Penunjukan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono
oleh Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi sebagai penasihat Tim
Transisi dinilai Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(Kontras) sebagai keputusan yang tidak mendukung penuntasan kasus
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia.
Menanggapi
hal tersebut, Jokowi menganggap adanya keberatan masyarakat atas
keputusannya yang ia ambil merupakan hal yang biasa dalam sebuah
keputusan politik. "Ndak apa-apa, hal itu tuh biasa dalam keputusan, ada pro dan ada yang kontra," ujar Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Menurut
Jokowi, tudingan terhadap pensiunan jenderal bintang tiga itu sangat
berbahaya lantaran belum ada bukti keterlibatan Hendropriyono atas kasus
HAM berat yang dituding oleh para aktivis yang selama ini menyuarakan
penuntasan kasus HAM.
"Apakah betul? Jangan orang menunjuk itu langsung dia terlibat, nggak boleh dong kayak gitu. Itu pun saya ndak ngerti bener atau ndak tuduhan tersebut," ucap Jokowi.
Lalu,
saat ditanya apakah Jokowi berani mengusut keterlibatan Hendropriyono
bila ditemukan bukti-bukti atas kasus HAM yang selama ini belum jelas
penyelesaiannya? Jokowi menilai hal tersebut merupakan urusan hukum yang
tidak bisa ia campuri.
"Kalau itu urusan lain, ini kan menyiapkan program kerja rencana kerja, nggak
ada urusan dengan itu. Urusan hukum ya diselesaikan di wilayah hukum.
Kalau memang mau dibuktikan, ya buktikan saja," tegas Jokowi.
Sebelumnya,
Kontras menilai terpilihnya Hendropriyono menandakan ketidakseriusan
Jokowi dalam mengusut kasus kejahatan HAM di Indonesia, hal itu
dikarenakan dugaan keterlibatan Hendropriyono atas sejumlah kasus HAM
berat di Indonesia.
"Antara tidak serius, tidak mengerti, atau rentan diintervensi (berbagai kepentingan)," kata Koordinator Kontras Haris Azhar.
Padahal,
menurut Haris, Kontras berharap Jokowi bisa bertindak cepat untuk
mengusut tuntas kasus HAM di masa-masa awal pemerintahannya nanti.
"Tiga
bulan pertama, (kami berharap) Jokowi sudah bisa membentuk Komite
Kepresidenan untuk mempercepat proses hukum dan pemulihan atas kasus HAM
berat di masa Orde Baru, kasus Talangsari harusnya masuk," lanjut
Haris. [liputan6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar