Kamis, 10 Oktober 2013

Setahun Jokowi-Ahok, Kemajuan Persis Di Negeri Dongeng

Bulan ini, tepat setahun duet Jokowi-Ahok, memimpin ibu kota. Sejak resmi menjabat, tepatnya 15 Oktober 2013, tak ada masa bulan madu bagi mereka, karena setumpuk pekerjaan sudah menanti. Jokowi dengan gaya blusukannya, dan Ahok dengan gayanya yang tegas, langsung tancap gas membenahi sejumlah persoalan di ibu kota.
Banyak pihak menaruh harapan Jakarta bisa sukses dipimpin keduanya, sebagaimana slogan dalam kampanyenya kala itu, Jakarta Baru. Namun, tidak sedikit juga yang meragukan keduanya bisa sukses memimpin di tengah kerasnya ibu kota. Maklum keduanya merupakan orang baru di birokrasi Pemprov DKI. Meski bekal keduanya dibilang lebih dari cukup. Jokowi sebelum dilantik jadi gubernur, merupakan Walikota Surakarta. Sedangkan Ahok, sebelum menjadi anggota DPR, adalah Bupati Belitung Timur.

Namun, semua keraguan itu perlahan mulai dijawab Jokowi-Ahok. Sejumlah persoalan yang sebelumnya mustahil bisa dilakukan Pemprov DKI Jakarta, ternyata sukses di tangan Jokowi-Ahok. Kemajuan yang sangat cepat ini seperti terjadi di negeri dongeng saja.
Kondisi Waduk Pluit yang dangkal dengan deretan rumah kumuh, berhasil disulap Pemprov DKI tidak hanya menjadi tempat tampungan air yang memadai, tapi kini juga sudah seperti tempat wisata yang kini dijadikan warga untuk interaksi sosial. Padahal, di lokasi Waduk Pluit, Penjaringan, dulu banyak penghuni rumah liar yang menolak ditertibkan. Namun, berkat pendekatan persuasif Jokowi, Pemprov DKI bisa menormalisasi waduk tanpa perlu ada pertumpahan darah.
Begitu pun Blok G Tanah Abang, yang dulu sepi tak terurus, kini menjadi tempat penampungan pedagang kaki lima (PKL) yang nyaman. Akses sekitar kawasan Tanah Abang, yang biasa macet karena keberadaan PKL, kini menjadi lebih bersih dan tertib. Keberhasilan menata PKL di Tanah Abang, juga coba diwujudkan Jokowi di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dan Pasar Gembrong, Jakarta Timur. Apresiasi atas kerja keras, Jokowi-Ahok pun berdatangan. Tidak hanya dari warga Jakarta, tapi juga dari kalangan akademisi. Bahkan, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Scot Marciel, mengaku kagum dengan cara Jokowi menyampaikan sosialisasi kepada warga secara langsung. Cara Jokowi menurutnya bisa menjadi contoh untuk diaplikasikan di negaranya.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Yoga mengatakan, satu tahun masa kepemimpinan Jokowi-Ahok ia memberikan nilai 6,5-7 atau cukup. Ia melihat plus minus dalam duet kepemimpinan tersebut. Tapi, Jokowi-Ahok tidak boleh berpuas diri, karena menurutnya masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
"Dalam kepemimpinan Jokowi-Ahok ada plus minus yang menjadi catatan," kata Nirwono, beberapa waktu lalu.
Ia menyebutkan untuk kelebihannya yakni pertama untuk penataan PKL yang dianggap cukup sukses, seperti di Pasar Tanah Abang, Pasar Minggu, Pasar Jatinegara, dan Pasar Gembrong. Terlebih Jokowi juga memberikan tempat bagi PKL untuk mengembangkan usahanya dengan menggelar Kaki Lima Night Market setiap Sabtu malam.
Ia juga memberi poin Jokowi yang sukses menata PKL Tanah Abang. Semua keraguan berbagai pihak, ternyata dapat terjawab hanya dalam waktu sekitar satu bulan. Kini PKL yang biasa berdagang di badan jalan mau direlokasi ke Pasar Blok G Tanah Abang. "Yang menjadi tugas ke depan yakni bagaimana meyakinkan para pedagang agar tidak kembali berjualan di badan jalan," ucapnya.
Namun menurut Nirwono, Pemprov DKI Jakarta harus melakukan pendataan jumlah PKL. Agar DKI memiliki peta sebaran PKL dalam melakukan penataan dan pembenahan secara tuntas. Sehingga energi yang dikeluarkan tidak habis karena PKL baru akan terus muncul.
Ia juga mengapresiasi Jokowi yang telah berhasil merelokasi warga Waduk Pluit, Jakarta Utara, ke Rusunawa Marunda. Sehingga normalisasi waduk dapat dilakukan. Bahkan hal tersebut tidak hanya dilakukan di Waduk Pluit saja melainkan di beberapa waduk lainnya, seperti Waduk Ria Rio dan Waduk Tomang, yang hingga saat ini masih terus berjalan normalisasinya.

"Upaya penanganan banjir seperti di Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, dan beberapa lainnya perlu diapresiasi juga. Tapi ini baru tahap awal pembenahan belum bisa dikatakan selesai. Masih ada lahan yang belum digarap di sisi Timur waduk. Pemprov DKI juga harus menyiapkan rusunawa untuk relokasi warga. Pengadaan rusunawa harus sejalan dengan kecepatan relokasi," tegasnya.
Tetapi secara umum, katanya, penanganan banjir di Jakarta belum terlihat jelas. Karena untuk penanganan banjir baru dilakukan pengerukan terhadap tiga waduk saja. Padahal di Jakarta ada 42 waduk dan 14 situ yang kondisinya sudah dangkal. Selain itu, pengerukan 13 sungai yang direncanakan belum juga terealisasikan. Meski pengerukan kewenangannya ada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum, namun Pemprov DKI Jakarta juga berperan dalam pembebasan lahan dan relokasi warga.
Kemudian dari sisi transportasi, Nirwono menganggap, kebijakan untuk meneruskan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) dan monorel, juga patut diapresiasi. Walaupun saat ini belum bisa dinikmati hasil dari kebijakan tersebut. Tapi paling tidak dalam waktu dekat Jakarta akan memiliki angkutan massal berbasis rel.
Ia melihat secara umum, penanganan kemacetan di ibu kota juga belum terlalu signifikan. Terlebih janji hibah 1.000 bus hingga kini belum teralisasi. Kemudian kebijakan pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil genap dan electronic road pricing (ERP) juga belum dilaksanakan.
"Proses hibah 1.000 bus dan sistem ganjil genap belum jelas. Jokowi-Ahok masih mencari cara mengatasi kemacetan di Jakarta. Persoalan mendasar kemacetan dan banjir secara umum belum bisa diselesaikan dan belum terlihat signifikan. Mengatasi macet dan banjir tidak sulit, yang penting fokus," sarannya.
Ia juga menyoroti masalah reformasi birokrasi di Pemprov DKI Jakarta. Seleksi dan promosi jabatan terbuka atau lelang jabatan untuk camat dan lurah merupakan terobosan yang sangat baik, karena ada fit and proper test untuk mengetahui kemampuan seorang pejabat. Namun, hasil dari lelang jabatan tersebut masih belum terlihat secara jelas.
Kendati demikian, ia juga mengkritik terkait dengan masih kosongnya beberapa jabatan strategis. Jabatan-jabatan tersebut yakni Sekretaris Daerah (Sekda), Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Asisten Pemerintahan, Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP), serta Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
"Sekarang justru posisi strategis yang masih kosong. Sekda sudah hampir enam bulan ini kosong, padahal itu adalah posisi orang ketiga di Jakarta. Kemudian kepala Bappeda, yang sebentar lagi akan menganggarkan APBD 2014. Sepertinya Pak Jokowi masih kesulitan mencari orang-orang yang tepat atau sesuai. Tapi jabatan tersebut harus segera diisi, Pak Jokowi harus mempercayakan kepada bawahannya," kata Nirwono.
Sementara itu, terkait anggaran Nirwono menilai penyerapaan tahun ini merupakan terburuk sejak 30 tahun terakhir. Hal tersebut terjadi karena pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sangat berhati-hati dalam penggunaan anggaran. Saat ini menurut Nirwono ada 10 dinas yang penyerapan anggarannya di bawah 10 persen. Padahal, idealnya pada kuartal ketiga penyerapan anggaran harusnya sudah mencapai 50 persen. Dengan rendahnya penyerapan ini, Nirwono menilai, SKPD tidak bisa mengimbangi kinerja dari Jokowi-Ahok.
Jokowi mengakui, saat ini masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Untuk mengatasi kemacetan, ia setuju angkutan massal berbasis rel seperti MRT dan monorel harus selesai terlebih dahulu. "MRT harus jalan, monorail harus jalan. Normalisasi sungai dan waduk harus jalan dan masih panjang," kata Jokowi.
Sementara itu, untuk menangani banjir, Jokowi bercermin dari kota Rotterdam yang baru bisa menyelesaikan banjir dalam waktu 200 tahun. Sehingga dirinya meminta waktu agar dapat menyelesaikan masalah banjir di Jakarta. Terlebih dirinya baru hampir satu tahun memimpin Jakarta. "Kemarin saya tanya ke Walikota Rotterdam, berapa lama mereka menyelesaikan banjir dan air? 200 tahun. Belanda butuh 200 tahun. Masak saya baru setahun dikejar-kejar terus," ujarnya.
Untuk itu, Jokowi meminta bantuan warga Jakarta untuk dapat menyelesaikan masalah di ibu kota. Sebab menurutnya, semua permasalahan tidak bisa jika hanya dilimpahkan kepada Pemprov DKI, gubernur maupun wakil gubernur saja.
"Sekali lagi dibersihkan seperti apapun kalau masyarakat tidak ikut memelihara, sampai kapan pun akan seperti itu. Pembangunan jangan tergantung dengan gubernur dan wakil gubernur. Jangan tergantung pada pemprov. Peran yang paling besar ada di masyarakat, tapi kalau tidak ikut, tidak memelihara, tidak merawat, maka akan percuma," tandasnya.

Sumber :
beritajakarta.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar