Senin, 14 Oktober 2013

Embusan ”Jakarta Baru” Mulai Terasa

Tingginya ekspektasi publik terhadap sebuah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bisa menjadi pedang bermata dua. Jika kinerja yang ditunjukkan Jokowi-Ahok tidak sesuai dengan harapan publik, risiko anjloknya popularitas pun lebih besar.
Selama setahun memimpin Jakarta, popularitas pasangan Jokowi-Ahok masih tetap terjaga. Pemerintahan yang dipimpin pasangan ini tampak berlari secepat kilat mewujudkan janji yang dulu mereka tawarkan saat kampanye.
Konsep ”Jakarta Baru” yang mereka rumuskan, antara lain, adalah mewujudkan Jakarta sebagai kota modern yang tertata rapi, menjadi tempat hunian yang layak dan manusiawi, memiliki masyarakat yang berkebudayaan, serta pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.
Sejumlah aksi kerja pasangan pemimpin Jakarta ini tampak berorientasi pada konsep tersebut. Keberhasilan Jokowi menata Pasar Tanah Abang mendapat perhatian publik paling tinggi. Pemindahan pedagang kaki lima di kawasan yang dulu dikenal sebagai salah satu daerah paling kusut di Jakarta ini diapresiasi cukup baik oleh sebagian responden.

Indeks kepuasan publik tertinggi memang tampak dalam penilaian kinerja pemerintahan Jokowi dalam menata pedagang kaki lima (PKL). Indeks kepuasan di bidang ini tampak meningkat jika dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya.
Kinerja Jokowi dalam menata PKL diberi nilai 7,08 dalam survei kali ini. Dalam survei sebelumnya, publik memberi nilai 6,5 untuk kinerja di bidang yang sama. Rentang skor penilaian yang digunakan adalah 1 untuk penilaian sangat tidak puas dan 10 untuk penilaian sangat puas.
Kesimpulan ini tergambar dari hasil survei yang telah dilakukan sebanyak dua kali oleh Litbang Kompas. Survei pertama dilakukan menyambut 100 hari kepemimpinan Jokowi-Ahok pada Januari lalu dengan 598 responden yang dapat dijaring.
Kali ini survei kembali diselenggarakan untuk mengevaluasi satu tahun pemerintahan Jokowi-Ahok memimpin Jakarta. Tidak kurang dari 596 responden yang tersebar di lima wilayah Jakarta terjaring dalam survei ini.

Bukan masalah mudah
Publik sadar betul bahwa problem perkotaan yang dihadapi Jakarta bukanlah perkara yang dapat terselesaikan secara instan. Persoalan laten Ibu Kota membutuhkan perencanaan jangka panjang dan political will yang kuat dari para pemegang kebijakan. Tak hanya pemereintah provinsi, tetapi juga political will dari pemerintah pusat.
Kemampuan Jokowi mengatasi keruwetan Pasar Tanah Abang dengan cara elegan seolah memberikan harapan adanya titik terang perubahan kondisi Ibu Kota pada masa mendatang.
Selain tata kota, persoalan yang selama ini juga melekat kuat sebagai bagian dari citra buruk Ibu Kota antara lain banjir, kemacetan, kriminalitas, sampah, dan ketersediaan air baku. Problem khas yang juga lazim dihadapi kota-kota besar lain di dunia sebagai konsekuensi lonjakan jumlah penduduk dan proses urbanisasi.
Terkait banjir, misalnya, topografi Jakarta memang membuat wilayah ini tak dapat menghindarkan diri dari risiko banjir. Posisi Jakarta yang berada di dataran rendah dan berhadapan langsung dengan laut serta dialiri 13 sungai menakdirkan kota ini selalu terancam banjir. Kondisi ini diperburuk dengan perilaku warga, seperti membuang sampah ke sungai dan alih fungsi daerah tangkapan air.
Untuk mengatasi banjir, sejumlah program yang tengah dijalankan antara lain normalisasi Sungai Ciliwung dan Pesanggrahan serta revitalisasi sejumlah waduk, seperti Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, dan Waduk Tomang Barat. Keberhasilan program penataan lingkungan semacam ini memang hasilnya tidak bisa dilihat dalam waktu dekat, tetapi berdampak jangka panjang. Tidak heran apabila penilaian publik terhadap kinerja pemerintah di bidang lingkungan cenderung tetap jika dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan awal tahun ini.
Demikian juga halnya dengan penilaian terhadap sistem dan layanan transportasi umum. Meskipun apresiasi terhadap layanan dan penyediaan infrastruktur transportasi publik mendapat penilaian cukup baik, publik masih menilai buruk kondisi kemacetan di Ibu Kota. Untuk masalah laten Jakarta ini, publik memberi rapor merah dengan skor penilaian kurang dari 5.
Meski demikian, publik cukup memberikan apresiasi atas sejumlah upaya yang dilakukan pemerintahan Jokowi. Fokus upaya yang dijajal Jokowi adalah pengembangan moda transportasi umum massal untuk mengurangi kemacetan.
Aksinya antara lain upaya menambah armada bus transjakarta, yang belum dapat direalisasikan semua akibat kendala anggaran. Proyek paling anyar adalah dimulainya rencana pembangunan monorel/MRT yang diharapkan jadi alternatif solusi kemacetan Jakarta. Realisasi kebijakan
Pemerintahan Jokowi selama setahun terakhir sebenarnya tidak banyak mengeluarkan kebijakan yang benar-benar baru. Seperti yang pernah ia ungkapkan dalam sebuah wawancara di stasiun televisi untuk menjadikan Jakarta sebagai kota modern yang tertata rapi dan manusiawi. Keinginannya itulah yang diformulasikan dalam sembilan program kerja unggulan: pengembangan angkutan umum massal, pengendalian banjir, perumahan rakyat dan penataan kampung, pengembangan ruang terbuka hijau, penataan PKL, pengembangan pendidikan, kesehatan, budaya, serta pelayanan publik.
Program kerja tersebut bukanlah barang baru. Jokowi hanya meneruskan kebijakan gubernur-gubernur sebelumnya. Seperti upaya penanganan banjir dengan normalisasi sungai, pembangunan polder, revitalisasi situ, serta pengembangan kapasitas sungai dan drainase.
Program-program tersebut tidak pernah dituntaskan pelaksanaannya pada pemerintahan sebelumnya. Lebih banyak berakhir dengan produk hukum tanpa eksekusi yang jelas. Kemampuan dan keberanian Jokowi untuk merealisasikan dengan cepat sebagian dari program-program itulah yang mendapat apresiasi positif dari masyarakat Jakarta.
Sejumlah kebijakan mulai dilaksanakan dan diterapkan dalam setahun kepemimpinannya. Perumahan rakyat, misalnya, hasil yang sudah tampak antara lain pembangunan kampung deret di Tanah Tinggi, relokasi penduduk bantaran sungai dan rel kereta api ke sejumlah rumah susun yang tadinya tidak terpakai, hingga proses pembangunan rumah susun baru untuk warga miskin.
Program aksi ini mendapat perhatian lebih dari masyarakat, yang ditunjukkan dengan peningkatan skor penilaian. Jika pada masa 100 hari kinerja Jokowi memperoleh skor 5 dalam penyediaan perumahan rakyat, pada survei kali ini skornya naik menjadi 6.
Jika pemerintahan Jokowi mampu secara konsisten mempertahankan kinerja seperti yang ditunjukkan selama ini, bukan tidak mungkin popularitas dan persepsi publik terus meningkat di sisa periode kepemimpinannya.

Sumber :
kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar