Kamis, 19 September 2013

Jokowi-PDIP Jadi Rebutan

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dipastikan  akanl menjadi rebutan partai politik (parpol) peserta Pemilu 2014, terutama menghadapi pemilu presiden (pilpres). Pasalnya, Pemilu 2014 diyakini menjadi milik Jokowi dan PDI-P.
Sejumlah parpol tak menampik kemungkinan berkoalisi dengan PDI-P atau sekadar menggaet Jokowi untuk diajukan dalam pilpres mendatang. Namun, keputusan tersebut baru diambil setelag melihat hasil perolehan suara pada pemilu legislatif.
Demikian rangkuman wawancara dengan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan, Sekjen Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Patrice Rio Capella, serta sejumlah pakar politik, yakni peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby, peneliti dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin, pakar politik dari LIPI Siti Zuhro, peneliti dari Formappi Lusius Karus, dan pakar politik dari Charta Politika Arya Fernandes, di Jakarta, Rabu (18/9/2013) dan Kamis (19/9/2013).

Fadli Zon mengakui Jokowi merupakan sosok pekerja keras dan tokoh yang disukai publik. Selama menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Jokowi dinilai masih on the right track.
Mengenai kemungkinan Jokowi dipinang sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto, Fadli mengakui semua kemungkinan bisa saja terjadi. Namun, keputusan-keputusan politik yang signifikan baru akan diambil setelah Gerindra mengetahui hasil pemilu legislatif.

Hal senada disampaikan Patrice Rio Capella. Sebagai partai baru, Nasdem tidak menutup diri terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi, termasuk mengusung atau berkoalisi dengan PDIP dan Jokowi. “Seluruh kemungkinan pasti ada, tetapi semuanya bergantung hasil Pemilu Legislatif 2014. Kami tidak menutup diri terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi,” kata Rio.


Sedangkan, Ramadhan Pohan mengakui tidak mempunyai masalah dengan PDI-P. Karena itulah, menurutnya, Partai Demokrat dan PDI-P tetap berpeluang untuk berkoalisi pada Pilpres 2014. “Ketika Demokrat dan PDI-P sama-sama kuat pada Pemilu 2014, lalu kita koalisi, itu bagus sekali,” kata Pohan.
Akan tetapi, dia mengingatkan, pilpres masih cukup lama. “Kalau sekarang kita belum bisa putuskan koalisi dengan partai mana. Semua bergantung pada pemilu legislatif,” tandasnya.

Diumumkan Januari 2014

Menanggapi hal tersebut, politisi senior PDI-P Sabam Sirait mengungkapkan, partainya berencana mengumumkan nama capres paling lambat Januari 2014. “Tapi kalau ada hal luar biasa, mungkin bisa dipercepat,” ujarnya.



Secara terpisah, Adjie Alfaraby menilai jika Jokowi menjadi capres dari parpol lain, elektabilitasnya tidak setinggi jika diajukan PDI-P. “Saya pikir Jokowi tipe politisi yang loyal dan punya etika dalam politik. Terlihat juga selama ini dia bukan tipe yang ngotot dan bermanuver dalam berpolitik. Dia menghargai proses di partainya. Saya pikir sulit bagi Jokowi untuk menjadi capres partai lain tanpa restu PDI-P,” ujarnya.
Menurutnya, meskipun PDI-P tidak jadi mengusung Jokowi, peluangnya untuk menang tetap ada, meskipun tidak sebesar jika memajukan Jokowi sebagai capres. Posisi inilah yang membuat keraguan di internal PDI-P, antara mengusung Jokowi yang bukan figur lama, atau mendorong Megawati untuk kembali maju. “Semua keputusan bergantung pada Megawati,” tegasnya
Namun, dia mengingatkan, kegamangan di PDI-P soal pencapresan Jokowi juga menjadi keraguan publik. Jika penetapan capres dilakukan pascapemilu legislatif, PDI-P tidak akan maksimal memperoleh “Jokowi effect”.

 Sementara itu, menurut Said Salahudin, PDI-P menjadi magnet setidaknya karena dua hal. Pertama, mereka adalah partai oposisi yang posisinya diuntungkan akibat partai pemerintah dianggap tidak memuaskan rakyat. Kedua, mereka memiliki Jokowi yang diperkirakan berpeluang menang dalam pilpres.
“Jadi kalau parpol lain ngebet berkoalisi dengan PDI-P pada pilpres nanti, itu hal yang wajar-wajar saja,” ujarnya.


Senada dengannya, Siti Zuhro mengemukakan Pemilu 2014 bisa menjadi miliki PDIP dan Jokowi, bila iklim politik bisa dipertahankan seperti saat ini. Artinya, Jokowi dan PDI-P mampu mempertahankan citranya, sehingga animo publik tidak berubah.
“Sinyal terakhir menunjukkan bahwa Megawati merespons kehendak publik dengan memberikan peran pada Jokowi. Dalam berbagai kesempatan juga menunjukkan kedekatannya dengan Jokowi. Sinyal itu juga dapat diterjemahkan bahwa Jokowi adalah kader PDI-P dan parpol lain jangan mencoba-coba menariknya dari PDI-P,” ujarnya.
Menurutnya, sebagai figur penting partai, Jokowi diharapkan dapat menjadi pendongkrak elektabilitas PDI-P di pemilu legislatif, sekaligus mampu memenangi pilpres. Dengan prediksi posisi di Pemilu 2014 yang bisa jadi cerah seperti itu, maka tak sedikit partai lain yang menengok dan ingin berkoalisi dengan PDI-P. Pada saat yang sama, partai-partai lain juga mulai membuat kalkulasi politik untuk memenangi pileg dan pilpres.
“Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, menyongsong pemilu 2014 ini partisipasi masyarakat dalam mengawal pemilu cukup menonjol. Rakyat tidak lagi berpangku tangan menunggu pasangan-pasangan capres-cawapres yang ditawarkan partai-partai, Kali ini rakyat ikut menentukan siapa calon yang mereka kehendaki. Jokowi termasuk yang paling mengena di hati rakyat karena dinilai bersahaja, komunikatif, tegas, konkret dan jujur,” tuturnya.

Sementara itu, Lusius Karus mengemukakan dominasi PDI-P dalam berbagai hasil survei tidak berdiri sendiri. Elektabilitas PDI-P di posisi puncak hanya berlaku jika capresnya adalah Jokowi. “Faktor Jokowi memberi efek pada elektabilitas PDI-P,” ujarnya.
Oleh karenanya, wacana sejumlah parpol merapat ke PDI-P dengan menempatkan Jokowi sebagai capres, merupakan cara parpol untuk mencuri daya magis mantan wali kota Solo itu. Namun, menurutnya, publik cukup paham dengan permainan instan parpol seperti ini.
“Publik sudah sulit mengubah persepsi Jokowi yang adalah kader PDI-P. Dia bukan tokoh yang gemar loncat pagar demi meraih kekuasaan,” tuturnya.


Secara terpisah, Arya Fernandes berpendapat PDI-P menyadari potensi yang dimiliki Jokowi. “Yang paling memiliki peluang besar mencapreskan (Jokowi, Red) adalah PDI-P. Dengan demikian, PDI-P dengan Jokowi tidak dapat dipisahkan,” katanya.



Sumber :
beritasatu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar