Penolakan Jokowi atas pengadaan kendaraan dinas mobil baru bagi
pejabat tinggi pemerintahan dari Sekretariat Negera (Setneg) ada yang
setuju karena ini dianggap sebagai pemborosan keuangan negara.
Sementara ada pula yang menilai bahwa penolakan pengadaan kendaraan
dinas mobil baru ini tak lebih dari trik politik pencitraan diri yang
dilakukan oleh Jokowi yang dicitrakan berkepribadian merakyat, jujur dan
sederhana.
Entahlah sampai kapan Gubernur DKI Jokowi yang kini jadi presiden
terpilih di Pilpres 2014 ini terus-terusan memainkan politik pencitraan
diri. Kepiawaian Jokowi dalam memoles diri dan memainkan politik
pencitraan ini memang cukup ciamik.
Dengan gaya kepemimpinan yang blusukan bukan saja telah mencuatkan
nama Jokowi sebagai sosok pemimpin yang merakyat, tapi juga jujur dan
sederhana. Pesona merakyat, jujur dan sederhana inilah yang kini begitu
melekat dalam citra diri Jokowi.
Dalam memainkan politik pencitraan ini tak jarang Jokowi menggunakan
pola menggunting dalam lipatan dengan menggunakan cara pandang kuman di
seberang lautan tampak sementara gajah di pelupuk mata tak tampak.
Seperti ketika menyoal penolakan pengadaan dinas mobil baru yang
diadakan oleg Setneg dianggap pemborosan keuangan negara dengan
pertimbangan alasan mobil lama tetap bisa digunakan.
Masuk diakal juga alasan ini. Lalu bagaimana dengan kasus mark up
proyek pengadaan pembelian bus Transjakarta yang bukan saja merugikan
keuangan negara, didalamnya juga terindikasi adanya tindak korupsi?
Untuk soal pemborosan keuangan negera terkait pengadaan kendaraan
dinas mobil baru oleh Setneg ini Gubernur DKI Jakarta yang akan dilantik
Presiden Indonesia 2014 pada 20 Oktober nanti cukup lantang
menyuarakannya.
Sayang untuk kasus mark up pengadaan bus Transjakarta yang didalamnya
terindikasi terjadi tindak korupsi, suara Jokowi tidak selantang ketika
menyikapi pengadaan kendaraan dinas mobil baru oleh Setneg.
Padahal publik sangat berharap di sisa waktunya sebelum dilantik
sebagai Presiden Indonesia 2014, Jokowi menuntaskan kasus bus
Transjakarta yang didalamnya yang menyandera namanya selaku Gubernur DKI
Jakarta.
Justru penuntasan kasus korupsi bus Transjakarta yang juga menjado
sorotan publik ini tak kalah penting untuk pula disuarakan secara
lantang, dibuka secara terang benderang dan dituntaskan, sehingga
nantinya saat meninggalkan Balai Kota tidak tersandera oleh kasus
tersebut.
Kok lebih malah cawe-cawe meributkan soal pengadaan pengadaan
kendaraan dinas mobil baru oleh Setneg yang jadi kewenangan pemerintahan
SBY. Sementara urusan kasus bus Transjakarta kok malah diabaikan.
Langkah kongkrit penuntasan kasus bus Transjakarta ini justru tak
kalah pentingnya untuk menunjukkan adanya political will Jokowi dalam
menangani kasus korupsi yang ikut menyandera nama dirinya selaku pejabat
Gubernur DKI Jakarta. Apalagi kasus ini sudah cukup lama mencuat di
pemberitaan media, sekaligus juga menjadi gunjingan publik.
Dari bandingan dua kasus ini kalaupun kemudian disandingkan, di sini
memperlihatkan sensitivitas Jokowi sebagaimana disebut di pribahasa
kuman di seberang lautan nampak sementara gajah di pelupuk mata tan
nampak.
Di mana dari dua model kasus ini bila dibandingkan, yang satu
menyangkut pemborosan keuangan negara, satunya menyangkut korupsi
keuangan negara. Pastinya rakyat di sini punya kemampuan memilah dan
menilai, mana yang seharusnya menjadi kapasitas dan prioritas perhatian
Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta sebelum dilantik resmi menjadi
Presiden Indonesia pada 20 Oktober nanti.
Dari dua bandingan kasus ini hendaknya Jokowi tidak terus-terusan
memainkan politik pencitraan, karena rakyat kini sudah kritis dan cerdas
dalam menilai.
Termasuk sudah kritis dan cerdas dalam menilai sensitivitas antara
pengadaan kendaraan dinas mobil baru bagi pejabat tinggi pemerintahan
dan kasus mark up pengadaan bus Transjakarta yang didalamnya terindikasi
tindak kurupsi. [tribun]
Mudah2-an orang2 yang berpikiran negatif seperti ini di negeri yang kita cintai ini tidak banyak ya, sehingga negri ini bisa cepat maju adil dan makmur. Wong maunya berHEMAT kok dibilang PENCITRAAN, Kalau berhemat uangnya kan bisa dipakai YANG LEBIH PENTING untuk rakyat2 yang sudah lama menderita, karena kalau pemimpinnya hidup bermewah-mewah, rakyat yang berpikir dan melihat hanya bisa prihatin dan NGELUS DODO. Dan mudah2-an negeri ini juga tidak banyak orang2 yang berpikir nyleneh seperti ini. Wong yang tersangka kasus korupsi Andi Malarangeng KOK Presiden SBY yang suruh bertanggung jawab, ini namanya TIDAK NYAMBUNG, berpikirnya NYLENEH. Mas-mas yg bicara seperti di atas nalarnya dilurusin ya.
BalasHapus