Relokasi warga Waduk Pluit masih alot. Warga yang ogah dipindahkan dari
tanah negara itu malah menghujani Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)
dengan beragam tuntutan dan membuat Jokowi pusing. Padahal,
pemerintah tidak akan memberi ganti rugi terkait normalisasi waduk Pluit karena itu tanah negara. Warga juga sempat demo dan memblokir jalan.
Dengan sabar Jokowi berusaha melakukan dialog dengan warga yang menolak
direlokasi. Dialog demi dialog dilakukan secara terus menerus tanpa kenal lelah untuk
menemukan kata sepakat.
Berikut ini kesewenang-wenangan Warga Pluit untuk terhadap Jokowi :
Kelompok Warga Berbeda Beda
Relokasi warga Waduk Pluit masih dalam tahap dialog. Diskusi dengan warga bolak-balik dilakukan Jokowi.
"Tiap
hari dialog, kemarin 1.200 orang dialog. Ini dialog, tiap hari dialog.
Tapi kelompoknya beda-beda terus. Yang pusing kita dong. Yang ini minta
di utara, yang ini minta ke selatan, ke timur, atas ke bawah," kata
Jokowi.
Hal ini disampaikan Jokowi usai menerima kunjungan
pejabat Belanda di Gedung Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan,
Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2013).
Menurut Jokowi, belum ada titik
terang dalam relokasi Waduk Pluit. "Ini memang faksinya banyak. Kemarin
sore baru 1.200 setuju rusun. Mereka setuju, minta 'Pak tapi nanti
rusunnya dapat ini'. Ini sedang kita olah lagi," ujar Jokowi.
Jokowi
sebelumnya berencana membeli lahan seluas 2,3 hektare di kawasan Muara
Baru, Jakarta Utara, untuk menampung warga Pluit tersebut.
Kehadiran Pihak Ketiga
Jokowi pantang menyerah merayu warga Waduk Pluit untuk direlokasi ke
rusun. Ia mencium ada kepentingan bisnis pihak ketiga yang bermain di
balik penolakan penggusuran warga.
"Masalahnya ada pihak ketiga
yang ikut masuk, karena di situ ada pertarungan usaha besar," kata
Jokowi di Gedung Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat,
Jumat (3/5/2013) .
Pria asli Solo itu terus menyosialisasikan normalisasi Waduk Pluit yang memiliki lahan 80 hektar guna mencegah banjir tahun ini.
"Tiap
hari saya ketemu, saya sampaikan bahwa itu waduk yang akan kita
perdalam, kita kerjakan, dan warga disiapkan, mau pindah ke Muara Baru
atau Marunda. Kalau ke Marunda, kita kasih dengan isinya," ujar Jokowi.
Menurut
dia, rusun menjadi salah satu solusi yang ditawarkan untuk warga Waduk
Pluit. "Yang ribut-ribut itu bukan masyarakat. Ini kan ada kepentingan
bisnis, sudah diklaim oleh pengusaha, kita ngertilah," kata sarjana
Kehutanan UGM ini.
Rusun Yang Diinginkan Warga
Jokowi mengatakan warga waduk Pluit yang awalnya menolak untuk
direlokasi, kini sudah mau untuk dipindahkan. Oleh karena itu, Jokowi
berencana untuk membeli lahan seluas 2,3 hektare di kawasan Muara Baru,
Jakarta Utara, untuk menampung warga Pluit tersebut.
"Kemarin
sudah ketemu dengan mereka (warga Pluit), dan mereka sudah mau untuk
dipindahkan," ujar Jokowi kepada wartawan di kawasan Tebet, Jakarta
Selatan, Kamis (9/5/2013).
Jokowi mengatakan, nantinya lahan
tersebut akan dibangun rumah susun untuk menampung sekitar 7.000 Kepala
Keluarga. Warga Pluit pun telah menyerahkan konsep rumah susun yang
mereka inginkan. Namun Jokowi mengaku konsep tersebut berbeda dengan
konsep yang ingin ditawarkan oleh Pemprov DKI. Sehingga harus
dirundingkan kembali.
"Mereka sudah membawa konsep untuk mau
dipindah ke rusun, tetapi mereka punya gambaran sendiri untuk rusunnya.
Nah, rusun yang kita punya kayak begini, jadi terus ketemu biar ada
kesepakatan dan mau pindah," kata Jokowi.
Tak tanggung-tanggung, Jokowi pun berencana akan menambahkan luas lahan tersebut menjadi 6 hektare.
"Letaknya
di dekat Muara Baru, kita beli tanah 2,3 hektare, tapi mau tambah lagi
kira-kira 6 hektare. Jadi nanti ada 7.000 KK, yang sudah mau kemarin ada
sekitar 1.200 KK. Mereka harus pindah itu nggak bisa ditawar," jelas
Jokowi.
Ganti Rugi
Jokowi siap turun tangan berkomunikasi dengan warga di bantaran Waduk
Pluit. Ia menawarkan solusi agar warga bersedia direlokasi ke rumah
susun.
"Nanti komunikasi, dalam proses seperti itu memang harus
ada dialog," kata Jokowi di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu
(27/4/213).
Pria berusia 51 tahun ini menegaskan normalisasi
waduk tetap dilanjutkan. "Nggak bisa ditawar. Itu waduk terbesar di
Jakarta ya di sana. Dulu 80 hektar dan 60 hektar sekarang. Kedalaman
tinggal 2 meter," ujar Jokowi.
Ketika ditanya tentang tuntutan
ganti rugi, Jokowi mengatakan Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan rumah
susun di Marunda dan Muara Baru.
"Kalau ganti rugi, mereka harus
pindah dengan solusi di rusun. Udah lebih dari 7 kali ketemu per
kelompok. Kalau perlu saya turun, nanti saya turun," kata Jokowi.
Wali
Kota Jakarta Utara Bambang Sugiyono menemui warga di bantaran Waduk
Pluit. Warga lalu menyampaikan keluh kesah mereka terkait normalisasi
waduk Pluit kepada Wali Kota dan menolak direlokasi ke rusun. Bambang
menjelaskan pemerintah tidak akan memberi ganti rugi terkait normalisasi
waduk dan membujuk warga agar mau pindah ke rusun.
Tak Mau Rusun, Minta Lahan
Jokowi angkat bicara seputar aksi warga yang memprotes normalisasi Waduk
Pluit. Ia mengaku terus mencarikan solusi terbaik, tapi menolak memberi
ganti rugi untuk penyewa.
"Sudah ketemu sama saya ya nggak
sekali, dua kali, itu udah. Yang penting beri solusi," kata Jokowi di
Gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu
(24/4/2013).
Jokowi mengatakan warga menolak rusun yang
ditawarkan. Padahal, rusun tersebut dibangun di dekat dengan rusun lama
di Muara Baru.
"Kalau mintanya yang seperti ini (lahan) ya kita
yang sulit. Lahan di mana, tunjukkan. Kalau urusannya itu (lahan), kita
udah beli lahan untuk rusun lagi," ujar Jokowi yang terbalut baju batik
warna biru dan ungu ini.
Jokowi menolak memberikan ganti rugi
kepada para penyewa. Mayoritas penyewa memiliki rumah sewa hingga 20
unit yang dibangun di tanah negara.
"Hampir 70% sewa menyewa di
situ, mendirikan bangunan disewain, ada satu orang yang 20 rumah, ada
yang 15 rumah, ada yang 10 rumah. Itu yang kita nggak mau. Kalau itu
nggak kita hentikan di mana-mana akan terjadi seperti itu ya kan. Tanah
negara didirikan bangunan," papar Jokowi.
Sarjana Kehutanan UGM ini menegaskan normalisasi Waduk Pluit dibutuhkan guna mengantisipasi bencana banjir.
"Itu
waduk utama kita untuk mengatasi banjir di Jakarta, waduk 80 hektar,
sekarang ada di bawah 60 hektar, juga dangkal hanya 2 meter, 3 meter,
harusnya 10 meter. Kalau kita terus-terusan nggak berani memutuskan
seperti itu ya nggak akan rampung-rampung," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar