Rabu, 02 Januari 2013

Anggaran Pendidikan DKI Banyak Dikorup, Apa Kata Jokowi?

Berdasarkan hasil penelitian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan Provinsi DKI Jakarta rawan akan korupsi.
Anggaran pendidikan di Ibu Kota adalah paling banyak dikorupsi dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengaku belum mendapatkan laporan sehingga ia belum dapat berkomentar.
"Saya enggak mengerti. Saya belum mengerti. Aslinya memang belum mengerti kalau saya ngomong belum mengerti ya belum tahu. Mungkin sudah dilaporkan hanya belum sampai ke meja saya. Kalau nanti saya jawab, ternyata malah terbersih bagaimana hehehe," kata Jokowi seraya tertawa, di Balaikota Jakarta, Rabu (2/1/2013).
Sementara itu menurutnya, seluruh sistem yang ada mulai dari Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) hingga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus mulai diperbaiki.
Jokowi percaya kalau memang ada laporan dari PPATK, berarti laporan tersebut valid dan dapat dipercaya.
"Kalau ada data seperti itu, apalagi kalo benar yang berbicara itu PPATK ya berarti itu sangat valid," ujar Jokowi.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada kajian Semester II tahun 2012, PPATK menyebutkan terdapat tiga provinsi dengan indikasi transaksi mencurigakan terkait bidang pendidikan terbesar di Indonesia.
Ketiga provinsi itu adalah DKI Jakarta (58,6 persen), Sumatera Utara (10,7 persen), dan Riau (7,9 persen). Selain itu, analisis PPATK juga menunjukkan DKI Jakarta sebagai provinsi yang diduga melakukan penyalahgunaan anggaran di bidang pendidikan dengan jumlah 33,3 persen.
Sumber dana yang disalahgunakan, khususnya dalam bidang pendidikan, paling banyak bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 37 persen. Setelah itu, APBD bidang pendidikan (non-BOS/DAK) 19 persen serta dana yang bersumber dari hibah dan BOS yakni 16 persen dan 15 persen.
Adapun modus yang dilakukan mayoritas adalah dengan menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri sebesar 27 persen, menggelapkan uang (11 persen), tidak menyelesaikan proyek (10 persen), proyek fiktif (9 persen), dan pengadaan tanpa tender (7 persen).
Faktor yang menjadi penyebab utama penyalahgunaan APBN/APBD di bidang pendidikan berdasarkan analisis PPATK adalah kewenangan yang besar, kurangnya pengawasan atas mekanisme penggunaan dana, dan kurangnya transparansi.

Sumber :
megapolitan.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar