Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bakal tidak memasalahkan penaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi akan diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Asal, anggaran kompensasi tepat disalurkan kepada rakyat miskin terkena
dampak dari kebijakan tak populis itu.
"Kita dipilih rakyat dan harus memastikan kebijakan menguntungkan
rakyat," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI Satya W. Yudha dalam diskusi
"Mimpikah Kedaulatan Energi?" di Jakarta, Sabtu (1/11/2014).
Menurut Satya, saat ini terdapat 1,2 juta penduduk miskin dan hampir
miskin di Tanah Air.
Pemerintah tetap berkewajiban menjaga daya beli
penduduk kelas bawah itu pascapenaikan harga BBM subsidi.
"Hilang subsidi BBM, tapi pemerintah harus menyelamatkan daya beli
masyarakat, subsidi harus tetap ada. Data jumlah penduduk miskin ada di
kantor Puan Maharani (Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan). Kalau
sudah cocok frekuensinya, ini bisa dijalankan," katanya.
Ekonom Universitas Atmajaya A. Prasetyantoko menambahkan penaikan
harga BBM subsidi bakal berdampak baik terhadap kinerja pemerintahan
Jokowi-JK dalam lima tahun ke depan. Penaikan harga dapat menekan
konsumsi BBM subsidi.
"Volume subsidi BBM hanya dibatasi 46 juta kiloliter tahun ini, kalau
harga tak naik itu pasti akan jebol, dan pemerintah melanggar
undang-undang," ucapnya.
Selain itu, penaikan harga BBM subsidi membuka peluang pemerintah dan
masyarakat untuk mengembangkan energi alternatif. Ini dinilai jalan
pembuka menuju kemandirian bangsa.
"Persoalannya bagaimana kita tidak lagi bergantung kepada sumber
energi fosil, suatu saat akan habis, jadi beralih ke energi alternatif,
gas misalnya. Jadi ini yang harus juga dipersiapkan pemerintah,"
katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar