Jalanan sekitar Pasar Tanah Abang yang lengang dan kondusif
pascapenertiban sudah bisa dirasakan manfaatnya, baik oleh pedagang
maupun masyarakat umum. Mereka pun mengapresiasi upaya Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta) itu.
"Dia (Jokowi) kalau ngilangin macet, cap jempol banget," kata pedagang kolang-kaling, Wati, kepada, Senin (12/8/2013).
"Gubernur-gubernur yang kemarin enggak bisa. Sampai perang-perang sama pedagang," lanjut dia.
Bukan
berlebihan, Wati yang berdagang di Pasar Tanah Abang sejak 30 tahun
silam itu menjadi saksi tragedi pembakaran kantor kecamatan pada 1997.
Kala itu, yang namanya relokasi identik dengan ambil paksa hak pedagang,
lapak, barang dagangan, dan sebagainya.
"Sekarang masih ada basa-basinye, kalau dulu maen angkut aja," ungkap Wati.
Wati
mengakui, Jokowi adalah sosok pemimpin yang pelan,
tetapi tegas. Meski begitu, ia pun kadang heran dengan aktivitas blusukan
Jokowi. Ia mengibaratkan Jokowi seperti belut. Susah dipegang, susah
ditebak ke mana larinya. Tanpa pengumuman, mendadak ada di tengah-tengah
warga. Wati berharap pemimpin DKI yang lain juga bisa mencontoh
aksi-aksi Jokowi.
Dia juga menyinggung soal rumah jagal. Wanita
paruh baya itu tinggal di Jalan Sabeni. Rencananya, di situlah Wali Kota
Jakarta Pusat Saefullah akan merelokasi rumah jagal Blok G Pasar Tanah
Abang.
Mendengar rencana itu, ia kurang setuju. Sebab, sejauh
ini belum pernah ada pemimpin yang menengok bagaimana kondisi riil
permukiman yang di tengah-tengahnya terdapat rumah jagal.
"Kalau ujan, air got meluap, tai kambing pada ngrendem," ungkap Wati.
"Coba ada camat ke sini (nengok)
ya. Ini giliran orang kecamatan ditelepon, (got) kering, (limbah)
disedot. Kalau enggak ada (orang kecamatan), (limbah) keluar. Harusnya
mendadak kayak Jokowi," pungkasnya.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar