Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) berbagi cerita saat memimpin
Solo dan Jakarta. Masalah dua kota itu nyaris sama, bedanya di angka
anggaran.
Jokowi berpendapat diperlukan manajemen kontrol yang
tepat agar anggaran yang digelontorkan tidak morat-marit. Ia punya
beberapa strategi agar penggunaan anggaran tepat sasaran dan transparan.
"Di
Jakarta memang banyak yang menyampaikan masalah, di semua tempat sama.
Cuma di Jakarta anggarannya besar sekali. Kalau manajemen yang kita
lakukan tidak fokus, saya kira uang itu akan morat-marit. Saya di Solo
selama 5 tahun cuma megang Rp 3,5 triliun. Di sini 5 tahun bisa-bisa di
atas Rp 200 triliun, kan besar sekali. Tinggal bagaimana mengelola dan
memanage kegiatan-kegiatan," papar Jokowi.
Hal ini disampaikan
Jokowi saat memberikan kuliah umum kepemimpinan di hadapan 20 siswa
Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri di Main Hall Mapolda Metro Jaya,
Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (5/3/2013).
Yang dimaksud anggaran itu adalah APBD. Untuk APBD 2013 saja Jokowi harus mengelola Rp 49,9 triliun.
Jokowi
lalu memaparkan sejumlah strategi yang telah diterapkan dalam mengelola
pendapatan dan kegiatan-kegiatan penanganan masalah.
"Yang kita
lakukan di sisi pendapatan, mengonlinekan. Saya bicara manajemennya,
mulai Januari kita onlinekan pajak hotel, pajak tempat hiburan, sekarang
online," ujar dia.
Ia juga menerapkan program pembayaran
e-ticket untuk TransJakarta. "Kita lakukan kayak busway. Kita mulai juga
e-ticket karena masa zamannya gini tukang karcis pulang gotong karung
cash, bahaya. Jadi e-ticket sangat membantu. Pendekatannya manajemen,"
kata Jokowi yang terbalut kemeja warna putih ini.
Masalah PKL
Untuk
masalah PKL, menurut Jokowi, baik Solo maupun Jakarta memiliki masalah
serupa. Solusinya pun sama yakni dengan memberikan ruang bagi PKL untuk
berdagang.
"Kaki lima sama saja, di Solo 5.817 PKL, saya hapal di
gang apa kampung apa semuanya. Di sini kira-kira 80.000 tapi
penanganannya sama, bagaimana memberikan space dan ruang," kata dia.
Ia berpendapat PKL kelas besar dan kecil perlu diberi ruang di mal dan supermarket agar tidak lagi berjualan di jalanan.
"Kalau
nanti kantong-kantong PKL dan kawasan PKL, disiapkan ke sana. Tapi
bahwa mereka harus diberi ruang itu harus. Sekali lagi based data harus
komplet dan dikunci, jangan sampai dia pulang terus bawa tetangganya 20
itu harus dihindari," kata pria kelahiran Surakarta ini.
Ia meminta aparat Satpol PP harus tegas saat menghadapi PKL.
"Tapi
jangan kasar, mentang-mentang rakyat kecil semau gue, tidak bisa. Jadi
saya tekankan terus Satpol PP kita. Ini sudah mulai dengan memberi
tenda, penataan bukan dari APBD tapi dari CSR, kemarin pas APBD kita
belum diketok. Yang antre banyak sekali, tapi nanti dulu kita data dulu
mereka," kata sarjana Kehutanan UGM ini.
Sumber :
news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar