Kamis, 14 Agustus 2014

Jokowi Tantang Pembuktian pada Kontras

Penunjukan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono oleh Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi sebagai penasihat Tim Transisi dinilai Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sebagai keputusan yang tidak mendukung penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Jokowi menganggap adanya keberatan masyarakat atas keputusannya yang ia ambil merupakan hal yang biasa dalam sebuah keputusan politik. "Ndak apa-apa, hal itu tuh biasa dalam keputusan, ada pro dan ada yang kontra," ujar Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Menurut Jokowi, tudingan terhadap pensiunan jenderal bintang tiga itu sangat berbahaya lantaran belum ada bukti keterlibatan Hendropriyono atas kasus HAM berat yang dituding oleh para aktivis yang selama ini menyuarakan penuntasan kasus HAM.
"Apakah betul? Jangan orang menunjuk itu langsung dia terlibat, nggak boleh dong kayak gitu. Itu pun saya ndak ngerti bener atau ndak tuduhan tersebut," ucap Jokowi.
Lalu, saat ditanya apakah Jokowi berani mengusut keterlibatan Hendropriyono bila ditemukan bukti-bukti atas kasus HAM yang selama ini belum jelas penyelesaiannya? Jokowi menilai hal tersebut merupakan urusan hukum yang tidak bisa ia campuri.
"Kalau itu urusan lain, ini kan menyiapkan program kerja rencana kerja, nggak ada urusan dengan itu. Urusan hukum ya diselesaikan di wilayah hukum. Kalau memang mau dibuktikan, ya buktikan saja," tegas Jokowi.
Sebelumnya, Kontras menilai terpilihnya Hendropriyono menandakan ketidakseriusan Jokowi dalam mengusut kasus kejahatan HAM di Indonesia, hal itu dikarenakan dugaan keterlibatan Hendropriyono atas sejumlah kasus HAM berat di Indonesia.
"Antara tidak serius, tidak mengerti, atau rentan diintervensi (berbagai kepentingan)," kata Koordinator Kontras Haris Azhar.
Padahal, menurut Haris, Kontras berharap Jokowi bisa bertindak cepat untuk mengusut tuntas kasus HAM di masa-masa awal pemerintahannya nanti.
"Tiga bulan pertama, (kami berharap) Jokowi sudah bisa membentuk Komite Kepresidenan untuk mempercepat proses hukum dan pemulihan atas kasus HAM berat di masa Orde Baru, kasus Talangsari harusnya masuk," lanjut Haris.‎  [liputan6]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar