Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan postur kabinet yang akan
membantunya menjalankan roda pemerintahan. Jokowi tetap mempertahankan
34 kementerian yang ada saat ini. Sedangkan dari segi komposisi, 18
kursi menteri akan diisi dari kalangan profesional. Sedangkan 16 kursi
dari kalangan partai politik.
Pengamat etika politik Romo Benny
Susetyo menilai, pemerintahan Jokowi tidak akan jauh berbeda dengan
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Romo Benny pun mengkritik Jokowi,
yang pernah berjanji akan membuat kabinet ramping.
"Kami lihat
ada tawar menawar dalam kabinet, dan kabinet yang ramping ternyata tidak
ramping, itu sama saja seperti dahulu yang ada," ujar Benny di Resto
Dapur Selera, Jalan Dr Supomo, Tebet, Jakarta, Minggu (21/9/2014).
Karenanya,
Benny melihat kabinet Jokowi sarat dengan tawar menawar dari partai
koalisi. "Seharusnya kabinet Jokowi adalah kabinet yang kerja keras dan
harus melawan dari parpol," jelasnya.
Selain itu, Benny berharap agar Jokowi melirik anak-anak muda yang memiliki potensi, termasuk orang-orang dari daerah.
"Jokowi
bisa salah bila menempatkan orang. Jika yang dipilih hanya orang-orang
yang populer. Beri kesempatan putra-putri daerah yang rekam jejejaknya
baik. Jadi jangan hanya didominasi oleh orang-oleh pusat," tuntasnya. [okezone]
Masalah kabinet ramping, Kita harus melihat realitas yang ada untuk merubah kabinet menjadi sedikit butuh proses , kalo ada kementrian yang dilego maka struktur organisasi di bawahnya bagaimana nasibnya? Ini pernah terjadi pada saat presiden Andur'Rahman Wahid. Dan selain itu Juga jumlah penduduk dan sebaran teritorial yg terdiri dari banyak kepulauan tentu perlu dipertimbangkan. Masalah menteri dari partai menurut hemat saya partai didirikan adalah untuk membangun bangsa dan negara agar maju. Jadi orang partai bisa berada di legislatif maupun eksekutif. Bila berada di eksekutif tentunya harus memenuhi kriteria2 yang dibutuhkan oleh seorang eksekutor di pemerintahan. Misalnya ya sebagaimana yang disebut oleh Romo. jadi di sini masalahnya bukan pada tawar menawar. Tetapi pada kompetensinya apakah capable apa tidak sebagai eksekutor di pemerintahan Jokowi-Jk nanti , sehingga hasilnya bisa dirasakan oleh rakyat banyak yang sudah lama menderita dan segera harus ditolong.
BalasHapus