Lumpur Lapindo terjadi setelah Lapindo Brantas Inc melakukan pengeboran di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Dampaknya hingga sekarang. Sebanyak 16 desa di tiga kecamatan terkena dampak lumpur Lapindo.
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya mengklaim telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp 6 triliun.
Meski telah menggelontorkan uang triliunan, Lapindo masih punya kewajiban melakukan ganti rugi pada korban. Banyak juga korban yang belum mendapat ganti rugi.
Setelah pergantian rezim, Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait persoalan ganti rugi korban lumpur Lapindo. Berikut ini ceritanya, Jumat (5/12/2014):
Era SBY Pemerintah Mau Bayar Rp 781 Miliar
Pemerintah saat itu bersedia menanggung ganti rugi terhadap korban
yang terkena dampak lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar. Hal ini karena
perusahaan milik Bakrie, PT Minarak Lapindo Brantas mengatakan tidak
sanggup melakukan kewajibannya karena kondisi keuangan perusahaan.”Yang
belum terbayar di area peta terdampak itu ada Rp 781 miliar yang belum
terbayar jadi kalau itu yang harus dibeli maka itu yang harus
dikeluarkan dari APBN,” ujar Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto pada
September 2014 lalu.
Dia menegaskan uang tersebut akan masuk ke dalam anggaran Kementerian
Pekerjaan Umum tahun anggaran 2015. Namun, keputusan ini masih harus
mendapatkan persetujuan dari Presiden dan DPR. “Yang penting tadi
keputusan politik dan kebijakan dituntaskan dulu, nanti yang sifatnya
teknis itu selanjutnya,” jelas dia.
Ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pemerintah, kata Djoko, merupakan hasil rapat dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang berdasarkan keputusan MK. Keputusan MK tersebut menyatakan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pemerintah, kata Djoko, merupakan hasil rapat dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang berdasarkan keputusan MK. Keputusan MK tersebut menyatakan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kata Lapindo: Tak Punya Uang Lagi
Pemerintah bersedia bertanggung jawab karena PT Minarak Lapindo
Jaya tak punya uang. Lapindo menyatakan menyerah memberikan ganti rugi.
Direktur utama PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam mengaku,
kondisi saat ini hingga waktu yang belum ditentukan, tidak bisa untuk
mengganti rugi sisa 3174 berkas sebesar Rp 781 miliar, karena kondisi
keuangan perusahaan krisis. “Sisa dana itu, Minarak tidak bisa
membayar,” ujar Andi kepada merdeka.com kala itu.
Dia menegaskan, apapun hasil keputusan dari pemerintah maka akan dipatuhi. Pihaknya tidak akan memilih hasil keputusan yang menghasilkan dua alternatif. “Pokoknya kami serahkan dulu kepada pemerintah hasilnya kita patuhi gitu. Karena tidak ada alternatif lain karena tidak batas waktu yang kita punyai dengan kondisi keuangan yang dipunyai keluarga Bakrie,” ujarnya
Dari hasil rapat dengan BPLS menghasilkan dua jalan keluar alternatif. Pertama, memberikan talangan terlebih dulu dari pemerintah kemudian pihak Minarak Lapindo Brantas mengganti rugi. Alternatif kedua, sisa yang belum dibayar oleh Lapindo dibayar oleh pemerintah. Sehingga nanti di dalam peta terdampak sekitar 20 persen dari luas area yang terdampak sebesar 600an hektar akan menjadi milik pemerintah.
Dia menegaskan, apapun hasil keputusan dari pemerintah maka akan dipatuhi. Pihaknya tidak akan memilih hasil keputusan yang menghasilkan dua alternatif. “Pokoknya kami serahkan dulu kepada pemerintah hasilnya kita patuhi gitu. Karena tidak ada alternatif lain karena tidak batas waktu yang kita punyai dengan kondisi keuangan yang dipunyai keluarga Bakrie,” ujarnya
Dari hasil rapat dengan BPLS menghasilkan dua jalan keluar alternatif. Pertama, memberikan talangan terlebih dulu dari pemerintah kemudian pihak Minarak Lapindo Brantas mengganti rugi. Alternatif kedua, sisa yang belum dibayar oleh Lapindo dibayar oleh pemerintah. Sehingga nanti di dalam peta terdampak sekitar 20 persen dari luas area yang terdampak sebesar 600an hektar akan menjadi milik pemerintah.
Gubernur Jatim Desak Pemerintah Yang Bayar Ganti Rugi
Pada September lalu Gubernur Jawa Timur Soekarwo menginginkan
pemerintah pusat segera mengucurkan dana untuk ganti rugi korban
semburan lumpur Lapindo yang masih tersisa sebesar Rp 781 miliar.
Tetapi, keputusan tersebut tergantung pada Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono saat itu.
“Pemerintah Insya Allah ambil alih. Kan nanti disampaikan ke
presiden. Kalau sudah Pak Menteri sudah putuskan, maka akan disampaikan
ke presiden,” katanya saat itu.
Dia membantah jika ganti rugi buat lahan warga Sidoarjo yang terkena dampak lumpur Lapindo, bakal menguntungkan PT Minarak Lapindo Brantas. Sesuai keputusan MK pada Maret 2014 bahwa ganti rugi pembayaran lahan warga korban lumpur Lapindo ditanggung oleh negara melalui APBN. “Keliru. Semua sudah diputuskan oleh MK bahwa itu bencana alam,” katanya
Pakde Karwo saat itu ingin segera menyelesaikan persoalan ganti rugi. Karena itu dia sempat mengirimkan surat pada presiden. Soekarwo kala itu yakin Presiden SBY menyetujui hal ini. “Tidak mungkin (ditolak). Apalagi SBY terakhir. Tidak mungkin tinggalkan masalah,” ucap dia.
Dia membantah jika ganti rugi buat lahan warga Sidoarjo yang terkena dampak lumpur Lapindo, bakal menguntungkan PT Minarak Lapindo Brantas. Sesuai keputusan MK pada Maret 2014 bahwa ganti rugi pembayaran lahan warga korban lumpur Lapindo ditanggung oleh negara melalui APBN. “Keliru. Semua sudah diputuskan oleh MK bahwa itu bencana alam,” katanya
Pakde Karwo saat itu ingin segera menyelesaikan persoalan ganti rugi. Karena itu dia sempat mengirimkan surat pada presiden. Soekarwo kala itu yakin Presiden SBY menyetujui hal ini. “Tidak mungkin (ditolak). Apalagi SBY terakhir. Tidak mungkin tinggalkan masalah,” ucap dia.
Sampai Era SBY Tamat, Ganti Rugi Belum Beres
Ternyata, persoalan ganti rugi hingga masa jabatan Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden habis tak kunjung selesai. Hal
ini karena tidak ada keputusan jelas.
Menteri Keuangan dan Kementerian Pekerjaan Umum saat itu berbeda
pendapat. Menteri Keuangan Chatib Basri saat itu secara tegas menyatakan
pembayaran ganti rugi korban Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur,
sementara ini tidak mungkin memakai uang negara.
Ini mengacu pada fatwa Mahkamah Konstitusi, agar tanggung jawab itu ditanggung lebih dulu oleh perusahaan milik Konglomerat Aburizal Bakrie, sebagai pemicu awal tragedi tersebut. “Dalam putusan MK, pemerintah hanya memastikan warga korban Lapindo digantikan (kerugiannya), tapi not necessarily dari uang negara,” ujarnya September lalu.
Itu sebabnya, tidak ada alokasi ganti rugi Lapindo dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (2015). Demikian pula di APBN Perubahan 2014. Kecuali memang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui tawaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). “Alokasi anggaran ganti rugi akan diproses setelah presiden menyetujui usulan BPLS,” kata Chatib.
Ical Tak Mau Bayar Korban Lapindo
Aburizal Bakrie mengatakan penyelesaian tanggungan terhadap korban semburan lumpur Lapindo bukanlah ganti rugi. Dia mengingatkan, pemberian uang kepada masyarakat yang tempat tinggalnya terendam lumpur itu merupakan proses jual-beli. Aburizal membantah bahwa yang dia lakukan merupakan wujud pemberian ganti rugi kepada korban semburan.
“Tidak ada ganti rugi dalam Lapindo,” kata Aburizal saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 8 April 2014. Dia menuding wartawan selalu menggunakan istilah yang bermuatan politik. “Itu adalah jual-beli, bukan ganti rugi.”
Aburizal mengatakan sudah memenuhi kewajibannya. Dia mencontohkan, perusahaannya memberi uang kepada mereka yang memiliki tanah di area semburan. Bahkan, dia melanjutkan, warga setempat yang tidak memiliki surat tanah namun berani sumpah pocong juga dia bayar. Aburizal menyatakan sudah membeli sebanyak 90 persen tanah dengan nilai dua kali nilai jual obyek pajak (NJOP).
Pernyataan ini disampaikan Ical menyusul ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta PT Lapindo Brantas segera menyelesaikan kewajibannya, yaitu menuntaskan sisa tanggungan kepada korban lumpur Sidoarjo. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memerintahkan pembayaran korban Lapindo diselesaikan.
“Saya sebagai kepala negara meminta Lapindo untuk segera menyelesaikan kewajibannya. Kalau tidak, negara terpaksa akan membawa ke proses hukum,” kata Presiden kepada para pimpinan media massa di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu malam, 5 April 2014. (Baca: Ganti Rugi Lapindo Tergantung Finansial Perusahaan).
Presiden mengaku sudah mengirim surat kepada PT Lapindo yang isinya meminta perusahaan itu segera menyelesaikan tanggungannya kepada korban lumpur Sidoarjo di area terdampak. “Masalah ini harus segera selesai, kasihan mereka,” kata SBY. [indonesiamedia]
Ini mengacu pada fatwa Mahkamah Konstitusi, agar tanggung jawab itu ditanggung lebih dulu oleh perusahaan milik Konglomerat Aburizal Bakrie, sebagai pemicu awal tragedi tersebut. “Dalam putusan MK, pemerintah hanya memastikan warga korban Lapindo digantikan (kerugiannya), tapi not necessarily dari uang negara,” ujarnya September lalu.
Itu sebabnya, tidak ada alokasi ganti rugi Lapindo dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (2015). Demikian pula di APBN Perubahan 2014. Kecuali memang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui tawaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). “Alokasi anggaran ganti rugi akan diproses setelah presiden menyetujui usulan BPLS,” kata Chatib.
Ical Tak Mau Bayar Korban Lapindo
Aburizal Bakrie mengatakan penyelesaian tanggungan terhadap korban semburan lumpur Lapindo bukanlah ganti rugi. Dia mengingatkan, pemberian uang kepada masyarakat yang tempat tinggalnya terendam lumpur itu merupakan proses jual-beli. Aburizal membantah bahwa yang dia lakukan merupakan wujud pemberian ganti rugi kepada korban semburan.
“Tidak ada ganti rugi dalam Lapindo,” kata Aburizal saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 8 April 2014. Dia menuding wartawan selalu menggunakan istilah yang bermuatan politik. “Itu adalah jual-beli, bukan ganti rugi.”
Aburizal mengatakan sudah memenuhi kewajibannya. Dia mencontohkan, perusahaannya memberi uang kepada mereka yang memiliki tanah di area semburan. Bahkan, dia melanjutkan, warga setempat yang tidak memiliki surat tanah namun berani sumpah pocong juga dia bayar. Aburizal menyatakan sudah membeli sebanyak 90 persen tanah dengan nilai dua kali nilai jual obyek pajak (NJOP).
Pernyataan ini disampaikan Ical menyusul ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta PT Lapindo Brantas segera menyelesaikan kewajibannya, yaitu menuntaskan sisa tanggungan kepada korban lumpur Sidoarjo. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memerintahkan pembayaran korban Lapindo diselesaikan.
“Saya sebagai kepala negara meminta Lapindo untuk segera menyelesaikan kewajibannya. Kalau tidak, negara terpaksa akan membawa ke proses hukum,” kata Presiden kepada para pimpinan media massa di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu malam, 5 April 2014. (Baca: Ganti Rugi Lapindo Tergantung Finansial Perusahaan).
Presiden mengaku sudah mengirim surat kepada PT Lapindo yang isinya meminta perusahaan itu segera menyelesaikan tanggungannya kepada korban lumpur Sidoarjo di area terdampak. “Masalah ini harus segera selesai, kasihan mereka,” kata SBY. [indonesiamedia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar