Sabtu, 11 Januari 2014

Untuk Kesekian Kalinya Ucok Sky Kadafi Cemooh Jokowi

Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Ucok Sky Kadafi, untuk kesekian kalinya mencemooh  langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Kali ini Ucok mencemooh langkah Jokowi memberikan sebagian anggaran daerahnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk program nasional adalah melanggar Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Bahkan, ujar Ucok, tidak ada program pemerintah pusat yang justru merepotkan APBD pemerintah daerah agar program pusat sukses.
Selama ini pemerintah pusatlah yang membantu program kerja daerah untuk mendukung program pemerintah pusat, bukan sebaliknya. "Yang namanya program pemerintah pusat jangan sampai bikin susah di daerah. Kalau kaya gitu hilangkan aja programnya," ia mengungkapkan.
"Sebenarnya nggak boleh. Itu sudah diatur dalam undang-undang," katanya saat dihubungi SH, Jumat (10/1). Hal itu diungkapkan menanggapi adanya penandatanganan kerja sama atau memorandum of understanding (MoU) antara Pemprov DKI dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Ucok menegaskan, jika warga Jakarta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak menerima fasilitas yang sama sesuai program DKI sebelumnya, yaitu Kartu Jakarta Sehat (KJS), Pemprov DKI tidak dapat melakukan protes.
Hal itu sudah tercantum dalam MoU. Bahkan, menurut Ucok, apabila setiap daerah menyerahkan APBD untuk BPJS Kesehatan, pemerintah daerah harus mengikuti sistem birokrasi cukup panjang, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Polemik
"Kalau kaya gitu, DKI perlu proses panjang minta persetujuan DPRD, kemudian DPR," ujarnya.
Ia pun mendukung sebagian pemerintah daerah yang sampai saat ini belum melakukan MoU dengan BPJS Kesehatan. Hal ini, menurut Ucok, sudah terlihat beberapa waktu lalu ketika Jokowi mengaku akan berkoordinasi kembali dengan Direktur BPJS Kesehatan.
Ini karena ternyata dalam pelayanannya berbeda dengan KJS. "Kalau sudah tanda tangan MoU, kalau ada perubahan di tengah jalan, itu juga sulit. Wong sudah sepakat, ya kalau ada perbedaan harusnya dari awal dicek terlebih dahulu," tuturnya.
Pada 1 Januari 2014, DKI Jakarta secara resmi telah mengikuti program pemerintah pusat dalam penerapan Jaminan Kesehatan Nasional. DKI Jakarta yang sebelumnya sudah menjalankan program KJS akan menyesuaikan dengan sistem yang dibangun pemerintah pusat. Dalam hal ini, Joko Widodo dengan BPJS Kesehatan telah menandatangani MoU kerja sama dalam penerapan JKN, di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan.
Sebagaimana terjadi, pemberlakuan JKN yang diluncurkan pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan) berupa asuransi nasional untuk seluruh rakyat Indonesia, kini masih menjadi polemik. Polemik ini terjadi di berbagai daerah. Salah satunya di DKI Jakarta karena sebelumnya Pemprov DKI Jakarta sudah melaksanakan program KJS. Warganya gratis berobat.
Di Jakarta, KJS yang merupakan program Jokowi, adalah sebagai pengganti Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). KJS ini diluncurkan setelah Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta dilantik. Sebagian alokasi anggaran untuk peserta KJS yang sebelumnya ada 3,5 juta warga, 1,2 juta warga akan diambil alih BPJS Kesehatan. 

Sumber :
sinarharapan.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar