Senin, 10 Juni 2013

Wacana Jokowi Nyapres Membuat PDIP dalam Dilema

Nama Jokowi terus berkibar, khususnya setelah mantan wali kota Solo itu berhasil menjadi orang nomor satu di Ibukota. Jokowi bukan saja menjadi media darling, tapi juga bak public darling. Harapan perubahan dari masyarakat Jakarta tertumpu di pundak Jokowi.
Besarnya espektasi masyarakat terhadap Jokowi tidak berhenti pada level DKI saja. Sebagian besar masyarakat bahkan juga mendorong tokoh penggemar musik aliran rock ini juga maju menjadi calon presiden karena Indonesia memerlukan perubahan. Hal itu tergambar dalam sejumlah survei yang selalu menempatkan Jokowi di posisi teratas, melampaui tokoh-tokoh nasional lainnya.
Beberapa partai politik bahkan melirik Gubernur DKI Jakarta ini untuk diduetkan dengan jago capresnya masing-masing. Sebut saja misalnya Partai Gerindra yang menggadang-gadang duet Prabowo-Jokowi, ataupun Partai Golkar dengan wacana duet Ical-Jokowi. Namun ekspektasi politik yang besar terhadap Jokowi tenyata berdampak kepada internal PDIP. Partai tempat Jokowi bernaung ini terposisikan dalam situasi dilema.
"Iya, inilah dilema bagi PDIP," ujar Direktur Center of Election and Political Party (CEPP) Universitas Indonesia, Reni Suwarso, saat berbincang dengan detikcom, Minggu (9/6/2013).
Menurut Reni, PDIP memang telah memberikan lampu hijau untuk kemungkinan kader mudanya maju bertarung di Pilpres 2014. Kader muda termasuk Jokowi di dalamnya. Sebab, saat ini praktis belum terlihat tokoh yang bakal muncul dari partai besutan Megawati Soekarnoputri itu untuk menjadi calon presiden. Sementara sang ketua umum, Megawati, hampir dipastikan tidak akan maju lagi.
Dilema PDIP, menurut dosen FISIP UI ini, karena saat ini tidak ada tokoh PDIP yang menonjol dengan elektabilitas tinggi kecuali Jokowi. Sementara Jokowi harus menuntaskan kepercayaan warga Jakarta sebagai gubernur DKI.
Di sisi lain, parpo-parpol lain sepertinya tak sabar 'meminang' atau sekadar mendompleng popularitas Jokowi.
"Saya tidak yakin. Saya melihat Jokowi orang yang bertanggung jawab, loyal dan bukan oportunis. Dia bukan tipe 'kutu loncat' dari partainya. Saya yakin dia akan buktikan janjinya dulu di Jakarta," kata Reni.
Wacana koalisi PD menggandeng PDIP dengan membuka pintu bagi Jokowi untuk mengikuti konvensi capres PD, menurut Reni sebagai sesuatu yang sangat sulit dibayangkan. Sebab menurut dia, PD dan PDIP berada di kutub yang saling bertolak belakang baik secara ideologi, maupun pimpinan politik dan sejarah.
"Meskipun dalam politik tidak ada teman dan lawan abadi, tapi agak sulit membayangkan PD dan PDIP berkoalisi. Keduanya partai besar, akan sulit menentukan siapa capres, siapa yang cawapres," imbuhnya.
Reni juga mengatakan meski unggul di banyak survei dengan elektabilitas tertinggi, Jokowi diyakini tidak akan gegabah maju sebagai capres. Dia berargumen, popularitas Jokowi pada kenyataannya tidak cukup mampu memenangkan jago PDIP di Pilgub Jabar, Sumut dan Bali. Kalaupun menang di Jateng, menurut Reni tidak lain karena provinsi tersebut memang dikenal sebagai basis kuat PDIP.
"Memang Jokowi digadang-gadang dan dielu-elukan, tapi waktu Jawa Barat, Sumut dan Bali Jokowi datang, tetap kalah. Jawabannya adalah Indonesia itu dari Aceh sampe Papua, bukan cuma Jateng. Saya rasa Jokowi belum. Belum bisa dipastikan siapa dari PDIP selain Ibu (Megawati). Meski sudah ada lampu hijau untuk kader muda," pungkas Reni.


Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar