Sabtu, 09 Agustus 2014

Meskipun Tanpa Bobot, Sidang MK Penuh Gelak Tawa

Meskipun merupakan forum resmi, persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) tak jarang diselingi dengan gelak tawa. Situasi tersebut setidaknya terlihat dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang dimohonkan oleh pasangan pecundang Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Meskipun suasana persidangan formal dengan segala peraturan yang ketat, tetapi sidang yang berlangsung di ruang sidang pleno Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat  8 Agustus 2014, itu berlangsung penuh gelak tawa.
Mulai dari majelis hakim, pihak pemohon, termohon dan terkait, hingga pengunjung dan wartawan yang berada di sana tak kuasa menahan tawa ketika momen-momen lucu terjadi. Hanya petugas keamanan yang terlihat tetap bertahan dengan wajah seriusnya.
Pemicu tawa tersebut tak lain adalah beberapa saksi yang didatangkan oleh pasangan pecundang Prabowo-Hatta. Dalam sidang kali ini, pasangan nomor urut satu tersebut menghadirkan 25 saksi dari tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta.
Saksi dari KPUD Kabupaten Demak, Ahmad Gufron, misalnya, mengundang tawa para hadirin ketika mengiyakan pertanyaan hakim Ahmad Fadlil Sumadi dengan bahasa Jawa halus.
“Enggih (iya),” kata Gufron spontan yang langsung disambat tawa seisi ruangan.
Respons Fadlil lebih lucu lagi dan membuat suara gelak tawa yang tak kalah kuat. “Enggih, enggih. Ini Jakarta Om, bukan seperti Demak,” ujar Fadlil dengan nada bercanda.
Momen tawa tak berhenti di situ. Mungkin karena sudah terbiasa menggunakan bahasa Jawa di daerahnya, Gufron kembali menjawah “Enggih” saat kembali ditanya oleh Fadlil. Kali ini, Fadlil tak lagi menegur dan hanya ikut tertawa kecil bersama para hadirin lainnya.
Saksi bernama Slamet dari Kecamatan Koja, Jakarta, juga tak kalah membuat suasana sidang menjadi riuh. Saat dia memperkenalkan diri, hakim MK Patrialis Akbar langsung berkelakar.
“Slamet ini orang yang pertama kali sampai di bulan bersama Neil Amstrong karena Neil Amstrong tiba di bulan dengan Slamet,” seloroh Patrialis yang disambut tawa hadirin, termasuk Slamet sendiri.
Kemudian, Slamet menjelaskan mengenai pemungutan suara ulang (PSU) di salah satu TPS di kecamatannya. Patrialis lalu bertanya berapa perbedaan suara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK antara sesudah dan sebelum PSU.
Slamet mengatakan, Prabowo-Hatta berbalik unggul dengan selisih sembilan suara dibanding Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK). Namun, Patrialis tak puas dengan jawaban itu dan meminta jumlah suara masing-masing pasangan.
“Angkanya kan ada di C1. Saya tidak bawa, tapi saya ingat betul selisihnya sembilan suara. Datanya bisa ditanyakan atau dilihat langsung di halaman KPU,” jawab Slamet.
Mendengar jawaban Slamet itu, Patrialis kembali berkelakar. “Jangan perintahkan hakim. Hakim yang minta harusnya,” ujar Patrialis sambil tersenyum dan kembali diikuti tawa hadirin.
Saksi dari wilayah Jepara, Jawa Tengah, Bendot Widoyo, yang menjawab serba tidak tahu terhadap pertanyaan hakim MK juga mengundang gelak tawa. Awalnya, Bendot menguraikan telah terjadi dugaan politik uang dengan pembagian mi instan dan uang Rp 5.000 untuk menggiring warga memilih Jokowi-JK.
Namun, saat MK memperdalam keterangan tersebut, Bendot kewalahan menjawab.
“Apa Anda tahu siapa yang bagi-bagi mi instan? Kapan dibaginya? Di mana pembagiannya?” tanya hakim Fadlil.
“Enggak tahu, saya cuma dapat laporan dari tim relawan,” jawab Bendot Polos.
Saksi Rahmatullah Al Amin dari Surabaya, yang sempat menangis dalam persidangan, juga sempat mengundang tawa, meskipun tawa kali ini agak kecil dan tertahan. Rahmatullah dalam sidang tersebut bermaksud memberikan bukti berupa kliping dari sebuah surat kabar. Namun, hakim Hamdan Zoelva enggan menggubris bukti tersebut karena menganggap pemberitaan media bisa saja salah.
Tak menyerah, Rahmat tetap berusaha untuk menunjukkan bukti tersebut kepada Hamdan. Saat itulah dia sempat menitikkan air mata dan berbicara terisak.
“Ini saya bawa suara teman-teman di Surabaya Yang Mulia. Ini benar, saya punya buktinya,” kata Rahmat dengan suara yang mulai terdengar parau. Melihat sikap Rahmat tersebut, bukannya merasa kasihan, hadirin justru banyak yang tersenyum dan tertawa tertahan.
Suara tawa tersebut sepertinya tak cukup kuat untuk didengar Rahmat yang tetap terus memohon kepada Hamdan untuk melihat bukti yang dia miliki. Rahmat baru berhenti bicara ketika Hamdan mengancamnya akan dikeluarkan dari ruangan karena telah mengganggu jalannya sidang.

Meskipun penuh tawa, gugatan kubu pecundang Prabowo-Hatta dipastikan akan kandas, beberapa hal yang mengindikasi penolakan MK dirangkumkan sebagai berikut :

Tim Kuasa Hukum Prabowo-Hatta menghadirkan 25 saksi dalam sidang kedua gugatan hasil Pilpres 2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang yang berlangsung (8/8/2014) lalu itu, satu per satu saksi memberikan kesaksian di depan hakim MK, diantaranya membuat lelucon seperti diuraikan di atas.
Kubu pecundang Prabowo-Hatta menghadirkan saksi dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Namun kesaksian seluruhnya dinilai tidak kuat untuk dijadikan landasan hukum menguatkan bahwa terjadi kecurangan pilpres yang terstruktur, sistematis dan masif.
Salah satu kuasa hukum Jokowi-JK, Taufik Basari menilai, keterangan para saksi yang dihadirkan kubu Prabowo-Hatta tidak kuat. Apalagi, di antara saksi itu tidak mengalami kejadian sendiri melainkan dari keterangan pihak lain.
Selain itu, kata Taufik, keterangan saksi berkutat pada persoalan administratif. Sementara dua dalil yang menjadi dasar gugatan adalah hasil penghitungan suara pilpres dan terjadi kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif.
"Kalau kita kaji dari keseluruhan saksi, tidak ada satu saksi menerangkan mengenai kesalahan penghitungan," kata Taufik, Sabtu (10/8/2014).
Taufik pun semakin yakin bahwa gugatan yang diajukan pecundang Prabowo-Hatta bakal dimentahkan oleh hakim MK. Dengan kata lain, MK akan menguatkan keputusan KPU yang memenangkan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014-2019.

Berikut kelemahan-kelemahan dari kesaksian pendukung pasangan pecundang Prabowo-Hatta menurut Taufik Basari :

Keterangan Saksi Tak Sesuai Dalil Gugatan
Taufik Basari tidak melihat adanya keterangan yang substantif dari saksi kubu pecundang Prabowo-Hatta di sidang lanjutan gugatan Pilpres 2014 di MK. Dalil gugatan yang digunakan untuk menggugat KPU adalah kesalahan penghitungan suara pilpres dan terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif.
"Untuk dalil pertama sama sekali tidak ada saksi yang menerangkan soal itu (kesalahan hitung), kesaksian yang memperkuat dalil itu. Kedua, banyak di antara saksi itu memberikan keterangan testimonikum, keterangan yang berasal dari orang lain, dia tidak mengalami sendiri," tegas Taufik.
Dia merasa yakin bahwa kesaksian ini tidak memiliki bobot hukum sama sekali di mata hakim MK. Karena itu dia optimis MK menolak gugatan kubu pecundang Prabowo-Hatta.
"(Kesaksian) Itu tidak memiliki nilai pembuktian sama sekali. Itulah saksi itu sama sekali tidak memiliki bobot pembuktian," terang dia.

Tak Bisa Buktikan Terjadi Kecurangan Pemilu
Taufik juga merasa keterangan saksi dari kubu pecundang Prabowo-Hatta tidak ada yang bisa membuktikan terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif. Melainkan hanya berkutat pada persoalan Daftar Pemilih Khusus Pemilihan tambahan (DPKTb).
"Banyak di antara saksi itu menerangkan mengenai DPKTb pemilih yang memilih dengan menggunakan fotokopi KTP. Tapi apa yang diterangkan tidak menunjukkan adanya keruangan yang terstruktur, sistematis dan masif," kata Taufik.

Saksi Menerangkan Soal Administrasi, Bukan Kecurangan
Taufik menjelaskan, ke 25 saksi yang dihadirkan kubu Prabowo-Hatta hanya menerangkan soal kesalahan administrasi. Hal ini menurut dia, tidak berpengaruh pada hasil suara yang diperoleh Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK dalam pilpres.
"Mereka menerangkan hal-hal administrasi seperti ada pemilih DPKTb yang harusnya serahkan fotokopi KTP tapi nyatanya tidak. Ini kekeliruan administrasi tidak mempengaruhi hasil suara," kata Taufik.

Kesalahan DPKTb Tak Signifikan Pengaruhi Kemenangan Jokowi
Kubu Prabowo-Hatta mempersoalkan banyaknya pemilih DPKTb di Pilpres 2014. Sebab, pihak KPU tidak bisa melakukan administrasi dengan baik dalam mengelola DPKTb.
Menurut kuasa hukum Jokowi-JK, Taufik Basari, persoalan DPKTb tidak signifikan untuk bisa membalikkan hasil pilpres. Sesuai catatannya, jumlah DPKTb hanya sekitar 2,9 juta suara.
"Dari pemilih yang menggunakan DPKTb itu ternyata setelah kita hitung dalam permohonan DPKTb hanya 2,9 juta, sementara selisih suara nomor satu (Prabowo-Hatta) dan nomor dua (Jokowi-JK) 8,4 juta. DPKTb itu tidak signifikan," jelas dia.
Kendati demikian, Taufik juga yakin bahwa tidak ada yang salah dengan DPKTb yang meningkat di Pilpres 2014. Karena wajar jika DPKTb meningkat di daerah DKI Jakarta, sebab ibu kota adalah wilayah yang banyak pendatangnya.
"Banyak pemilih yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, mereka domisili di situ tapi tidak memiliki KTP situ," pungkasnya.

Saksi Tak Bisa Buktikan Ada Mobilisasi Pemilih
Salah satu tuduhan yang menjadi dasar gugatan Prabowo-Hatta ke MK adanya mobilisasi pemilih untuk memilih Jokowi-JK di pilpres. Namun hal ini dinilai tak bisa dibuktikan oleh saksi yang dihadirkan oleh Prabowo-Hatta di MK.
Salah satu kuasa hukum Jokowi-JK, Taufik Basari mengatakan, salah satu dalil pemohon adalah mobilisasi pemilih. Tapi tak ada satu pun saksi yang bisa membuktikan itu.
"Karena dalil pemohon mengkaitkan DPKTb dengan seolah-olah ada mobilisasi pemilih tidak ada satupun saksi menerangkan ada mobilisasi pemilih ada pergerakan orang per orang, tidak ada satu pun semua berkutat pada administrasi, data DPKTb," jelas Taufik.
Taufik berkesimpulan, Prabowo-Hatta kesulitan membuktikan tuduhannya sendiri sebagai dasar gugatan ke MK. Penting bagi pemohon untuk menghadirkan saksi yang bisa memberikan bukti terjadinya kecurangan sesuai dengan dalil gugatan.
"Nah dari itu semua kita menilai bahwa pemohon mengalami kesulitan membuktikan dalil. Apalagi keterangan saksi dari Jatim, Jateng dan DKI seharusnya dijadikan keterangan penting. Karena jumlah suara Jatim dan Jateng dan DKI itu dia besar, sehingga sudah semestinya Jatim, Jateng dan DKI lebih serius, tapi justru bisa dikatakan tidak ada point apa-apa," pungkasnya.

Senada dengan Taufik Basari, peneliti dari Centre for Strategic of International Studies (CSIS) J Kristiadi menilaipecundang Pilpres 2014, Prabowo-Hatta, belum mampu menghadirkan data atau bukti akurat dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden di MK. Menurut dia, upaya Prabowo-Hatta tidak cukup untuk mengurangi perolehan suara hingga mengalahkan Jokowi-JK.
"Jauh dari kemampuan untuk menghadirkan suatu data yang akurat yang bisa mengurangi perolehan kubu nomor dua. Andai kata semua asumsi itu benar, itu pun tidak cukup untuk mengurangi jumlah suara perolehan Pak Jokowi-JK sehingga menjadi kalah," kata Kristiadi, di Jakarta, Sabtu (9/8/2014).
Kristiadi menilai kubu Prabowo-Hatta seolah mengakal-akali kemustahilannya untuk membalikkan keadaan. "Akan mengubah takdir. Menurut saya, sangat sulit kalau hanya dengan tokoh-tokoh seperti itu. Ya, apa pun, apalagi kalau sudah dibedah," ujarnya.
Menurut Kristiadi, hal yang penting disoroti saat ini bukanlah proses gugatan Prabowo-Hatta di MK, melainkan bagaimana mengawasi proses transisi pemerintahan Jokowi-JK. Ia mengimbau masyarakat mendorong dan mengoreksi andaikata ada janji-janji Jokowi-JK yang melenceng. Salah satu contohnya adalah janji Jokowi-JK untuk tunduk pada konstitusi dan rakyat.
"Ini kita kawal sekarang ini, jangan sampai Pak Jokowi-JK juga jangan melenceng dari situ dan jangan sampai ada kekuatan yang transaksional," ucapnya.


Lebih Lengkap baca : Klaim Menang Tanpa Data, Refly Pastikan Prabowo-Hatta Memble di MK 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar