Jumat, 09 Januari 2015

Agar Tak Repot Pilih Kapolri, Presiden Jokowi Didesak Pilih Yang Muda dan Libatkan PPATK/KPK

Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan pemegang hak prerogatif terkait pengganti Kapolri Jenderal Sutarman. Namun jika Jokowi tidak mau 'repot' memilih dua kali dalam masa pemerintahannya, maka ada dua nama yang berpeluang.
"Kalau Pak Jokowi nggak mau repot, sebaiknya dia memilih angkatan 84 atau 85," kata Direktur Studi Demokrasi Rakyat, Hari Purwanto.
Hari menyampaikan ini pada diskusi "Tantangan ke Depan Kapolri Baru" yang digelar Koalisi Masyarakat Pemerhati Kepolisian (KOMPAK) di Cafe Omah Sendok, Jalan Mpu Sendok, Jakarta Selatan, Jumat (9/1/2015).
Dalam kesempatan itu, hadir juga pembicara lainnya yaitu Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul.
Ditambahkannya, dua nama itu adalah Komjen Putut Eko Bayu Seno yang merupakan angkatan 1984, serta Komjen Suhardi Alius angkatan 1985.
"Karena dua (calon) ini yang pensiunnya masih lama," ujarnya.
Hari mengatakan, ‎sesuai UU No 2 Tahun 2002 Pasal 11 ayat 6 bunyinya "Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Polisi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier", maka saat ini ada tujuh nama yang memiliki peluang. Antara lain:

  1. Komjen (Pol) Suhardi Alius , jabatan: Kabareskrim, angkatan: 1985, Masa pensiun: Juni 2020,
  2. Komjen (Pol) Dwi Priyatno, jabatan: Irwasum, angkatan: 1982, Masa pensiun: November 2017,
  3. Komjen (Pol) Budi Gunawan, jabatan: Ka Lemdikpol, angkatan: 1983, Masa pensiun: Desember 2017,
  4. Komjen (Pol) Badroddin Haiti, jabatan: Wakapolri, angkatan: 1982, Masa pensiun: Juli 2016,
  5. Komjen (Pol) Anang Iskandar, jabatan: Ka BNN, angkatan: 1982, Masa pensiun: Mei 2016,
  6. Komjen (Pol) Djoko Mukti Haryono, jabatan: Kabaintelkam, angkatan: 1981, Masa pensiun: Mei 2016,
  7. Komjen (Pol) Putut Eko Bayuseno, jabatan: Kabaharkam, angkatan: 1984, Masa pensiun: Juni 2019.
Pendapat lain juga muncul dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil memberikan reaksi terkait munculnya sejumlah nama perwira menengah dan tinggi Polri disebut-sebut sebagai calon pengganti Kapolri Jenderal Sutarman.
Mereka mendorong supaya Presiden Jokowi selaku pemegang otoritas itu menggandeng Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi dilibatkan dalam seleksi pengganti Jenderal Sutarman.
"Serahkan nama-nama yang direkomendasikan baik Kompolnas dan pihak lain ke KPK dan PPATK," kata Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti di Kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan, Jumat (9/1/2015).
Menurut Ray, digandengnya kedua lembaga itu penting guna menghindari masalah dalam pemerintahan Jokowi mendatang. Sebab selama ini keterlibatan dua lembaga itu dalam pemilihan Kepala Kepolisian RI belum pernah dilakukan.
"Siapapun nanti yang dipilih agar membuat transparan dalam konteks uang negara," kata Ray.
Senada dengan Ray, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto menilai menggandeng PPATK dan KPK dalam penyeleksian calon pemimpin Polri dapat menghindari keputusan yang blunder. Agus berharap jangan cuma seleksi calon menteri yang melibatkan PPATK dan KPK.
"Karena kami mengharapkan, institusi penegak hukum di Indonesia ini semakin kuat. Baik kepolisian, KPK ataupun kejaksaan, termasuk dirjen pajak dan lain-lain, mampu berkoordinasi bersama memberantas korupsi," kata Agus.
Namun Agus enggan membeberkan nama calon yang disinyalir terkait dengan pelanggaran hukum. Menurut Agus jika diungkap salah satu nama tersebut terindikasi pelanggaran hukum dapat memberi angin segar pada calon lain.
"Tidak bisa bisa disebutkan siapa. Paling tidak, kami ingin datang ke KPK dan PPATK akan kami sampaikan informasi yang memang penting," ujarnya.   [detik]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar