Menjelang petang di hari pencoblosan, 9 Juli lalu, kegaduhan muncul.
Sebab kubu pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendeklarasikan kemenangan
dalam pemilihan presiden.
Pernyataan sikap itu berdasarkan hasil
hitung cepat meski belum selesai. Untuk mengimbangi, duet
Prabowo-Subianto-Hatta Rajasa mengambil langkah serupa.
Menurut
Mahfud MD, ketua tim pemenangan Prabowo Hatta, pihaknya tidak menyangka
kubu Jokowi bakal bertindak seperti itu. "Kita nggak menduga sama
sekali. Nah, kok tiba-tiba ada hasil beda," kata Mahfud saat ditemui di
Rabu lalu di kantornya, Jalan Dempo nomor 3, Menteng Pegangsaan, Jakarta
Pusat.
Berikut penjelasan Mahfud kepada Arbi Sumandoyo dan Faisal Assegaf dari merdeka.com.
Apakah Anda sudah memperkirakan terjadi kegaduhan gara-gara hasil hitung cepat?
Nggak.
Saya terutama tidak mengira akan terjadi kegaduhan karena saya ini
akademisi. Akademisi itu percaya terhadap hasil hitung cepat. Karena
kalau metodologinya benar, pasti benar. Sebab itu, kita nggak menduga
sama sekali. Nah, kok tiba-tiba ada hasil beda.
Ini mesti ada
yang salah, salah satunya pasti nggak benar kan? Mungkin caranya
mengambil sampel atau apa gitu. Kita tidak mengantisipasi ketika jam
14.30 Mbak Mega saya lihat persiapan pernyataan kemenangan. Padahal di
tempat kami, kami menang. Kami kaget semua.
Itulah sebabnya
ketika Mbak Mega menyatakan menang berdasar hasil hitung cepat, saya
punya tiga alasan untuk melakukan itu (deklarasi kemenangan pula).
Pertama, saya harus
menyelamatkan moril para pendukung Prabowo. Saya
katakan ini belum selesai. Menurut hasil hitung cepat kami, kami
menang. Sehingga menjadi imbang.
Ketika Mbak Mega menyatakan
itu, semua pada lemas. Lalu kita umumkan kita menang, menjadi seimbang
lagi kan opininya. Itu kewajiban saya meski saya kemudian yakin salah
satu pasti nggak benar. Apakah di saya atau di sana, itu nanti saja.
Secara ilmiah, kalau sama-sama benar metodenya dan sama-sama jujur,
pasti sama hasilnya.
Kedua, biasanya penyataan kemenangan itu
bukan oleh yang menang. Ini belum selesai sudah menyatakan menang, tidak
umum di mana-mana. Biasanya kan yang kalah, tetapi itu pun sesudah
hitung cepat ditutup.Hitung cepatnya belum selesai, baru 73 persen waktu
itu.
Meski dalam teori ada yang mengatakan 70 persen sudah
stabil. Tapi sebenarnya yang lebih menjamin itu 80 persen. Prosedurnya
mesti sampai seratus persen selesai, hasilnya baru dinyatakan.
Ketiga,
patut diduga hasil hitung cepat itu sebagian memang tidak netral karena
sebelumnya sudah mengkampanyekan Jokowi. Yang memenangkan Prabowo
memang sudah mengkampanyekan Prabowo. Ini sudah sama-sama bermasalah.
Tetapi
saya sebagai ketua tim pemenangan harus membangun moril pendukung saya
bahwa kita menang. Karena sana menyatakan menang, kita mrnyatakan kita
menang.
Itu saja sebenarnya. Toh, saya sendiri mengatakan waktu itu
tidak ada satu lembaga survei pun secara hukum harus dijadikan pedoman.
Yang harus dijadikan pedoman itu nanti keputusan KPU tanggal 22 Juli.
Sejak awal saya sudah mengatakan itu. Saya katakan kami menang karena
mereka lebih dulu.
Tapi apakah pembentukan opini
publiknya bisa berimbang karena lembaga survei menangkan Jokowi lebih
banyak ketimbang yang unggulkan Prabowo?
Menurut saya
jumlah itu tidak penting. Survei kalau metodenya benar pasti sama
hasilnya. Menang atau kalah betul kan nanti tanggal 22 Juli setelah
keputusan KPU.
Apakah Jokowi mendeklarasikan kemenangan duluan karena sudah merasa kalah?
Iya.
Menurut saya memang begitu, lalu membangun keyakinan kepada orang awam
yang mendukung mereka, menang, sudah menang. Dan itu kemudian tidak bisa
direm kalau kita tidak segera mengimbangi, kan gitu. Sehingga sekarang
posisinya seperti Anda lihat, sama kan. Artinya tinggal sama-sama
menunggu.
Waktu itu saya masih sendiri. Prabowo nggak di situ. Hatta belum di
situ. Karena janjinya konferensi pers itu sesudah hitung cepat selesai.
Diperkirakan jam 16.00 baru kumpul, jam 17.00 kita sikapi. Tapi waktu
itu, jam 14.30, kalau saya diam sudah selesai semua kan. Opini tertutup
semuanya.
Saya lalu ambil inisiatif, kita deklarasi kita menang. Sehingga posisinya tetap, seperti sekarang menunggu KPU. Itu saja.
Berarti Anda menuding apa yang dilakukan kubu Jokowi itu tidak etis?
Saya
tidak mau mengatakan tidak etis. Karena mereka menyatakan duluan, saya
ingin menyelamatkan moril para pendukung. Saya menyatakan kita menang.
Karena mereka
duluan menyatakan menang. Itu saja.
Apakah Anda curiga hasil hitung cepat lembaga-lembaga survei di kubu Jokowi tidak sesuai metodologi?
Ini
taktik saja untuk menghegemoni opini. Anehnya kan kalau Anda lihat di
Metro TV, ada hitung cepat versi SMRC dan CSIS. Di jam yang sama, hasil
versi SMRC 52 persen untuk Prabowo dan Jokowi 47 persen. Sebaliknya
versi CSIS, yang 52 persen itu Jokowi. Tiba-tiba beberapa saat kemudian
berbalik menjadi sama persis. Itu pasti kalau dilihat lagi rekamannya
karena posisi itu bertahan lama, lebih dari dua menit.
Kita lihat semua. Kita sampai berdiskusi itu Saiful Mujani kita 52
persen, Jokowi 47. Kok di CSIS terbalik? Yang 52 persen Jokowi, bukan
kita. Kita lalu bertepuk tangan karena lebih terpercaya Saiful Mujani.
Selama ini lebih kredibel Saiful Mujani. Nah, tiba-tiba semua lembaga
survei pada jam hampir bersamaan, sekitar 14.30, berada pada angka
seragam.
Bukankah itu mencurigakan?
Nah
itu mencurigakan. Saya tidak menuduh apa-apa, tapi kan selama ini mereka
mengkampanyekan Jokowi. Seperti Saiful Mujani itu kan terang-terangan
kampanye untuk Jokowi. Jadi kita imbangi dengan itu (deklarasi
kemenangan juga) agar tetap seperti sekarang. Saat ini kita berada pada
kekuatan moril sama.
Tapi kelihatannya kubu Jokowi lebih berhasil membentuk opini publik mereka yang menang?
Iya,
karena dia menguasai semua media (sebenarnya yang menguasai media massa adalah kubu Prabowo bukan Jokowi sebab RCTI, MNC TV, Global TV, Anteve dan TV One ada di pihak Prabowo bahkan sering menyerang Jokowi secara membabi buta/ngawur. Media Di pihak Jokowi hanya ada Metro TV, yang lain masih dalam katagori netral, seperti Kompas TV, Trans TV, Trans 7, NET, RTV, Indosiar, BeritaSatu - red). Itulah konsekuensi kalau kita tidak
punya media. Itu kita akui. Tetapi kalau bicara soal KPK mau mengawasi
dan sebagainya, selama ini laporan yang ada kan sama-sama melanggar.
Jokowi juga banyak, Prabowo juga banyak melanggar. Itu di lapangan,
bukan timnya.
Artinya itu bukan kebijakan tim kampanye. Saya
kira baik Tjahjo sebagai ketua tim atau saya sama-sama tidak
menggariskan untuk curang. Kalau saya, siapapun curang, pendukung
Prabowo atau pendukung Jokowi, silakan saja ditindak.
Apakah Anda mendengar kabar soal ada hasil hitung riil versi Markas Besar Kepolisian Indonesia dan Cikeas memenangkan Prabowo?
Saya
mendengar tapi saya tidak ingin tahu benar atau tidaknya. (hasil
penghitungan) yang benar itu nanti yang di KPU. Saya mendengar, saya
tahu persis karena saya mantan ketua Mahkamah Konstitusi. Polri itu
mempunyai catatan akurat. Mereka punya petugas mencatat persis. Cuma itu
tidak bisa menjadi dasar penetapan kami untuk keperluan internal dan
itu bukan dibuat oleh KPU.
Itu hanya untuk keperluan internal
Polri buat mengantisipasi kalau terjadi masalah di satu tempat.
Kira-kira kan bisa dibaca dari hasil itu. Saya tahu Polri itu punya data
lebih akurat dibanding hasil hitung riil lain. Karena pernah saya pakai
ketika mengadili kasus pemilihan kepala daerah di Papua.
Tapi apakah itu bakal Anda jadikan bahan jika KPU memutuskan Jokowi menang?
Kita
tidak mungkin memakai yang Polri karena itu bukan formulir resmi. Yang
Cikeas juga seumpama ada tidak bisa dipakai sebagai bukti. Yang kami
pakai formulir kami miliki.Pihak manapun tidak bisa, meski Polri punya
dan akurat, secara materiil itu tidak bisa dijadikan bukti di
pengadilan.
Padahal polisi termasuk lembaga penegak hokum?
Iya
tetapi mereka tidak diberi wewenang membuat formulir penghitungan.
Formulir penghitungan itu dibuat oleh KPU. Jadi Polri itu betul punya
hasil hitung akurat.
Bagaimana soal hitung riil di kubu Prabowo?
Sampai
hari ini penghitungan riil versi kita, kita masih menang sedikit. Beda
2,4 persen. Kami punya 51,6 persen suara dengan data formulir C1 telah
masuk 72 persen.
Kira-kira kapan hitung riil internal selesai?
Sekarang
semua formulir C1 sudah masuk tapi masih diverifikasi ke daerah-daerah
bersangkutan. Kalau Anda tanya kapan selesai, saya tidak bisa
memastikan. Pokoknya harus hati-hati, jangan sampai kita keliru. Ini
masalah penting.
Kedua, sekarang ada pengumuman dari KPI agar
media massa, kontestan, atau partai mengumumkan hasil hitung cepat atau
hitung riil lagi di luar KPU. Jadi, hasil hitung riil itu dipegang
sendiri saja. Nanti dibawa sebagai pembanding ke KPU atau bahan ketika
terjadi sengketa ke Mahkamah Konstitusi. [merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar