Kurs rupiah terhadap Amerika Serikat, akan ditentukan oleh mulus atau
tidaknya pelantikan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai Presiden dan
Wakil Presiden RI ketujuh. Menurut ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi
Ichsan, rupiah bisa kembali rebound dan mencapai level 12.000 per dolar
AS, jika pelantikan berjalan mulus.
Tidak
hanya rupiah, lancarnya pelantikan baru juga akan membuat indeks harga
saham gabungan berada di posisi 5.200.
"Tetapi jika ada deadlock dan
koalisi pro Prabowo berencana mengganjal semua kebijakan Jokowi, rupiah
bisa jatuh ke level 13.000," katanya, Sabtu (11/10/2014).
Dia
mengatakan pasar masih khawatir dengan sentimen politik dalam negeri.
Sejak undang-undang pilkada langsung disahkan dan DPR diketuai oleh
koalisi pendukung Prabowo, banyak investor luar negeri panik. "Mereka
khawatir program Jokowi akan dijegal dan dimakzulkan dalam dua tahun,"
katanya. "Situasi yang sekarang terjadi hampir semua berita politik itu
negatif. Ini yang menjadi alasan mengapa bursa saham dan rupiah
anjloknya tajam."
Ada tiga hal yang dilihat oleh pelaku pasar
saat ini. Pertama, seberapa mulus pelantikan presiden pada tanggal 20
Oktober. Selanjutnya, seberapa akomodatif kabinet Jokowi terhadap
politisi koalisi Prabowo. "Karena pelaku pasar dan investor itu
pragmatis, mereka siap porsi profesional dikurangi untuk mengakomodasi
politikus," kata Fauzi.
Pertimbangan lainnya adalah seberapa
berani pemerintahan Jokowi menaikkan harga bahan bakar minyak
berusubsidi setelah dilantik. Di bulan November nanti, investor telah
berasumsi Jokowi berani menaikkan harga BBM sebesar Rp 3.000 per liter
yang dapat membuat defisit APBN turun dibawah dua persen.
Sejak
beberapa waktu terakhir, kurs rupiah terhadap dolar anjlok hingga di
atas 12.200. Indeks harga saham gabungan juga melorot hingga di bawah
5.000. Selain faktor eksternal, kondisi politik di dalam negeri juga
mempengaruhi pasar uang dan pasar saham. [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar