Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan telah mempersiapkan langkah untuk
mengatasi pelemahan rupiah dalam jangka pendek. Jokowi yakin pelemahan
rupiah tidak akan berlangsung lama karena fundamental ekonomi Indonesia
terus mengalami perbaikan.
Menurut
Jokowi, pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami oleh Indonesia.
Tekanan di Indonesia, kata Jokowi, disebabkan oleh tingginya arus modal
keluar. "Mulai ada penarikan dana lagi ke Amerika Serikat," kata Jokowi
dalam penutupan Rapat Kerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Selasa (16/12/2014).
Demi menahan laju penurunan rupiah, Jokowi
mengatakan, pemerintah akan menyiapkan langkah perbaikan kinerja
perdagangan dengan meningkatkan ekspor di sektor industri dan menekan
laju impor. Selain itu, menurut Jokowi, Bank Indonesia sudah melakukan
intervensi pasar agar rupiah tidak semakin terpuruk.
Secara
terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan
pelemahan rupiah terjadi karena megatren global. "Tanggal 19 Desember
ada rapat The Fed, jadi wajar kalau orang berspekulasi," ucap Sofyan.
Secara
statistik, kata dia, selama periode Desember 2013-2014, depresiasi
rupiah mencapai 2,5 persen. Angka ini masih terbilang rendah jika
dibandingkan dengan pelemahan yen Jepang yang sebesar 15 persen, dolar
Singapura 6 persen, dan ringgit Malaysia 6 persen. Sofyan menolak jika
kondisi saat ini disamakan dengan 1998. "Saat itu kan ada guncangan
politik. Kalau sekarang kan aman," katanya.
Pendapat berbeda
disampaikan Direktur Institute for Development of Economics and Finance
Enny Sri Hartati. Menurut Enny, depresiasi rupiah bisa lebih buruk
lantaran tingkat ekspor Indonesia terhadap impor masih lebih rendah
dibanding negara lain di Asia. Selain itu, utang luar negeri Indonesia
relatif lebih tinggi. "Karena itu, jika dilihat secara tahunan,
depresiasi rupiah bisa lebih buruk ketimbang mata uang lain," kata Enny
kepada Tempo. [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar