Nama Jokowi terus berkibar, khususnya setelah mantan wali kota Solo itu
berhasil menjadi orang nomor satu di Ibukota. Jokowi bukan saja menjadi media darling, tapi juga bak public darling. Harapan perubahan dari masyarakat Jakarta tertumpu di pundak Jokowi.
Besarnya
espektasi masyarakat terhadap Jokowi tidak berhenti pada level DKI
saja. Sebagian besar masyarakat bahkan juga mendorong tokoh penggemar
musik aliran rock ini juga maju menjadi calon presiden karena Indonesia
memerlukan perubahan. Hal itu tergambar dalam sejumlah survei yang
selalu menempatkan Jokowi di posisi teratas, melampaui tokoh-tokoh
nasional lainnya.
Beberapa partai politik bahkan melirik Gubernur
DKI Jakarta ini untuk diduetkan dengan jago capresnya masing-masing.
Sebut saja misalnya Partai Gerindra yang menggadang-gadang duet
Prabowo-Jokowi, ataupun Partai Golkar dengan wacana duet Ical-Jokowi.
Namun ekspektasi politik yang besar terhadap Jokowi tenyata berdampak
kepada internal PDIP. Partai tempat Jokowi bernaung ini terposisikan
dalam situasi dilema.
"Iya, inilah dilema bagi PDIP," ujar
Direktur Center of Election and Political Party (CEPP) Universitas
Indonesia, Reni Suwarso, saat berbincang dengan detikcom, Minggu
(9/6/2013).
Menurut Reni, PDIP memang telah memberikan lampu
hijau untuk kemungkinan kader mudanya maju bertarung di Pilpres 2014.
Kader muda termasuk Jokowi di dalamnya. Sebab, saat ini praktis belum
terlihat tokoh yang bakal muncul dari partai besutan Megawati
Soekarnoputri itu untuk menjadi calon presiden. Sementara sang ketua
umum, Megawati, hampir dipastikan tidak akan maju lagi.
Dilema
PDIP, menurut dosen FISIP UI ini, karena saat ini tidak ada tokoh PDIP
yang menonjol dengan elektabilitas tinggi kecuali Jokowi. Sementara
Jokowi harus menuntaskan kepercayaan warga Jakarta sebagai gubernur DKI.
Di sisi lain, parpo-parpol lain sepertinya tak sabar 'meminang' atau sekadar mendompleng popularitas Jokowi.
"Saya
tidak yakin. Saya melihat Jokowi orang yang bertanggung jawab, loyal
dan bukan oportunis. Dia bukan tipe 'kutu loncat' dari partainya. Saya
yakin dia akan buktikan janjinya dulu di Jakarta," kata Reni.
Wacana
koalisi PD menggandeng PDIP dengan membuka pintu bagi Jokowi untuk
mengikuti konvensi capres PD, menurut Reni sebagai sesuatu yang sangat
sulit dibayangkan. Sebab menurut dia, PD dan PDIP berada di kutub yang
saling bertolak belakang baik secara ideologi, maupun pimpinan politik
dan sejarah.
"Meskipun dalam politik tidak ada teman dan lawan
abadi, tapi agak sulit membayangkan PD dan PDIP berkoalisi. Keduanya
partai besar, akan sulit menentukan siapa capres, siapa yang cawapres,"
imbuhnya.
Reni juga mengatakan meski unggul di banyak survei
dengan elektabilitas tertinggi, Jokowi diyakini tidak akan gegabah maju
sebagai capres. Dia berargumen, popularitas Jokowi pada kenyataannya
tidak cukup mampu memenangkan jago PDIP di Pilgub Jabar, Sumut dan Bali.
Kalaupun menang di Jateng, menurut Reni tidak lain karena provinsi
tersebut memang dikenal sebagai basis kuat PDIP.
"Memang Jokowi
digadang-gadang dan dielu-elukan, tapi waktu Jawa Barat, Sumut dan Bali
Jokowi datang, tetap kalah. Jawabannya adalah Indonesia itu dari Aceh
sampe Papua, bukan cuma Jateng. Saya rasa Jokowi belum. Belum bisa
dipastikan siapa dari PDIP selain Ibu (Megawati). Meski sudah ada lampu
hijau untuk kader muda," pungkas Reni.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar