Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tengah menjadi
perhatian dan penantian kelompok masyarakat di negeri ini. Salah satu
alasannya adalah karena partai oposisi pemerintah ini memiliki kader
yang lagi populer, berpenampilan sederhana, dan suka blusukan; Gubernur
DKI Joko Widodo (Jokowi).
Penampilan-penampilan Jokowi itu
telah menjadikannya memiliki elektabilitas tertinggi dibandingkan
figur-figur lainnya untuk dijadikan sebagai pemimpin nasional periode
mendatang.
Politikus PDIP yang baru sekitar satu tahun menjadi
gubernur DKI Jakarta itu digadang-gadang pendukungnya menjadi calon
presiden (capres) 2014 dari PDIP.
Padahal, Jokowi belum menunjukan
prestasi gemilang dalam melaksanakan tugasnya sebagai gubernur. Hasil
kerjanya belum ada seperempatnya dari segudang masalah di ibu kota
negara ini. Warga Jakarta belum terbebas dari banjir dan kamacetan,
misalnya.
Jakarta Baru yang dijanjikannya jauh panggang dari api
alias masih jauh dari kenyataan. Untuk masalah kemacetan saja, Pemprov
DKI menjanjikan baru bisa direalisasikan pada 2030. Sedangkan jabatan
gubernur hanya lima tahun dan bisa dipilih satu periode lagi. Maka,
perlu pertimbangkan lagi kalau seseorang yang belum teruji kemampuannya
memimpin di level regional, tapi sudah harus naik kelas ke tingkat
lebih tinggi yaitu nasional.
Sekarang ini penggadangan "Jokowi
for President" sangat masif disaat jabatannya sebagai kepala daerah
baru seumur jagung. Ini ditengarai sebagai upaya suatu kelompok yang
ingin memaksakan Jokowi menjadi pemimpin nasional tanpa melihat sisi
kenegarawanannya. Tujuannya, apalagi kalau bukan kepentingan kekuasaan.
"Kalau bukan sekarang kapan lagi. Kalau bukan kita siapa lagi." Begitu
kata sebuah iklan capres parpol tertentu.
Kelompok itu diduga
ingin 'memanfaatkan' nasionalisme Jokowi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Mereka terus berusaha mendorong Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri segera menetapkan Jokowi sebagai Capres 2014.
Awalnya,
mantan Wali Kota Solo itu seperti tak menggubris penggadangan kelompok
tersebut. Meski dia sendiri selalu mengaku tidak memikirkannya, karena
hanya ingin fokus mengurus DKI Jakarta. Namun, sikap Jokowi lama-lama
seperti berubah. Beberapa waktu lalu dia justru menjawab penggadangan
itu dengan mengadakan pertemuan-pertemuan politik bersama Megawati, dan
Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Banyak
kalangan meyakini pertemuan-pertemuan mereka sebagai agenda politik
yang dikemas makan bersama (Diplomasi Mie Belitung dan Diplomasi Kepiting Saus Tiram), sebagai proses bagi Jokowi menuju capres
PDIP di 2014. Megawati dikabarkan 'telah merestui' Jokowi untuk menjadi
Capres PDIP di 2014. Pertemuan ketiganya sekaligus sebagai ikatan
moral di antara mereka. Apalagi, PDIP belum memutuskan capresnya karena
menunggu hasil pemilu legislatif terlebih dahulu.
Bila upaya
kelompok masyarakat berhasil menjadikan Jokowi sebagai pemimpin
nasional, Ahok otomatis menjadi orang nomor satu di Pemprov DKI
Jakarta. Megawati tinggal mencarikan cawapresnya bagi Jokowi. Banyak
tokoh muda yang bisa mendampingi Jokowi dalam memimpin pemerintahan
jika menjadi capres dan terpilih.
PDIP, misalnya, bisa
memasangkan Jokowi dengan kepala-kepala daerah yang saat ini terlihat
potensi dan prestasinya. Misalnya, Ahmad Heryawan, Soekarwo, dan
Syahrul Yasin Limpo. Atau mungkin tokoh nasional dan senior dalam
pemerintahan seperti Hatta Rajasa.
Namun, itu semua jika
itung-itungannya dalam pemilu legislatif nanti PDIP tidak mencapai
ambang batas presiden 25%. Kalau mencapai persyaratan itu, PDIP tentu
tidak perlu repot mencari cawapres melalui koalisi parpol. Megawati
bisa memasangkan Jokowi dengan kader PDIP sendiri untuk cawapresnya.
Megawati memang terkesan tidak ikhlas melepas Jokowi menjadi capres
tanpa ada trah Soekarno.
Karena itu, Prananda Prabowo, dan Puan Maharani, bisa dimajukannya
sebagai cawapres Jokowi agar trah Soekarno tetap terlibat dalam suksesi
kepemimpinan nasional sehingga mereka matang dan teruji.
Pendukung
"Jokowi for Presiden" seperti tidak sabar menunggu keputusan Megawati.
Namun, putri Bung Karno ini pun tentu tidak bisa dipaksa-paksa. Dia
sudah pasti berhitung untung ruginya Jokowi capres.
Menurut
banyak lembaga survei, elektabilitas Jokowi sebagai capres selalu
unggul dibandingkan nama-nama beken lainnya seperti Prabowo Subianto
(Gerindra), dan Aburizal Bakrie (Golkar). Bahkan, tidak sedikit lembaga
survei yang merilis bahwa Jokowi akan kalah dari Prabowo jika
dijadikan sebagai cawapresnya, Megawati.
Realitas politik ini
mungkin akan menjadi itungan Megawati Soekarnoputri, sehingga ia
terpaksa harus merestui Jokowi sebagai capres PDIP 2014.
Sumber :
beritajatim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar