Akademisi Universitas Trisaksi, Yayat Supriatna, menilai bahwa
kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubenur Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) telah membuat perubahan. Meski demikian, kinerja Jokowi
harus didukung dengan gerak extra cepat aparat di bawahnya.
Yayat mengatakan, cara Jokowi mempengaruhi struktur dalam
masyarakat dapat memenuhi kehausan warga atas keberadaan seorang
pemimpin. Dengan pendekatan moral untuk mengangkat posisi masyarakat.
Menurut Yayat, Jokowi merupakan aktor yang bisa mengubah
masyarakat dalam sebuah struktur. Pengamat tata kota itu menilai bahwa
warga yang selama ini tidak peduli dengan Jakarta, kini tiba-tiba peduli
terhadap gubernurnya.
"Mungkin selama ini masyarakat kita itu haus dari sentuhan
pendekatan kepemimpinan yang mau mengangkat posisi mereka," kata Yayat di Jakarta, Selasa (10/09/2013).
Menurut Yayat, program-program unggulan Jokowi seperti jaminan
kesehatan, pendidikan, maupun rumah susun telah mengubah persepsi
masyarakat terhadap pemerintah. Jokowi juga telah berhasil melakukan
suatu hal yang sebelumnya mustahil dilakukan dengan cara persuasif,
yakni penertiban pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang, Pasar Minggu,
dan rumah warga di Waduk Pluit.
"Yang menjadi menarik kalau kita lihat dari masyarakat itu setiap
ada upaya-upaya penataan kenapa tidak terjadi resistensi penolakan
dalam bentuk kekerasan? Kenapa kok sekarang manut (menurut)?" kata Yayat.
Hal lain yang menjadi catatan positif dari Jokowi, kata Yayat,
adalah upaya Pemerintah Provinsi DKI dalam membangun kota berbasis
kebudayaan.
Maka kemudian lahirlah berbagai acara festival, pesta
muda-mudi, ulang tahun Jakarta yang sedemikian meriah, malam Tahun Baru,
dan sebagainya. Yayat berpendapat bahwa gagasan seperti inilah yang
dibutuhkan oleh warga Jakarta yang selama ini merindukan acara hiburan
murah meriah.
Selain itu, Yayat juga menilai bahwa gaya kepemimpinan Jokowi dan
Basuki yang sangat bertolak belakang menjadi suatu kombinasi yang
saling melengkapi satu sama lain. "Ada kombinasi antara Pak Jokowi di
depan yang kalem dan Pak Ahok (Basuki) di belakang yang terbuka. Pak
Ahok ini yang menjadi sounding. Ini ibarat saling memperkuat," katanya.
Yayat juga mengapreasiasi gaya Jokowi dalam menata birokrasi,
terutama dalam proses seleksi terbuka. Menurut dia, birokrasi di Jakarta
telah diubah sehingga memberikan bagi pegawai-pegawai yang memiliki
kemampuan dalam melakukan terobosan. Meski demikian, Yayat mengingatkan
agar aparat di bawah Jokowi juga harus bergerak sama cepat ide-ide yang
dilontarkan Jokowi.
"Jangan terkesan Jokowi centris. Jangan apa-apa harus
Pak Jokowi yang harus memperbaiki semua. Stafnya yang di bawahnya ini
kan harus cepat mengikuti bergerak," ujarnya.
Yayat memaklumi bahwa ada sejumlah masalah yang belum dapat
dipecahkan oleh Jokowi dan Basuki dalam waktu dekat. Dalam pembangunan mass rapid transit
(MRT) dan pembenahan angkutan umum, misalnya, diperlukan waktu panjang
karena prosesnya juga tidak singkat. Demikian pula pekerjaan-pekerjaan
fisik lain.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar