Presiden Jokowi pernah menyatakan bahwa Indonesia dalam kondisi darurat
narkoba. Kondisi itu membuat dia tak akan memberikan grasi bagi para
pengedar narkoba. Jokowi juga mengungkapkan generasi Indonesia yang
tewas karena narkoba setiap hari. Mencengangkan!
"Kamu harus
ngerti ya, setiap hari, 40-50 orang generasi kita meninggal karena
narkoba, itu harus dicatat! Sehari lho ya, bukan setahun. Sehari," tegas
Presiden Jokowi.
Hal itu disampaikan Jokowi kepada wartawan
usai bertemu dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Said Aqil Siradj di Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (24/12/2014).
Dalam
pertemuan itu, Jokowi meminta pendapat PBNU atas hukuman mati para
terpidana mati narkoba, terorisme dan radikalisme. Mengenai urusan
teknis eksekusi mati, Jokowi mengatakan, "Urusan teknis, nanti
Kejaksaan".
Saat ditanya apakah tak adanya grasi bagi para
terpidana mati narkoba itu akan mengganggu diplomasi Indonesia di luar
negeri, mengingat ada TKI yang terancam hukuman mati, Jokowi menegaskan
tidak.
"Tidak, itu (diplomasi bagi TKI yang terancam hukuman mati) urusan yang berbeda," jelas dia.
Sebelumnya, saat ditanya wartawan bagaimana pandangan NU, Said Aqil mengatakan NU mendukung hukuman mati pengedar narkoba.
"Mengenai hukuman mati kami mendukung. NU mendukung hukuman mati kepada pengedar narkoba, bukan pengguna," ujar Said Aqil.
Menurut
Said Aqil, pengguna adalah korban. Sementara hukuman mati sesuai Al
Quran di mana orang yang berbuat merusak di muka bumi, itu harus
dibunuh, disalib dan sebagainya. "Dan itu sesuai dengan UUD 45 pasal
28," tutur Said Aqil.
Said Aqil menambahkan, NU juga anti
radikalisme, ekstremisme, apalagi ISIS. Said Aqil menilai, menjadi
anggota ISIS bukan pejuang.
"Dan jangan sampai ada lagi simpatisan ISIS di Indonesia meskipun sudah ada," ucap Said Aqil.
Pertemuan
Jokowi dengan pengurus NU berlangsung dari pukul 08.30-09.15 WIB.
Selain Said Aqil, Jokowi disambut Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Djafar.
Rician
Badan Nasional Narkotika (BNN),
Rabu (24/12/2014) merinci kewarganegaraan 64 orang itu. Mereka terdiri
dari 27 WNI dan 37 WNA yang berasal dari 17 negara yang berbeda.
Para
WNA itu berasal dari Nigeria 6 orang, Senegal 1 orang, Inggris 2 orang,
Malaysia 6 orang, Zimbabwe 2 orang, Belanda 2 orang, Malawi 1 orang,
Brazil 2 orang, India 1 orang, Pakistan 1 orang, Tiongkok 4 orang,
Prancis 1 orang, Filipina 1 orang, Vietnam 1 orang, Afrika Selatan 2
orang, Australia 3 orang dan Iran 1 orang. Mereka mendapatkan hukuman
mati karena menjadi bandar atau pengedar narkoba di Indonesia.
Bulan
ini Kejaksaan Agung menargetkan mengeksekusi 6 orang terpidana mati
dalam kasus pembunuhan berencana dan narkotika. Sesuai etika yang
berlaku, pemerintah tidak akan mengumumkan nama-nama mereka yang akan
dieksekusi tersebut. Identitas mereka baru ketahuan setelah proses
eksekusi berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar