Anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan orasi saat
menggelar aksi demo di Bundaran Gladak Solo, Jawa Tengah, Rabu (10/12/2014).
Mereka menuntut pemerintah menghentikan kekerasan militer di Papua dan
mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengusut kasus penembakan sejumlah warga
sipil saat unjuk rasa di Lapangan Karel Gibai, Enarotali, Kabupaten
Pinai, Papua, Senin (8/12/2014). Apa yang sebenarnya terjadi? Berikut ini ulasannya.
Indikasi Sabotase
Pemilik mobil Fortuner yang secara sengaja berkendara ke tempat
latihan perayaan Natal dengan tidak menyalakan lampu walau sudah malam
hari, merupakan indikasi kuat sengaja mencari gara-gara supaya terjadi
kerusuhan.
“Hal ini pantas dicurigai sebagai indikasi sabotase terhadap Presiden Jokowi, karena Jokowi akan berkunjung ke Papua pada
tanggal 27 Desember 2014 yang akan datang,” ujar Sihol Manullang, Ketua
Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (BaraJP), di Jakarta Selasa (9/12/2014).
Sihol mengkhawatirkan, kerusuhan sengaja direkayasa untuk memperkeruh
suasana. “Mau memberi kesan bahwa Papua tidak aman, yang berdampak pada
pengadaan sarana pendukung. Ini tidak sehat, tidak elegan. Komunikasi
tidak harus dengan penumpahan darah rakyat,” katanya.
Pengemudi mobil Fortuner tentu tahu, kendaraan yang melintas pada malam hari, pasti akan mendapat teguran dari warga.
Boleh jadi sudah direncanakan, siapa yang menegur, itulah yang
dipukul atau disiksa. Kemudian, penyiksaan berbuntut panjang, mobil akan
dicari warga.
“Dengan pemahaman budaya setempat, pengemudi mobil akan dianggap
sebagai biang-kerok penyiksaan, dan pengemudi mobil akan dicari untuk
balas dendam atau mobil akan dibakar. Reaksi masyarakat persis seperti
yang diharapkan, mobil dibakar dan massa berkumpul. Apakah ini
skenario?” kata Sihol.
Sihol mengharapkan supaya Kapolri dan Panglima TNI bertindak tegas,
memecat atasan aparat keamanan yang terlibat, mengadili semua pelaku dan
pihak yang turut serta dalam penembakan terhadap warga yang lemah.
5 Tewas
Lima korban tewas dalam aksi penembakan di Paniai, Papua. Korban
terakhir adalah Sadai Yeimo, seorang PNS. Sebelumnya empat warga yang
tewas adalah Habakuk Degei, Neles Gobai, Bertus Gobai, dan Apinus
Gobai. Sedangkan korban yang menderita luka-luka berjumlah 22 orang.
Ketua Dewan Adat Pania, Jhon Gobay, Senin (8/12/2014) malam menyatakan,
mayat warga sipil ditempatkan di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, yang
dijaga ratusan warga. “Mereka meminta pertanggungjawaban aparat keamanan
yang menembak,” tegasnya.
Peristiwa memilukan bermula dari penganiayaan seorang anak berusia
sekitar 12 tahun, di perbukitan Togokotu, Kampung Ipakiye, Paniai Timur,
Minggu (7/12/2014) malam sekitar pukul 24:00 WIT. Sebuah mobil Fortuner
warna hitam melintasi perbukitan Togokotu dengan kondisi lampu padam.
Persis di puncak perbukitan, di pondok Natal, menegur pengemudi,
meminta menyalakan lampu. Tak terima ditegur, terjadi pertengkaran
mulut. Mobil lantas melaju ke Posko Timsus 753 di Uwibutu, tak lama
kemudian mobil kembali ke pondok Natal, para penumpang mobil menganiaya
seorang anak.
Pada Senin (8/12/2014) pagi, rombongan masyarakat Kampung Ipakiye bergerak
menuju Kota Enarotali, 5 km dari kampung tersebut. Rombongan ingin
meminta penjelasan aparat keamanan tentang penganiayaan warga mereka.
Sekitar pukul 10:00 WIT, masyarakat melihat mobil yang mendatangi
pondok Natal pada Minggu malam. Mereka lantas membakar mobil Fortuner
itu. Kemudian massa berkumpul di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, sambil
bernyanyi dan menari. Namun, aparat keamanan menanggapi aksi tersebut
dengan melakukan penembakan untuk membubarkan massa.
Sementara itu, Koordinator Jaringan Damai (JDP) Pastor Neles Tebay
mengatakan, penembakan warga sipil di Paniai ini seperti kado Natal yang
memilukan. Setelah dua aparat tewas tertembak kelompok sipil
bersenjata, kini giliran warga sipil yang tewas. “Derita Papua ini
semakin memilukan,” kata Neles Tebay.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar