Minggu, 29 Desember 2013

Menghitung Untung Rugi Jokowi Nyapres

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tengah menjadi perhatian dan penantian kelompok masyarakat di negeri ini. Salah satu alasannya adalah karena partai oposisi pemerintah ini memiliki kader yang lagi populer, berpenampilan sederhana, dan suka blusukan; Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi).
Penampilan-penampilan Jokowi itu telah menjadikannya memiliki elektabilitas tertinggi dibandingkan figur-figur lainnya untuk dijadikan sebagai pemimpin nasional periode mendatang.
Politikus PDIP yang baru sekitar satu tahun menjadi gubernur DKI Jakarta itu digadang-gadang pendukungnya menjadi calon presiden (capres) 2014 dari PDIP.
Padahal, Jokowi belum menunjukan prestasi gemilang dalam melaksanakan tugasnya sebagai gubernur. Hasil kerjanya belum ada seperempatnya dari segudang masalah di ibu kota negara ini. Warga Jakarta belum terbebas dari banjir dan kamacetan, misalnya.
Jakarta Baru yang dijanjikannya jauh panggang dari api alias masih jauh dari kenyataan. Untuk masalah kemacetan saja, Pemprov DKI menjanjikan baru bisa direalisasikan pada 2030. Sedangkan jabatan gubernur hanya lima tahun dan bisa dipilih satu periode lagi. Maka, perlu pertimbangkan lagi kalau seseorang yang belum teruji kemampuannya memimpin di level regional, tapi sudah harus naik kelas ke tingkat lebih tinggi yaitu nasional.
Sekarang ini penggadangan "Jokowi for President" sangat masif disaat jabatannya sebagai kepala daerah baru seumur jagung. Ini ditengarai sebagai upaya suatu kelompok yang ingin memaksakan Jokowi menjadi pemimpin nasional tanpa melihat sisi kenegarawanannya. Tujuannya, apalagi kalau bukan kepentingan kekuasaan. "Kalau bukan sekarang kapan lagi. Kalau bukan kita siapa lagi." Begitu kata sebuah iklan capres parpol tertentu.
Kelompok itu diduga ingin 'memanfaatkan' nasionalisme Jokowi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka terus berusaha mendorong Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri segera menetapkan Jokowi sebagai Capres 2014.
Awalnya, mantan Wali Kota Solo itu seperti tak menggubris penggadangan kelompok tersebut. Meski dia sendiri selalu mengaku tidak memikirkannya, karena hanya ingin fokus mengurus DKI Jakarta. Namun, sikap Jokowi lama-lama seperti berubah. Beberapa waktu lalu dia justru menjawab penggadangan itu dengan mengadakan pertemuan-pertemuan politik bersama Megawati, dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Banyak kalangan meyakini pertemuan-pertemuan mereka sebagai agenda politik yang dikemas makan bersama (Diplomasi Mie Belitung dan Diplomasi Kepiting Saus Tiram), sebagai proses bagi Jokowi menuju capres PDIP di 2014. Megawati dikabarkan 'telah merestui' Jokowi untuk menjadi Capres PDIP di 2014. Pertemuan ketiganya sekaligus sebagai ikatan moral di antara mereka. Apalagi, PDIP belum memutuskan capresnya karena menunggu hasil pemilu legislatif terlebih dahulu.
Bila upaya kelompok masyarakat berhasil menjadikan Jokowi sebagai pemimpin nasional, Ahok otomatis menjadi orang nomor satu di Pemprov DKI Jakarta. Megawati tinggal mencarikan cawapresnya bagi Jokowi. Banyak tokoh muda yang bisa mendampingi Jokowi dalam memimpin pemerintahan jika menjadi capres dan terpilih.
PDIP, misalnya, bisa memasangkan Jokowi dengan kepala-kepala daerah yang saat ini terlihat potensi dan prestasinya. Misalnya, Ahmad Heryawan, Soekarwo, dan Syahrul Yasin Limpo. Atau mungkin tokoh nasional dan senior dalam pemerintahan seperti Hatta Rajasa.
Namun, itu semua jika itung-itungannya dalam pemilu legislatif nanti PDIP tidak mencapai ambang batas presiden 25%. Kalau mencapai persyaratan itu, PDIP tentu tidak perlu repot mencari cawapres melalui koalisi parpol. Megawati bisa memasangkan Jokowi dengan kader PDIP sendiri untuk cawapresnya. Megawati memang terkesan tidak ikhlas melepas Jokowi menjadi capres tanpa ada trah Soekarno. Karena itu, Prananda Prabowo, dan Puan Maharani, bisa dimajukannya sebagai cawapres Jokowi agar trah Soekarno tetap terlibat dalam suksesi kepemimpinan nasional sehingga mereka matang dan teruji.
Pendukung "Jokowi for Presiden" seperti tidak sabar menunggu keputusan Megawati. Namun, putri Bung Karno ini pun tentu tidak bisa dipaksa-paksa. Dia sudah pasti berhitung untung ruginya Jokowi capres.
Menurut banyak lembaga survei, elektabilitas Jokowi sebagai capres selalu unggul dibandingkan nama-nama beken lainnya seperti Prabowo Subianto (Gerindra), dan Aburizal Bakrie (Golkar). Bahkan, tidak sedikit lembaga survei yang merilis bahwa Jokowi akan kalah dari Prabowo jika dijadikan sebagai cawapresnya, Megawati.
Realitas politik ini mungkin akan menjadi itungan Megawati Soekarnoputri, sehingga ia terpaksa harus merestui Jokowi sebagai capres PDIP 2014.

Sumber :
beritajatim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar