Minggu, 20 Juli 2014

Ketika Harga Diri Prabowo Diobral Murah, KPU Dikepung sampai Minta Pemilu Diulang

Tim pemenangan pasang Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda rekapitulasi suara pemilu presiden di tingkat nasional. Permintaan itu tentu menuai protes dari sebagian kalangan masyarakat. Menurut Pengamat Politik Universitas Gajah Mada Ari Dwipayana, wacana itu menunjukkan kepanikan atas hasil real count yg dilakukan oleh KPU secara berjenjang.
"Berdasarkan data hasil real count KPU yang dilakukan secara berjenjang menunjukan pasangan Jokowi-JK lebih unggul dibandingkan pasangan nomor urut satu itu. Tentu saja hal ini berbeda denga klaim tim pemenangan Prabowo Hata yang menyatakan lebih unggul dalam real count," ujar Ari dalam pers rilisnya kepada JPNN, Minggu, (20/7/2014).
Menurut Ari, tuntutan penundaan ini terkesan mengada-ada dan juga dipaksakan karena proses perhitungan suara dilakukan  secara berjenjang dengan melibatkan penyelenggara pemilu, tim pasangan calon. Ketika muncul indikasi kecurangan maka, kata dia, seharusnya diklarifikasi oleh Bawaslu/panwaslu setempat serta diselesaikan langsung di tingkatannya. Tidak perlu sampai melakukan penundaan tersebut.
"Dengan demikian munculnya alasan penundaan karena kecurangan itu tidak bisa muncul secara tiba tiba tanpa ada proses penyelesaian di setiap tingkatan. Itu artinya wacana penundaan bisa jadi bagian dari skenario mendelegitimasi proses kerja penyelenggara pemilu dari bawah," sambungnya.
Ari menduga langkah mengangkat soal kecurangan ini bisa jadi bagian dari skenario untuk ciptakam opini sebgai victim (korban) kecurangan.
"Ini bisa dilihat sebagai strategi pembalikkan wacana yang sebelumnya justru pihak Prabowo Hatta disebut sebut melakukan praktek kecurangan. Hal ini sejalan dengan frame yang dibangun oleh Prabowo dalam wawancara dengan kantor berita AP bahwa kubunya merasa kalah karena dicurangi," beber Ari.
Menghadapi tekanan, Ari mengingatkann KPU agar tidak perlu terjebak dalam agenda setting permainan salah satu kubu. KPU diminta tetap konsisten menjalankan jadwal yang telah diatur sebelumnya.
Hal senada diungkapkan oleh Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Banten Leo Agustino. Leo pun menertawakan ide tim pemenangan Prabowo-Hatta tersebut. "Ini menggelikan sekaligus menyesatkan," tegasnya.
Pasalnya, kata dia KPU adalah lembaga formal yang diberi tanggungjawab undang-undang untuk menyelenggarakan pemilihan umum, baik Pileg maupun Pilpres. Maka KPU, ujarnya, sudah tahu betul kemampuan dan keupayaan lembaganya untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut.
"Apabila ada yang beranggapann penetapan hasil rekapitulasi pada tanggal 22 Juli terlalu dini, ini menggelikan. Dan perlu diingat juga bahwa hasil keputusan rapat pleno KPU setingkat UU," tegas Leo.
Selain itu, menurutnya, permintaan untuk menunda pengumuman hasil rekapitulasi Pilpres sama saja mendelegitimasi KPU.
"Jika pun kubu Prabowo-Hatta menyatakan penundaan tersebut perlu dilakukan atas alasan terjadinya kecurangan, maka mekanisme pengajuan ke MK-lah sebenarnya yang menjadi jalan keluarnya. Bukan mendesak KPU, yang sudah bekerja maksimal, untuk menunda pengumuman rekap tersebut," tegas Leo.
Jika permintaan itu dikabulkan ia mengkhawatirkan justru akan terjadi gejolak di tengah masyarakat yang telah lama menunggu hasil pengumuman perhitungan suara. 

Rencana Pengerahan Massa oleh Prabowo
Seluruh mata internasional tengah menyoroti proses demokrasi di Indonesia dalam konteks Pemilihan Presiden RI 2014.
Tak terkecuali Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki Moon, yang juga memberi perhatian demikian ketika berkomunikasi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Karena itu, semua pihak diharapkan menjaga proses demokrasi itu berjalan baik dengan menjaga sikap serta tak mengerahkan massa pada 22 Juli saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil pilpres.
“Pengerahan massa jelas tidak bagus, termasuk untuk nama baik Indonesia di dunia internasional. Kalau massa dikerahkan kesannya bahwa akan ada ancaman-ancaman dari sana atau sini. Padahal sejauh ini, tak ada indikasi ke arah sana,” kata Ray Rangkuti dari Lingkar Madani (Lima) Indonesia, di Jakarta, Sabtu (19/7/2014).
Menurutnya, rencana kubu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang akan mengerahkan massa pada 22 Juli ke Gedung KPU Jakarta bukanlah langkah yang tepat dan bijak.
Lebih-lebih rencana itu untuk mendatangkan kedamaian dan menjaga KPU dari tekanan.
“Pengumpulan massa di sekitar KPU jelas bukanlah tindakan yang dapat memberi rasa damai, apalagi menghindarkan KPU dari berbagai tekanan,” kata Ray.
“Kata menghindarkan KPU dari tekanan seperti memberi sinyal bahwa akan ada kelompok-kelompok yang akan menekan KPU. Kelompok mana? Menekan apa? Dan untuk apa? Tak jelas juga itu,” ucapnya.
Ray menekankan bahwa siapapun tak patut melakukan reaksi atas kesimpulan yang bersifat asumsi. Lebih-lebih sudah banyak kelompok masyarakat yang menyatakan sebaiknya menghindarkan pengumpulan massa di KPU.
“Pengerahan massa karena dasar asumsi kan tidak tepat. Jangankan massa, TNI saja sebaiknya tak perlu dilibatkan di lokasi. Kita sudah biasa melakukan pemilu. Dan selalu ada cara menyelesaikan ketidakpuasan secara beradab. Cara itu sudah dibuat dalam sistem,” bebernya.
Dalam konteks itu, lanjut Ray, dirinya menyatakan layak memberi apresiasi terhadap kubu Jokowi-JK yang telah menghimbau agar massa ProJokowi sebaiknya tidak bergerombol ke gedung KPU.
Artinya, kubu Jokowi tidak akan melakukan intimidasi ke KPU dengan model pengumpulan massa.
“Inilah yang sejatinya harus juga dilakukan oleh kubu Prabowo. Toh sejauh ini, KPU juga terlihat akan bekerja secara independen, transparan, dan partisipatif. Belum ada tanda-tanda bahwa KPU misalnya akan mempersulit atau mengistimewakan capres tertentu,” jelas Ray.
Ray juga menekankan bahwa pengamanan atas KPU dan dalam negeri cukup diserahkan ke pihak Kepolisian.
Unsur TNI sebaiknya tak dilibatkan sehingga TNI harus tetap pada fokus utamanya menjaga pertahanan negara dari serangan pihak luar.
“Para pemimpin massa dapat diutus untuk langsung melihat rekapitulasi di KPU, tentu setelah melalui registrasi KPU. Dengan cara seperti ini, kita akan dapat melihat rekapitulasi yang aman, damai dan bebas intimidasi. Jadi, rencana pengumpulan massa Prabowo ke KPU sebaiknya dibatalkan,” tandasnya.
Sebelumnya, Kamis (17/7) malam para pendukung Prabowo-Hatta menggelar apel siaga di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Dalam apel itu Prabowo menyatakan siap memberi komando ke para pendukungnya untuk menduduki KPU.
“Kalau KPU tidak jujur, saya akan melaporkan ke Bawaslu dan MK. Kalau masih tidak jujur juga, saya siap memberi komando 100 ribu pendukung saya untuk menduduki KPU,” katanya.
Rencana tentang pengerahan massa juga disampaikan anggota Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Letjen (Purn) Yunus Yosfiah.
Menurut Yunus, pihaknya akan mengerahkan sekitar 5000 relawan pendukung Prabowo-Hatta saat pengumuman hasil pilpres di KPU nanti.
Yunus beralasan hal itu demi memberi jaminan agar KPU tidak mendapat tekanan dari luar dalam menetapkan hasil pilpres.

1 komentar:

  1. Yth. KOALISI PRAHARA
    Kalian mengaku tak mungkin kalah ribuan kali…, fine.., media kalian semuanya menyiarkan klaim kemenangan hasil perhitungkan suara.. oke..
    Kalianpun sudah mengumumkan kemenangan, bahkan sudah melakukan sukuran kebaktian kemenangan yg megah di JCC. Dan juga sudah beramai ramai sujud syukur …., baiklah..!

    Baru baru ini beredar video pengakuan kekalahan pak Jokowi… dan kami juga digembar gemborkan akan membuat kerusuhani… .
    JELAS SUDAH KALIANLAH SANG PEMENANGNYA ….
    Lalu mengapa masih merasa perlu mengumpulkan 2000 advokat.?? Masih merasa perlu mendesak untuk pemilu ulang ??

    Bagaimana caranya kami curang ??
    Untuk bisa curang, sebuah koalisi harus punya kekuatan dan network..

    Sedangkan kenyataanya partai penguasa negeri ini ada bersama kalian.., dua pertiga partai besar mendukung di belakang kalian…., parlemen kami dikuasai orang-orang kalian

    Golongan orang kaya dan ekstrimis agama ada di pihak kalian…, ormas-ormas.., aliansi bisnis, aliansi dagang.., aliansi profesi… bahkan ibu ibu pengajian-pun sudah dalam genggaman kalian..

    Petinggi negara, dari eselon tertinggi sampai pak RT berada di pihak kalian.
    Enam puluh persen Gubernur dan kepala daerah seluruh Indonesia, yang menjadi penyelenggara pemilu di daerahnya, itupun berasal dari partai dalam koalisi kalian.
    Aparat yang biasanya menjaga kamipun, menjual kesetiaan pada kalian.

    Uang kalian begitu berlimpah. ..
    Mampu berpromosi bertahun tahun.. mampu beriklan di prime time beberapa stasiun televisi sekaligus…
    Kalian mampu membayari puluhan acara seremonial deklarasi, mengundang sukuran dan silaturahmi di hotel hotel ber-bintang, menyediakan ratusan ribu seragam putih berbodir garuda dan box makanan bagi simpatisan kalian…

    Sedangkan simpatisan kami membawa bekal makanan berbuka sendiri sendiri. Dan hampir tak pernah berseragam, kecuali seragam kotak lusuh yg dibelinya kala pemilihan gubernur DKI bertahun lalu…

    Mesin politik kalianpun bekerja begitu terstruktur rapi …begitu efisien dan hebatnya..

    Kalian begitu tinggi di atas… begitu kaya… begitu memiliki segala….
    In term of networking, power and money.. we are nothing against you…

    Jika para elit politik, elit sosial, elit entreperneur ada di pihak kalian.
    Jika semua leader ..semua orang cerdas dan semua laki laki jantan di Indonesia sudah kalian klaim memihak kalian seluruhnya..

    Sedang kami hanya memiliki hati rakyat…, lalu bagaimana caranya kami curang ??

    Ternyata kami menang dan kalian kalah, namun kami dituduh menang karena curang …, ckckck…
    Saat Exit poll kalah menuduh curang, Quick count kalah menuduh curang, Real count kalah menuduh curang.., Rekap KPU kalah pun menuduh curang..
    Pemilu di pusat pemerintahan ibu kota JAKARTA kalah, minta diulang
    Sudah diulang di 16 TPS Jakarta , tetap kalah di Jakarta.. Sekarang minta lagi pemilu ulang di di 5600 TPS Jakarta.. Kemudian Mendesak meminta SELURUH pemilu diulang…
    Lalu meminta keputusan KPU dimundurkan… Dan terakhir mengusulkan pengumuman presiden terpilih agar ditunda… Lalu nanti pasti akan menggugat ke Mahkamah Kosntitusi..

    Memangnya kalian raja yg harus dipatuhi semua keinginannya. ??
    Memangnya pemerintah hanya sekedar orang suruhan?? dan trilyunan dana negara dibuang hanya untuk meng-goalkan ambisi satu orang saja..
    Dengan kata lain.., memangnya PILPRES ini seperti game ANGRY BIRD yg jika kalah bisa diulang terus sampai akhirnya kalian menang…?

    BalasHapus