Tim Prabowo-Hatta menggugat hasil Pilpres 2014 ke Mahkamah Konstitusi
(MK) dan telah melakukan perbaikan. Pasangan capres-cawapres nomor urut
satu ini meminta MK membatalkan hasil rekapitulasi KPU. Namun, ada yang
janggal di berkas gugatan Prabowo-Hatta ini.
Berkas gugatan
Prabowo-Hatta ini diunggah oleh MK ke situs resminya, Minggu
(27/7/2014), dan detikcom melakukan penelusuran.
Ternyata ada beberapa
hal yang janggal diberkas yang disusun oleh tim kuasa hukum
Prabowo-Hatta itu.
Sebagai pembanding, mereka menampilkan hasil
rekapitulasi suara versi mereka yang mereka nilai benar. Namun ada yang
janggal dengan perolehan suara versi Prabowo-Hatta tersebut, yaitu
jumlah persentase suara kedua pasangan yang tidak mencapai 100 persen.
Poin
4,9 halaman 8 dari dokumen permohonan Prabowo-Hatta di bagian Pokok
Permohonan menyebutkan bahwa perolehan suara pasangan nomor urut 1
adalah 50,25 persen, sementara nomor urut 2 adalah 49,74 persen. Jika
dijumlah, perolehan suara keduanya hanya 99,99 persen.
Hal ini
mengherankan, mengingat jumlah perolehan suara seharusnya 100 persen
sebagaimana hitungan KPU. Kejanggalan lain adalah mengenai jumlah
selisih suara.
Poin 4,8 dari dokumen permohonan tersebut
menyebutkan bahwa “ditemukan adanya penggelembungan perolehan suara
pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 sebanyak 1,5
juta, dan ditemukannya pengurangan perolehan suara pasangan nomor urut 1
sebanyak 1,2 juta suara dari 155.000 TPS.
Dengan kata lain,
Prabowo-Hatta menuding terdapat 2,7 juta suara yang tidak benar
penghitungannya sehingga mereka dirugikan. Namun berdasarkan hasil
rekapitulasi KPU, selisih suara keduanya adalah 8,4 juta dengan
kemenangan di pihak Jokowi-JK. Angka 2,7 juta suara tentunya tidak cukup
untuk menutupi selisih suara 8,4 juta tersebut, apalagi membaliknya
menjadi kemenangan Prabowo-Hatta.
Hal lain yang menarik perhatian
adalah ditambahkannya kata '...dan seluruh provinsi Jawa Tengah...'
pada naskah petitum dengan tulisan tangan, agar masuk ke dalam wilayah
yang melaksanakan pemungutan suara ulang.
Tulisan tangan
tersebut dibubuhi paraf dan diberi tanggal 26 Juli 2014. Sebagai
catatan, batas akhir pengajuan permohonan ke MK adalah tanggal 25 Juli
2014. Adapun dokumen yang ditampilkan di laman MK merupakan dokumen
perbaikan tertanggal 26 Juli 2014.
Komentar Mahfud MD
Mantan
Ketua MK sekaligus mantan Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Mahfud MD
menyebut hal itu sudah biasa.
"Tapi itu sudah biasa. Hampir
semua sidang pasti ada kekeliruan. Nanti hakim yang menentukan apakah
bisa dilakukan perbaikan atau dianggap keliru di sidang pertama tanggal 6
Agustus 2014. Nanti kan hakim yang membuktikan posisi angka yang betul.
Bagaimana pun kejanggalan apa pun nanti bisa diperbaiki di sidang
pertama termasuk angka," ujar Mahfud saat berbincang dengan detikcom
melalui sambungan telepon, Minggu (27/7/2014).
Penggugat bisa
memperbaiki kekeliruan pada hari tersebut. Namun pada sidang kedua yang
dilaksanakan 3 hari kemudian, perbaikan tak diterima lagi.
"Lalu 3 hari kemudian ditanggapi oleh pihak terkait, KPU dan tim Jokowi-JK," imbuh Mahfud.
Bila
kesempatan memperbaiki kekeliruan tak dimanfaatkan maka KPU dan
Jokowi-JK dapat membantah. Selanjutnya hakim yang memutuskan apakah
membatalkan gugatan atau tidak.
"Lalu nanti dibantah KPU dan
Jokowi-JK bahwa gugatan itu salah dan tidak memenuhi syarat. Hakim
kemudian bilang, 'Anda keliru'. Tapi yang jelas proses itu nanti terbuka
betul sehingga masyarakat dapat melihat," tutur Mahfud.
Semenjak
mengundurkan diri dari tim pemenangan, Mahfud mengaku tak terlibat
dalam proses hukum yang dilakukan tim Prabowo-Hatta. Dia pun tak tahu
bahwa terdapat kejanggalan dalam berkas gugatan.
"Saya tadi baca judul berita, katanya ada kejanggalan. Tapi saya tidak
lihat lagi secara rinci apa kejanggalan itu," pungkas Mahfud. [detik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar