Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta, Masnur Marzuki, menilai keberatan Mahkamah Konstitusi (MK)
atas keputusan Presiden memilih anggota panitia seleksi (pansel) Hakim
MK, menodai prinsip independensi dan akuntabilitas peradilan konstitusi.
"Kental sekali aroma politisnya keberatan MK tersebut," ujar Masnur di Jakarta, Selasa (16/12/2014).
Sebagaimana diketahui, surat MK Nomor 2777/HP.00.00/12/2014 berisi
tentang keberatan MK terhadap keputusan Presiden Jokowi karena memilih
Refly Harun dan Todung Mulya Lubis sebagai anggota pansel calon hakim
konstitusi. Surat itu disiarkan ke publik dan ditembuskan ke DPR.
Masnur menilai, surat keberatan terhadap keputusan Presiden RI Joko
Widodo (Jokowi) karena memilih Refly Harun dan Todung Mulya Lubis
sebagai anggota pansel calon hakim konstitusi adalah sikap yang naif dan
menodai MK sebagai peradilan konstitusi yang berwibawa.
"Tidak etis MK mencampuri prerogatif konstitusional Presiden dalam
mengajukan hakim konstitusi melalui pembentukan panitia seleksi.
Kalaupun MK berkeberatan, alangkah lebih elok dan etis jika hal itu
dilakukan dalam bentuk rekomandasi surat confidential kepada Presiden
sehingga tidak perlu menjadi konsumsi publik," terangnya.
Akibat surat yang disiarkan tersebut, publik potensial kehilangan
kepercayaan pada MK karena telah terseret pada politisasi rekrutmen
hakim MK yang menjadi ranah Presiden, DPR dan MA. Menurutnya, jangankan
MK, DPR yang punya fungsi pengawasan terhadap Presiden, tidak boleh
mengintervensi sebab wewenang Presiden membentuk pansel adalah perintah
Undang Undang.
"MK sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution)
tidak boleh terjerembab pada tindakan yang justru melanggar prinsip
konstitusi terutama hubungan setara antar lembaga negara sebagaimana
diamanatkan konstitusi," pungkasnya.
Sementara keberatan MK sendiri, lantaran dua anggota pansel tersebut
diragukan objektifitasnya dalam menyeleksi calon hakim konstitusi,
mengingat mereka sering beracara di MK. Todung merupakan advokat senior,
sementara Refly Harun adalah pakar hukum tata negara. [okezone]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar