Kamis, 28 Maret 2013

Jokowi: Program KJS Tetap Jalan, Tapi Segera Diperbaiki

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, mengadakan public hearing terkait penggunaan Kartu Jakarta Sehat (KJS), kemarin di Balai Kota DKI Jakarta. Kegiatan tersebut dihadiri oleh warga pemegang KJS dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kerakyatan.

Menurut Jokowi --sapaan Joko Widodo-- sejak KJS mulai dibagikan 10 November 2012 lalu, terjadi lonjakan 500 ribu pasien di rumah-rumah sakit. Akibatnya, fasilitas dan tenaga medis tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien, sehingga banyak warga yang ditolak rumah sakit.

Menurut Jokowi lonjakan tersebut merupakan sebuah transisi karena ada harapan sembuh dari masyarakat. "Kalau KJS tidak segera diluncurkan, apakah 500 ribu itu disuruh di rumah. Tapi kalau kami buka seperti sekarang itu ruangan perawatan penuh, instalasi gawat darurat penuh sebabnya karena lompatan ini," ujar Jokowi, Kamis, 28 Maret 2013.

Komitmen Perbaikan

Jokowi mengatakan ketidaksiapaan fasilitas pendukung KJS merupakan sesuatu yang harus diperbaiki. Untuk mengurangi pasien yang tidak kebagian berobat, Pemprov DKI mengaktifkan layanan  call center 119 agar rumah sakit yang ditunjuk sebagai rujukan KJS terintegrasi satu sama lainnya.

"Memang problem yang terjadi ada RS yang menolak tapi itu karena penuh, sehingga muncul sistem 119 untuk mengetahui mana ICU kosong," ujarnya.

Jokowi juga mengubah sebanyak 381 ruang kelas II RS menjadi ruangan kelas III. "Ini salah satu permasalahan yang perlu dibenahi," ujar Jokowi.

Dia menuturkan ke depannya pembayaran klaim KJS akan menggunakan sistem online. Kata dia, dengan sistem itu, hanya dalam waktu 12 hari pembayaran klaim pasien KJS sudah bisa dilunasi Pemprov DKI Jakarta kepada rumah sakit pemegang KJS.

Dia memastikan KJS tidak akan menggunakan sistem asuransi karena dengan sistem itu masyarakat akan dipungut biaya premi asuransi. Sistem online akan dibuat sekaligus dikelola langsung oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

"Lalu kami tidak ingin pakai sistem asuransi. Kalau dengan asuransi nantinya masyarakat dipungut premi (biaya) sehingga problematis. Tentu akan kami kelola sendiri dengan dinkes dan itu perlu waktu. Sehingga kenapa ada acara ini karena kita butuh masukan," ujar dia.     

Sementara itu, terkait fasilitas rumah sakit yang masih tidak mencukupi, saat ini Pemprov DKI sedang melakukan lelang beberapa peralatan di antaranya neonatal intensive care unit (NICU) yang harganya mencapai Rp2 miliar per unitnya. Selain itu ruangan-ruangan kelas III akan disiapkan agar masyarakat pemegang KJS terlayani tanpa harus mengantre.

"Fasilitas yang tidak mencukupi ini tidak mungkin bangun ruangan beberapa hari karena perlu lelang. Lelang saja mungkin memakan waktu 40 Hari. Ini proses masih jalan," katanya.

Dokter Keluarga

Guna menekan angka pasien KJS, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membuat konsep dokter keluarga yaitu pendekatan dokter kepada masyarakat kelas bawah. Menurut Jokowi nantinya satu dokter akan memantau 2500-3000 orang warga agar kesehatannya bisa tetap terjaga.

Jokowi mengungkapkan adanya dokter keluarga itu merupakan tindakan preventif. Salah satu tugasnya yakni memberikan penyuluhan untuk menjaga lingkungan bersih dan pola hidup sehat agar masyarakat tidak berbondong-bondong datang ke puskesman dan rumah sakit.

"Nanti ada dokter keluarga memberikan peyuluhan pola makan yang sehat, olahraga, jangan merokok. Mentang-mentang sekarang perokok boleh juga pakai KJS tapi bukan berarti terus merokok," ujarnya.


Sumber :
metro.news.viva.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar