Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah mengkritik sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak dua anggota tim panitia seleksi hakim konstitusi bentukan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Refly Harun dan Todung Mulya Lubis. Menurut Basarah, muncul kesan adanya kepentingan pribadi di balik penolakan tersebut.
Basarah menjelaskan, nuansa kepentingan politik pribadi di balik penolakan tersebut muncul karena Ketua MK Hamdan Zoelva menyatakan berminat kembali maju untuk periode kedua.
Bagi politisi PDI Perjuangan itu, penolakan MK pada dua anggota tim pansel patut dicurigai karena lembaga tersebut tak memiliki hak untuk menolak tim pansel yang dibentuk presiden.
"Surat keberatan MK sarat dengan nuansa kepentingan politik Hamdan Zoelva. Muncul kesan bahwa Hamdan Zoelva ingin pansel diisi orang-orang yang mendukungnya," kata Basarah, saat dihubungi, Senin (15/12/2014).
Basarah mengungkapkan, pembentukan pansel maupun nantinya penetapan hakim konstitusi dari unsur pemerintah merupakan wewenang Presiden Jokowi yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun, termasuk oleh MK.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "MK mempunyai sembilan orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden."
Untuk menjamin proses penetapan hakim konstitusi yang transparan dan partisipatif, kata Basarah, sesuai perintah Pasal 19 UU tentang MK, maka presiden membentuk pansel untuk membantunya.
Sebelumnya, hakim konstitusi menolak Refly dan Todung sebagai anggota Pansel. Para hakim MK menilai, pemilihan kedua pakar hukum tersebut dapat memengaruhi proses seleksi yang diharapkan dapat berjalan secara objektif. (baca: Hakim Konstitusi Tolak Refly Harun dan Todung sebagai Anggota Pansel Hakim MK)
"Kiranya bapak presiden dapat mempertimbangkan kembali kedua anggota pansel, dengan harapan hakim konstitusi yang terpilih, nantinya dapat benar-benar menjaga independensi dan imparsialitas dalam melaksanakan kewenangan konstitusional MK," ujar Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar, dalam konferensi pers di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2014).
Menurut Gaffar, alasan para hakim MK menolak ditunjuknya Todung dan Refly sebagai anggota pansel, karena kedua nama tersebut merupakan ahli hukum yang sering beracara di MK. Keduanya beracara baik sewaktu mengajukan persidangan, maupun sebagai pengacara yang membela kliennya di MK.
Basarah juga menilai, Mahkamah Konstitusi telah melanggar UUD 1945 dan bertindak arogan terkait penolakan terhadap dua anggota tim panitia seleksi hakim konstitusi bentukan Presiden Jokowi, yakni Refly Harun dan Todung Mulya Lubis.
Basarah mengatakan, dalam Pasal 24 C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, tidak diatur wewenang MK untuk terlibat atau ikut campur dalam pembentukan pansel maupun penetapan hakim konstitusi oleh presiden.
Basarah menambahkan, pembentukan pansel maupun nantinya penetapan hakim konstitusi dari unsur pemerintah merupakan wewenang Presiden Jokowi yang tidak dapat diintervensi oleh siapa pun, termasuk oleh MK. (Baca: MK Tolak Refly dan Todung, Politisi PDI-P Curiga Ada Kepentingan Hamdan)
Hal tersebut diatur dalam Pasal 24 C ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "MK mempunyai sembilan orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh presiden."
Untuk menjamin proses penetapan hakim konstitusi yang transparan dan partisipatif, kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan itu, sesuai perintah Pasal 19 UU tentang MK, presiden membentuk pansel untuk membantunya.
Dengan penolakan tersebut, kata Basarah, MK seakan menganggap Presiden Jokowi tidak mampu memilih figur pansel yang independen dan obyektif. Ia meminta Presiden dan tim pansel yang dibentuk untuk tetap bekerja.
Untuk MK, Basarah meminta agar lembaga tersebut mencabut surat penolakannya dan memberi ruang lebar untuk memudahkan kinerja tim pansel dalam memilih hakim konstitusi yang berintegritas.
"Saya mendesak MK untuk segera menarik kembali surat (penolakan) tersebut karena telah meruntuhkan kewibawaan MK sebagai lembaga peradilan yang harusnya bebas dari pengaruh kepentingan politik," ujar Basarah ketika dihubungi, Senin (15/12/2014).
Sementara itu, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, MK seharusnya membantu mewujudkan proses seleksi yang baik dan bukan sepihak menolak anggota pansel.
Ia curiga penolakan tersebut hanya dilandasi alasan pribadi lantaran keduanya kerap mengkritik keras MK. (Baca: PDI-P Anggap MK Berlebihan Tolak Refly dan Todung sebagai Anggota Pansel)
"Sebaiknya berpikir positif, jangan sampai menggunakan lembaga MK untuk menyampaikan keinginan pribadi," ujarnya.
Sebelumnya, hakim konstitusi menolak Refly dan Todung sebagai anggota pansel. Para hakim MK menilai, pemilihan kedua pakar hukum tersebut dapat memengaruhi proses seleksi yang diharapkan dapat berjalan secara obyektif. (Baca: Hakim Konstitusi Tolak Refly Harun dan Todung sebagai Anggota Pansel Hakim MK)
"Kiranya Bapak Presiden dapat mempertimbangkan kembali kedua anggota pansel, dengan harapan hakim konstitusi yang terpilih, nantinya dapat benar-benar menjaga independensi dan imparsialitas dalam melaksanakan kewenangan konstitusional MK," ujar Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar, dalam konferensi pers di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2014).
Menurut Gaffar, alasan para hakim MK menolak ditunjuknya Todung dan Refly sebagai anggota pansel karena kedua nama tersebut merupakan ahli hukum yang sering beracara di MK. Keduanya beracara baik sewaktu mengajukan persidangan, maupun sebagai pengacara yang membela kliennya di MK.
Dukungan pun Datang Dari Fahri Hamzah, Musuh Jokowi
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, juga ikut mengkritik sikap hakim Mahkamah Konstitusi yang menolak dua anggota tim panitia seleksi hakim konstitusi, yakni Refly Harun dan Todung Mulya Lubis, yang dibentuk Presiden Joko Widodo. Menurut dia, MK tidak memiliki wewenang untuk menolak anggota tim seleksi yang dibentuk Jokowi.
"Itu tidak jadi domain MK. MK hanya menerima hasil seleksi saja," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senin (15/12/2014).
Fahri menuturkan, jika hakim MK ingin komplain atas penbentukan panitia seleksi itu, hal tersebut sebaiknya disampaikan secara pribadi, bukan kelembagaan. Selain itu, MK juga dapat menggunakan pihak lain, seperti lembaga swadaya masyarakat atau pengamat.
"Jadi, jangan hakim yang mengajukan, tetapi sekjen dan panitera agar tidak merusak reputasi," katanya.
Sebelumnya, para hakim konstitusi menolak Refly dan Todung sebagai anggota pansel hakim MK. Para hakim MK menilai, pemilihan kedua pakar hukum tersebut dapat memengaruhi proses seleksi yang diharapkan dapat berjalan secara obyektif.
"Kiranya Bapak Presiden dapat mempertimbangkan kembali kedua anggota pansel, dengan harapan hakim konstitusi yang terpilih nantinya dapat benar-benar menjaga independensi dan imparsialitas dalam melaksanakan kewenangan konstitusional MK," ujar Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar dalam konferensi pers di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2014).
Menurut Gaffar, para hakim MK menilai Todung dan Refly merupakan ahli hukum yang sering beracara di MK. Keduanya beracara baik sewaktu mengajukan persidangan, maupun sebagai pengacara yang membela kliennya di MK. [kompas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar