Pemerintah Provinsi DKI Jakarta rupanya sangat berminat mengambil alih Perusahaan penyedia air minum daerah PT Palyja, yang saat ini dikuasai perusahaan asal Perancis, Lyonaisse Suez Enviromental.
Meski demikian, Gubernur Joko Widodo belum nominal kompensasi untuk mengakuisisi kepemilikan saham perusahaan yang bekerja sama dengan PT Aetra Air Jakarta itu.
Jokowi mengaku proses pengambilalihan sedang dirancang. Yang jelas, dia memastikan rencana itu akan serius dijalankan oleh pemprov. "Iya (mau diambil alih). Masih jalan ini semuanya, masih proses," ujarnya di JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Senin (8/4).
Alasan utama DKI ngebet merebut kepemilikan atas perusahaan itu karena ingin penyediaan air bersih laik minum benar-benar menguntungkan masyarakat. Sejak bulan lalu, warga melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sedang menggugat Palyja ke PTUN karena mahalnya biaya air di ibu kota.
Rata-rata biaya bulanan langganan air bersih di Jakarta melalui Palyja sebesar Rp 7.000 per meter kubik. Padahal sebagai perbandingan, di Singapura, warga cukup membayar sekitar Rp 3.000 per meter kubik air dan itupun bisa langsung diminum. Di Ibu Kota, air bersih belum bisa dikonsumsi warga langsung dari keran.
"Kita ingin memang pengelolaan air bersih di Jakarta ini betul-betul bermanfaat bagi seluruh masyarakat," ungkap Jokowi saat menjelaskan alasan pemprov mengambilalih Palyja.
Aksi pengambilalihan yang kemungkinan menghabiskan biaya triliunan itu, belum akan dilakukan dalam waktu dekat. Jokowi mengaku masih perlu menghitung ulang karena biaya akuisisi cukup menggerus APBD. Alasan lain, pemprov masih menunggu proses persidangan yang sedang dijalankan Palyja sampai berkekuatan hukum tetap.
"Iya dong (menunggu dulu hasil pengadilan). Kita tahu di pengadilan masih ada LBH, kita nunggu itu, tapi kita tetap ingin memproses (pengambilalihan)," katanya.
Pengelolaan air bersih di Ibu Kota, dilakukan bersama oleh PT PAM selaku BUMD dengan PT Palyja dan PT Aetra Air Jakarta. Jika kontrak perusahaan asing itu tidak diambil alih pemprov di tengah jalan, sebetulnya pengelolaan air bersih DKI oleh manajemen Palyja berlangsung hingga 2023.
Sejak digugat, sebetulnya Palyja sudah mengajak warga menempuh mediasi. Namun pembicaraan masyarakat Jakarta diwakili LBH dengan perusahaan asing itu pekan lalu gagal sehingga proses peradilan harus diteruskan ke meja hijau.
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar