengikuti diskusi “Desain Kabinet Trisakti 2014-2019” di Jakarta pada
Selasa (9/9/2014).
Diskusi ini diselengarakan oleh lembaga riset dan kajian IndoStrategi
untuk merilis hasil risetnya terkait desain kabinet Jokowi-JK. Selain
Phlips, hadir juga sebagai pembicara Direktur Eksekutif Andar Nubowo dan
pengamat pendidikan Retno Listyati.
Philips menilai bahwa Jokowi bukanlah orang yang leluasa mengambil
kebijakan di partainya. Megawati Soekarnoputri merupakan orang kuat di
PDI Perjuangan dan tak tergantikan sampai sekarang. Philips juga
mengatakan bahwa Jokowi bisa disandera oleh kepentingan partai koalisi.
Untuk mengatasi hal ini, dia menganjurkan Jokowi harus memiliki power
base sendiri di luar partai dan parlemen. Menurutnya, kekuatan ini
sudah ada dan hanya Jokowi perlu mengkonsolidasikan lagi kekuatan ini.
“Jokowi sebenarnya sudah mempunyai power base sendiri, yang
non-partai dan non-parlemen, yang dijalankan kelompok relawan selama
ini. Tinggal Jokowi mengkonsolidasikan lagi kekuatan relawan ini
sehingga jadi satu dan langsung di bawah Jokowi,”jelasnya.
Dia mengungkapkan bahwa kekuatan relawan sebagai wujud partisipasi
publik merupakan hal yang lumrah terjadi di Amerika Serikat.
Relawan-relawan Obama, menurutnya sangat aktif dan bahkan para relawan
ini dapat mendesak wakil-wakil di negara bagiannya untuk mendukung
kebijakan-kebijakan Obama.
“Kekuatan relawan ini pernah dialami Jokowi ketika memimpin Jakarta.
Saat itu, DPRD berusaha menghalang-halangi pengesahan APBD DKI Jakarta.
Jokowi ke rakyat DKI Jakarta dan mengatakan APBD belum disahkan DPRD.
Akhirnya DPRD mendapat tekanan dari rakyat sehingga APBD pun
disahkan,”kata Philips.
Kekuatan relawan ini menunjukkan bahwa Jokowi mendapat dukungan dari
publik. Hal ini membuat demokrasi kita semakin dalam dan baik.
Selain mengkonsolidasi kekuatan publik, Philips mendorong Jokowi
perlu merombak struktur kantor kepresidenan yang tidak bergantung pada
partai politik. Kantor kepresidenan ini harus kuat sehingga mampu
merumuskan kebijakan dan UU.
“Kita tidak pernah ada UU khusus tentang lembaga Kepresidenan.
Sebenarnya harus ada agar presiden mempunyai tim khusus dan kuat untuk
merumuskan berbagai kebijakan,”anjurnya.
Terkait, usulan menghapus Menteri Koordinator dalam struktur kabinet,
Philips tidak setuju. Menurutnya, Menko perlu untuk membantu kerja
presiden dan jangkauan presiden terbatas.
“Presiden tidak hanya urus kabinet dan jangkauannya terbatas. Menko tetap diperlukan untuk bantu kerja presiden,”katanya.
Yang terpenting menurutnya, kementerian-kementerian ini diisi oleh
orang-orang profesional yang kompeten dalam bidangnya. Philips juga
berharap agar ada perampingan partai koalisi yang masuk kabinet sehingga
Jokowi tidak disandera oleh partai koalisi ini. [beritasatu]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar