Minggu, 03 Agustus 2014

Ini Mengapa Jokowi Harus Selesaikan Masalah Korupsi TransJ

Jangan bicara soal kabinet Trisakti, simpan dulu nama-nama bakal menterinya di kantong celana sampai hari H pelantikan RI-1 di SU MPR, yang kalau tidak ada aral melintang akan digelar 20 Oktober 2014 nanti.
Karena masih ada persoalan menghadang di depan mata yang lebih penting harus segera diselesaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) yang sudah ancang-ancang meninggalkan Balai Kota, yaitu soal penuntasan kasus korupsi bus Transjakarta.
Justru ini lebih penting untuk segera dituntaskan di sisa waktunya tinggal 2,5 bulan lagi, ketimbang melulu ngomongi menimbang-nimbang nama-nama orang yang masuk bursa calon menteri. Sehingga nantinya saat meninggalkan Balai Kota tidak tersandera oleh kasus tersebut.
Langkah kongkrit penuntasan kasus ini jauh lebih penting untuk menunjukkan adanya political will Jokowi dalam menangani kasus korupsi yang ikut menyandera nama dirinya selaku pejabat Gubernur DKI Jakarta.
Apalagi kasus ini sudah cukup lama mencuat di pemberitaan media, sekaligus juga menjadi gunjingan publik. Di sini sekaligus memperlihatkan sensitivitas Jokowi untuk tidak menggampangkan persoalan, sehingga tidak ada lagi terjadi pembohongan publik.
Sebagaimana kita baca “Pernyataan Jokowi Soal Transjakarta Dinilai Tidak Etis” di Tribunnews, 29 Juni 2014. Di mana dalam pemberitaan disebutkan antara pernyataan Jokowi dengan juru bicara KPK, Johan Budi, tidak nyambung.
Jokowi menyatakan sudah melaporkan kasus bus Transjakarta ke KPK dengan membawa dokumen-dokumennya. Namun juru bicara KPK mengatakan belum menerima laporan kasus bus Transjakarta dari mantan Wali Kota Solo tersebut. Mana yang betul?
Belum lagi dengan mencuatnya rumor politik lainnya seperti seputar beredarnya transkrip pembiaraan elit pimpinan partai politik dan petinggi instansi penegakan hukum terkait kasus korupsi bus Transjakarta yang ikut menyinggung nama Gubernur DKI Jakarta, yang kini calon RI-1 berdasar penetapan hasil rekapitulasi suara oleh KPU dinyatakan pasangan Jokowi-JK memenangi Pilpres 2014. Ini yang juga harus diklarifikasi oleh Jokowi.
Untuk menjawab itu semua, kalau perlu Jokowi pasang badan mengklarifikasi secara transparan guna menuntaskan gonjang-ganjing kasus dan gunjingan ini. Apalagi dalam hal ini Jokowi selalu dicitrakan sebagai sosok pemimpin yang jujur. Jadi katakanlah sejujurnya, semanis dan sepahit apapun ini merupakan bagian dari tanggungjawab moralitas politik sebagai seorang pemimpin.
Sehingga jangan sampai ada dusta di antara kita. Karena salah satu yang dipegang dari seorang pemimpin adalah omongannya, satunya kata dengan perbuatan. Bukan sebaliknya, tiada satunya kata dengan perbuatan.
Sehingga begitu meninggalkan Balai Kota dan dilantik RI-1, Jokowi tidak menyisakan piring kotor. Mumpung masih ada waktu sekitar 2,5 bulan untuk dituntaskan.
Kita rasa masih ada cukup waktu bila memang ada political will dalam diri Jokowi untuk usut tuntas kasus ini sebelum 20 Oktober 2014 nanti. Meski penetapan keterpilihan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014 oleh KPU kini sedang digugat oleh kubu pasang Prabowo-Hatta ke ranah sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Di sini Jokowi diuji sejauhmana komitmen keseriusan Gubernur DKI Jakarta dalam menuntaskan kasus korupsi yang didalamnya ikut menyandera namanya.
Selain itu juga untuk menunjukkan komitmen Jokowi dalam upaya memerangi korupsi. Karena gagasan “Revolusi Mental” yang digembor-gemborkan Jokowi harus juga disertai adanya keberanian memerangi korupsi yang kini banyak menjangkiti mentalitas kalangan aparat penyelenggara negara.
Apalagi Jokowi selalu dicitrakan sebagai sosok pemimpin jujur. Dengan menyandang pencitraan jujur, pastinya Jokowi juga akan berlaku jujur dalam menuntaskan kasus korupsi Transjakarta ini, apalagi namanya ikut tersandera didalammnya. Pastinya Jokowi tidak mau penuntasan kasus ini terus menggantung, apalagi namanya ikut tersandera didalamnya.
Bagaimana “Revolusi Mental” bisa diwujudkan kalau di tingkat pemimpin atau elit politiknya sendiri tidak mengawali merevolusi mentalitas dirinya dengan prilaku memberi contoh dan ketauladanan. Baik buruk mentalitas pemimpin inilah yang akan menjadi contoh ketauladanan, diguguh dan ditiru.
Pesta Pilpres 2014 telah usai, tidak ada lagi satu, tidak ada lagi dua, yang ada rakyat menunggu janji. Sebelum menepati janji-janjinya yang diucapkan saat debat capres-cawapres atau di kala kampanye, apa itu kartu pintar, kartu sehat, pembangunan infrastruktur tol laut atau renegosiasi penjualan satelit Indosat, alangkah baiknya bila terlebih dulu usut tuntas kasus korupsi Transjakarta.
Simpan dulu nama-nama orang yang masuk di bursa calon menteri kabinet Trisakti untuk kemudian dikocok pada waktunya, mendingan di sisa waktu sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi tuntaskan saja dulu kasus korupsi bus Transjakarta, itu jauh lebih penting dan jauh lebih bermartabat sebelum meninggalkan Balai Kota.
Justru di sini komitmen dan keseriusan Jokowi memerangi korupsi diuji dan dipertaruhkan. Kita tunggu, semoga!  [Alex Palit, Tribun]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar