Harga baru bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dijual PT Pertamina
(Persero) telah ditetapkan pemerintah berlaku mulai 1 Januari 2015.
Sejumlah perubahan skema pemberian subsidi BBM dibuat pemerintahan Joko
Widodo (Jokowi) mulai dari penerapan subsidi tetap Rp 1.000 per liter
untuk solar sehingga harganya menjadi Rp 7.250 per liter dan mencabut
subsidi untuk premium yang sekarang dijual Rp 7.500 per liter.
Sebagai
konsekuensi dari kebijakan tersebut, kini muncul istilah baru jenis BBM
yang diperkenalkan oleh Jokowi dan menteri-menteri di kabinetnya. Kalau
dulu masyarakat hanya mengenal istilah BBM bersubsidi yaitu premium,
solar, dan minyak tanah; serta BBM non subsidi seperti pertamax, avtur,
dan BBM industri maka istilah BBM mulai tahun ini bertambah banyak.
“Mulai
1 Januari 2015, pemerintah menetapkan tiga jenis BBM yaitu BBM tertentu
atau BBM bersubsidi, kemudian BBM khusus penugasan dan ketiga BBM
umum,” ujar Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dikutip
dari situs resmi kementerian, Jumat (2/1/2015).
BBM Bersubsidi
Menurut
Sudirman, masyarakat sudah familiar dengan istilah BBM bersubsidi.
Namun dengan menerapkan skema subsidi tetap sebesar Rp 1.000 per liter
maka harga jual solar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU)
Pertamina akan naik-turun sesuai dengan perubahan harga minyak dunia.
Sudirman
menjelaskan, cara perhitungan harga BBM bersubsidi adalah harga dasar
ditambah pajak pertambahan nilai (PPN), ditambah pajak bahan bakar
kendaraan bemotor (PBBKB) dikurangi subsidi Rp 1000.
Sementara
harga dasar BBM ditetapkan atas dasar biaya perolehan, plus biaya
distribusi, plus biaya penyimpanan ditambah margin yang diberikan
pemerintah untuk pengelola SPBU. Harga dasar dihitung pada harga pasar
minyak dunia dan kurs dolar dua bulan sebelum BBM tersebut dijual ke
masyarakat.
“Apabila harga keekonomian solar naik atau turun maka
harga solar akan naik-turun. Ini akan menjadi policy yang baik karena
masyarakat akan diajak membiasakan diri dengan dinamika harga
keekonomian,” ujar Sudirman.
BBM Penugasan
Sementara
BBM penugasan menurut Sudirman adalah BBM yang sebetulnya bukan subsidi
tetapi karena harus didistribusikan ke wilayah yang jauh atau sulit
yang dianggap memerlukan effort dari pemerintah, maka disebut sebagai
BBM khusus penugasan.
“Harga BBM khusus penugasan ditetapkan
dengan formula harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai ditambah
dengan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditambah dengan biaya
distribusi yang akan diberikan kepada badan usaha yang melaksanakan
distribusi dengan besaran dua persen,” ujarnya.
BBM Umum
Adalah
BBM yang harganya akan mengikuti harga keekonomian pasar, namun formula
harga jualnya juga ditetapkan oleh pemerintah. “Sekali lagi saya
tekankan, meskipun harga ditetapkan oleh pasar bukan berarti pemerintah
lepas tangan. Pemerintah mengatur cara menentukan harga BBM umum. BBM
umum ini adalah selain dua BBM diatas yang tidak diberikan subsidi,”
jelasnya.
Harga BBM Umum menurut Sudirman ditetapkan dengan
formula harga dasar ditambah dengan PPN ditambah dengan PBBKB ditambah
dengan margin badan usaha. Karena berkaitan dengan harga keekonomian
maka penentuan harga diserahkan sepenuhnya pada badan usaha dengan
berpedoman pada formula yang dibuat pemerintah.
“Pemerintah tidak ingin kompetisi antar badan usaha tidak sehat karena
itu diberi margin minimal lima persen dan margin maksimal 10 persen,”
kata Sudirman.
Selain memperkenalkan skema dan istilah baru BBM
bersubsidi, Sudirman memastikan untuk pertama kalinya harga eceran BBM
bersubsidi dan penugasan ditetapkan melalui Peraturan Presiden tidak
lagi menggunakan Peraturan Menteri ESDM. Selain itu, harga BBM tersebut
juga akan terus diubah setiap awal bulan mengikuti perkembangan harga
minyak dunia. [cnnindonesia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar