Selasa, 30 Desember 2014

Presiden Jokowi Pimpin Sidang Kebijakan Industri Pertahanan

Untuk pertama kalinya setelah dilantik sebagai Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi) memimpin Sidang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Selasa (30/12/2014) pukul 10.00 WIB.
Sidang dihadiri oleh Ketua Harian KKIP Menteri Pertahanan Rymizard Ryacudu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno, Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir, Panglima TNI Jenderal (TNI) Moeldoko dan lainnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengkonfirmasi hal tersebut kepada Kompas
“Ya, setidaknya yang pertama kali untuk Pak Jokowi memimpin sidang KKIP setelah menjadi Presiden RI ,” kata Andi, Senin (29/12/2014) malam, di Jakarta.  
Menurut Andi, Presiden akan membahas isu-isu strategis di industri pertahanan terkait dengan alat utama sistem persenjataan (Alutsista).
“Nanti ada paparan Menhan terlebih dulu setelah pengantar dari Presiden. Tetapi, detailnya besok saja setelah rapat,” ucapnya.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tercatat pada Maret 2014  pernah memimpin sidang pertama KKIP pada tahun 2014. Waktu itu, sidang dilaksanakan di Gedung Candrasa, Markas Komando Armada Kawasan Timur, Surabaya, Jawa Timur.
Seusai memimpin Sidang KKIP, Presiden Jokowi dijadwalkan memanggil sejumlah menteri terkait persiapan Sidang Kabinet Paripurna yang dijadwalkan berlangsung selalu pada hari Rabu. 

Dikutip dari akun twitter Sekretariat Kabinet @setkabgoid, Presiden Jokowi menjelasakan tentang kebijakan pemerintah di bidang pertahanan.
Pertama, pemerintah menjamin pemenuhan kebutuhan pertahanan, baik terkait kesejahteraan prajurit, hingga penyediaan alat utama sistem senjata (alutsista). Kedua, kemandirian pertahanan harus diwujudkan agar tidak ada ketergantungan terhadap impor.
Ketiga, pembangunan kekuatan pertahanan bukan hanya sekadar memenuhi kekuatan pokok minimum. Namun lebih dari itu, pembangunan kekuatan harus ditujukan untuk membangun TNI sebagai kekuatan yang disegani. Keempat, menempatkan kebijakan pertahanan negara sebagai bagian integral pertahanan yang komprehensif.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi menyampaikan kemandirian industri pertahanan dapat dicapai dengan pendekatan yang simultan, yaitu; a. Transfer teknologi setiap pembelian senjata harus disertai transfer teknologi strategis, baik oleh PT PAL dan Pindad. b. Siklus produksi senjata meninggalkan kebiasaan bahwa membeli senjata tanpa dikaitkan dengan siklus produksinya. c. Integritas sistem, artinya pengadaan alutsista harus saling terhubung. d. Kemandirian harus dikaitkan dengan perbaikan manajemen BUMN strategis di sektor industri pertahanan.
Presiden menambahkan, rencana strategis pengembangan industri pertahanan harus bersifat jangka panjang.
"Industri pertahanan agar lebih efisiensi pemerintah harus pegang industri militer sehingga dapat digunakan untuk non pertahanan," ujar Jokowi.
Masih, kata Presiden, wilayah Indonesia merupakan negara kelautan dan pulau, sehingga harus dimulai dengan fokus terhadap pembangunan sektor maritim. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan pembangunan tol laut, pelabuhan, dan kapal perintis. Namun, hal yang paling penting adalah dengan membenahi industri maritim yang dilakukan di dalam negeri.   [kompas]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar