Pada hari Kamis 30 Januari 2014, Gubernur DKI Jakarta Jokowi Widodo (Jokowi) dan sejumlah pejabat
Dinas Perhubungan DKI, serta rombongan wartawan mencoba bus baru
Transjakarta. Bus bertolak dari Shelter Pinang Ranti, Makassar, Jakarta
Timur.
Jokowi memilih duduk di bagian tengah. AC terasa dingin
meski bus itu penuh penumpang. Jokowi yang sejak Kamis dini hari tak
tidur karena memantau ketinggian air di bendung Katulampa, Bogor,
menjadikan perjalanan uji coba itu untuk beristirahat.
Meski tak
mendapatkan tempat duduk, menurut saya, perjalanan dengan bus baru ini
cukup nyaman.
Akan tetapi, belum satu kilometer bus berjalan, ada
goncangan yang cukup keras. Rupanya, bus melintasi jalur rusak. Sang
pramudi mengerem mendadak karena ada kendaraan roda dua yang memotong
jalan. Sementara, ketika melintas Jalan MT Haryono, bus melintas di luar
jalur. Saya pun bergumam, "Mana bisa dilintasi, jalurnya saja ketutup
pohon-pohon. Banyak pedagang kaki lima juga. Belum lagi ada mobil dan
motor yang parkir. Ke mana saja petugas Satpol PP dan Dishub ini ya."
Belum
selesai bergumam, salah seorang rekan wartawan berkata, "Waduh,
jembatan Busway itu sayang banget, bolong-bolong," ujarnya sambil
menunjuk ke arah jembatan yang dimaksud.
Hal ini membuat saya tersadar bahwa transportasi yang diresmikan 15 Januari 2004 itu masih memerlukan banyak pembenahan.
Pertanyaannya,
apakah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serius ingin menghadirkan
transportasi masal yang nyaman, aman, dan dikelola secara profesional?
Jika ya, apa sulitnya membenahi sejumlah celah yang masih perlu
penyempurnaan?
Belum Kompak
Kepala Unit
Pelaksana (UP) Transjakarta Pargaulan Butarbutar mengakui, belum ada
kekompakan antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mewujudkan
Transjakarta menjadi transportasi andalan.
Menurut Pargaulan,
daripada bekerja sama dengan lembaga di lingkungan Pemprov DKI, lebih
membuahkan hasil jika bekerja sama dengan Kepolisian. Ia mengungkapkan,
contohnya saat upaya sterilisasi jalur Transjakarta pada November 2013.
"Sebelum
November itu keluhan yang masuk ke kami kebanyakan jalur tidak steril,
jadi tetap macet dan sebagainya. Setelah steril jalurnya, keluhanya
berkurang. Penumpang puas," ujar Pargaulan.
Indikatornya, kata
dia, jumlah penumpang sebelum November 2013 lalu, sekitar 310.000 orang
penumpang per harinya. Setelah diberlakukan sterilisasi jalur, jumlah
penumpang melonjak hingga mencapai 370.000 penumpang per hari. Jumlah
itu perlahan terus meningkat seiring penambahan bus baru.
Lantas,
bagaimana dengan perbaikan infrastrukur pendukung lainnya? Ditanya soal
ini, Pargaulan hanya tersenyum. Sepertinya, senyum itu ekspresi pasrah
atas ketikakkompakan antara lembaga di Pemprov DKI. Menurutnya, keluhan
ketidaknyamanan infrastruktur selama ini telah direspons dengan
mengirimkan surat ke instasi yang berwenang. Ia menekankan, UP
Transjakarta berwenang pada urusan armada dan operator.
Sementara,
jalur rusak merupakan kewenangan Dinas Pekerjaan Umum. Pohon-pohon yang
mengganggu jalur Transjakarta kewenangan Dinas Pertamanan dan
Pemakaman.
"Ya mungkin saja masing-masing dinas punya mekanisme
serta prosedur sendiri dalam penganggarannya. Jadi uang ke luarnya
lama. Kami positive thingking aja," katanya.
"Tujuan kami mungkin
baik. Tapi kalau melanggar prosedur, ya tak bisa. Kami ini kan pegawai
negeri sipil. Harus prosedural,"lanjutnya.
"Project Oriented"
Sementara
itu, pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga menilai,
wajar saja ketidaknyamanan transportasi massa terjadi. Sebab, seluruh
SKPD di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, terutama yang mengurus
infrastruktur hanya berorientasi pada proyek, bukan berorientasi pada
penyelesaian permasalahan lapangan.
"Harusnya kan bukan project
oriented, tapi problem oriented. Maksudnya, harusnya tidak perlu nunggu
instruksi. Wong sudah jelas apa masalahnya. Langsung dianggarkan,
kerjakan," ujarnya.
Nirwono tidak setuju jika proses penganggaran
menjadi satu-satunya biang keterlambatan pembenahan infrastruktur.
Sebab dinas terkait diyakini mendapat laporan bahwa ada infrastruktur
yang perlu pembenahan demi pelayanan maksimal masyarakat.
Ia
yakin, sejak mulai menjabat, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta,
Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama telah mempunyai desain program
pembenahan infrastruktur di bidang transportasi. Seharusnya, dinas-dinas
tak ragu lagi untuk 'menyabet' pelaksanaan pembenahan infrastruktur
tersebut. Ia pun berharap lambannya kerja SKPD masuk ke dalam evaluasi
kerja akhir tahun atau tengah tahun Pemerintah Provinsi Jakarta.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar