Jangan bicara soal kabinet Trisakti, simpan dulu nama-nama bakal
menterinya di kantong celana sampai hari H pelantikan RI-1 di SU MPR,
yang kalau tidak ada aral melintang akan digelar 20 Oktober 2014 nanti.
Karena masih ada persoalan menghadang di depan mata yang lebih
penting harus segera diselesaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)
yang sudah ancang-ancang meninggalkan Balai Kota, yaitu soal penuntasan
kasus korupsi bus Transjakarta.
Justru ini lebih penting untuk segera dituntaskan di sisa waktunya
tinggal 2,5 bulan lagi, ketimbang melulu ngomongi menimbang-nimbang
nama-nama orang yang masuk bursa calon menteri. Sehingga nantinya saat
meninggalkan Balai Kota tidak tersandera oleh kasus tersebut.
Langkah kongkrit penuntasan kasus ini jauh lebih penting untuk
menunjukkan adanya political will Jokowi dalam menangani kasus korupsi
yang ikut menyandera nama dirinya selaku pejabat Gubernur DKI Jakarta.
Apalagi kasus ini sudah cukup lama mencuat di pemberitaan media,
sekaligus juga menjadi gunjingan publik. Di sini sekaligus
memperlihatkan sensitivitas Jokowi untuk tidak menggampangkan persoalan,
sehingga tidak ada lagi terjadi pembohongan publik.
Sebagaimana kita baca “Pernyataan Jokowi Soal Transjakarta Dinilai
Tidak Etis” di Tribunnews, 29 Juni 2014. Di mana dalam pemberitaan
disebutkan antara pernyataan Jokowi dengan juru bicara KPK, Johan Budi,
tidak nyambung.
Jokowi menyatakan sudah melaporkan kasus bus Transjakarta ke KPK
dengan membawa dokumen-dokumennya. Namun juru bicara KPK mengatakan
belum menerima laporan kasus bus Transjakarta dari mantan Wali Kota Solo
tersebut. Mana yang betul?
Belum lagi dengan mencuatnya rumor politik lainnya seperti seputar
beredarnya transkrip pembiaraan elit pimpinan partai politik dan
petinggi instansi penegakan hukum terkait kasus korupsi bus Transjakarta
yang ikut menyinggung nama Gubernur DKI Jakarta, yang kini calon RI-1
berdasar penetapan hasil rekapitulasi suara oleh KPU dinyatakan pasangan
Jokowi-JK memenangi Pilpres 2014. Ini yang juga harus diklarifikasi
oleh Jokowi.
Untuk menjawab itu semua, kalau perlu Jokowi pasang badan
mengklarifikasi secara transparan guna menuntaskan gonjang-ganjing kasus
dan gunjingan ini. Apalagi dalam hal ini Jokowi selalu dicitrakan
sebagai sosok pemimpin yang jujur. Jadi katakanlah sejujurnya, semanis dan sepahit apapun ini merupakan
bagian dari tanggungjawab moralitas politik sebagai seorang pemimpin.
Sehingga jangan sampai ada dusta di antara kita. Karena salah satu
yang dipegang dari seorang pemimpin adalah omongannya, satunya kata
dengan perbuatan. Bukan sebaliknya, tiada satunya kata dengan perbuatan.
Sehingga begitu meninggalkan Balai Kota dan dilantik RI-1, Jokowi
tidak menyisakan piring kotor. Mumpung masih ada waktu sekitar 2,5 bulan
untuk dituntaskan.
Kita rasa masih ada cukup waktu bila memang ada political will dalam
diri Jokowi untuk usut tuntas kasus ini sebelum 20 Oktober 2014 nanti. Meski
penetapan keterpilihan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014 oleh
KPU kini sedang digugat oleh kubu pasang Prabowo-Hatta ke ranah
sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Di sini Jokowi diuji sejauhmana komitmen keseriusan Gubernur DKI
Jakarta dalam menuntaskan kasus korupsi yang didalamnya ikut menyandera
namanya.
Selain itu juga untuk menunjukkan komitmen Jokowi dalam upaya
memerangi korupsi. Karena gagasan “Revolusi Mental” yang
digembor-gemborkan Jokowi harus juga disertai adanya keberanian
memerangi korupsi yang kini banyak menjangkiti mentalitas kalangan
aparat penyelenggara negara.
Apalagi Jokowi selalu dicitrakan sebagai sosok pemimpin jujur. Dengan
menyandang pencitraan jujur, pastinya Jokowi juga akan berlaku jujur
dalam menuntaskan kasus korupsi Transjakarta ini, apalagi namanya ikut
tersandera didalammnya. Pastinya Jokowi tidak mau penuntasan kasus ini
terus menggantung, apalagi namanya ikut tersandera didalamnya.
Bagaimana “Revolusi Mental” bisa diwujudkan kalau di tingkat pemimpin
atau elit politiknya sendiri tidak mengawali merevolusi mentalitas
dirinya dengan prilaku memberi contoh dan ketauladanan. Baik buruk
mentalitas pemimpin inilah yang akan menjadi contoh ketauladanan,
diguguh dan ditiru.
Pesta Pilpres 2014 telah usai, tidak ada lagi satu, tidak ada lagi
dua, yang ada rakyat menunggu janji. Sebelum menepati janji-janjinya
yang diucapkan saat debat capres-cawapres atau di kala kampanye, apa
itu kartu pintar, kartu sehat, pembangunan infrastruktur tol laut atau
renegosiasi penjualan satelit Indosat, alangkah baiknya bila terlebih
dulu usut tuntas kasus korupsi Transjakarta.
Simpan dulu nama-nama orang yang masuk di bursa calon menteri kabinet
Trisakti untuk kemudian dikocok pada waktunya, mendingan di sisa waktu
sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi tuntaskan saja dulu kasus korupsi
bus Transjakarta, itu jauh lebih penting dan jauh lebih bermartabat
sebelum meninggalkan Balai Kota.
Justru di sini komitmen dan keseriusan Jokowi memerangi korupsi diuji dan dipertaruhkan. Kita tunggu, semoga! [Alex Palit, Tribun]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar