Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat tawaran utang baru dari World
Bank. Menteri Koordinator Perekonomian, Sofyan Djalil, mengatakan World
Bank menawarkan sejumlah utang baru dalam nominal besar untuk membantu
pembangunan infrastruktur Indonesia.
"Intinya bagaimana memanfaatkan pinjaman-pinjaman bilateral yang lebih murah, lebih long term untuk pembangunan infrastruktur kita," kata Sofyan seusai bertemu
perwakilan lembaga donor dunia itu di kantor Kementerian Koordinator
Perekonomian di Jakarta, Senin (8/12/2014).
Saat
ditanya, berapa dana yang bakal dikucurkan World Bank? Sofyan hanya
mengatakan nominal yang mereka tawarkan cukup besar dan lebih
menguntungkan dibanding penerbitan global bond oleh pemerintah.
"Oh besar sekali, pokoknya tinggal nanti negoisasi dengan tim mereka,"
ucap Sofyan yang hendak bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara.
Sofyan
memaparkan, perwakilan pemerintah bisa bernegosiasi dengan World Bank
untuk membicarakan tujuan pinjaman, seperti pembangunan pembangkit
listrik atau infrastruktur lainnya. "Intinya bunganya lebih murah,
kemudian waktu pembayaran panjang. Tapi lebih murah daripada pinjaman
penerbitan global bond," jelas Sofyan.
Sofyan menambahkan, kedatangan World Bank bisa menambah ragam
pembiayaan infrastrktur bagi pemerintah. Sebelumnya pemerintah Jepang
dan Korea Selatan telah menyatakan kesiapannya untuk membiayai
pembangunan di Tanah Air. "Itu (besarannya) berbeda-beda, intinya kami
manfaatkan pinjaman multilateral dan bilateral untuk sedapat mungkin
mengurangi pinjaman komersial," ujarnya.
Mengutip data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian
Keuangan, total utang luar negeri pemerintah hingga Mei lalu mencapai Rp
678,81 triliun. Utang tersebut berasal dari empat sumber, dua sektor
utama dari pinjaman bilateral dan multilateral, serta sektor komersial
bank dan suppliers.
Total pinjaman bilateral mencapai Rp 367,10 triliun atau setara dengan
53,9 persen dari pinjaman luar negeri, dengan pemberi pinjaman terbesar
adalah Jepang sebesar Rp 243,70 triliun, disusul Prancis sebesar Rp
24,96 triliun, dan Jerman sebesar Rp 22,20 triliun. Sedangkan gabungan
sindikasi pinjaman dari negara lain sebesar Rp 76,24 triliun.
Sedangkan pinjaman multilateral tercatat sebesar Rp 271,05 triliun atau
sebesar 39,8 persen dari total pinjaman luar negeri Indonesia, dengan
pemberi terbesar adalah World Bank sebesar Rp 158,32 triliun, lalu ADB
Rp 103,37 triliun dan IDB 6,83 triliun. Sindikasi lainnya, yakni 2,54
triliun. Sementara itu, untuk pinjaman dari sektor komersial bank,
tercatat sebesar Rp40,36 triliun atau 5,9 persen, dan pinjaman dari
suppliers sebesar Rp 300 miliar, tidak mencapai 1 persen. [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar