Sabtu, 30 Agustus 2014

Subsidi Membengkak Program Jokowi Mangkrak

Bahan Bakar Minyak (BBM ) bersubsidi diprediksi akan melebihi kuota pada beberapa bulan ke depan. Ada dua hal yang mendasari prediksi tersebut. Pertama, tiadanya pengendalian BBM subsidi. Kedua, tidak ada kenaikan harga BBM setidaknya hingga pertengahan Oktober mendatang.
Apakah akan ada kebijakan menaikkan harga BBM pada awal pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla(JK), setelah dilantik 20 Oktober? 
Inilah yang masih menjadi kajian  dan tarik ulur kepentingan. Tim Transisi Jokowi-JK sebenarnya telah menyiapkan program sebagai bantalan sosial jika BBM bersubsidi dinaikkan antara Rp 500,- hingga Rp 3.000,- per liter. Program tersebut di antaranya revitalisasi pasar tradisional, pembangunan puskesmas dan penyiapan dokter. Program ini disebut sebagai treatment langsung dan nyata bisa dinikmati masyarakat dari proses kenaikan harga BBM bersubsidi (premium dan solar).
Artinya program ini dapat berjalan lancar, jika tersedia dana cukup, setidaknya Rp60 triliun untuk merealisasikan beberapa program awal pemerintahan baru di bidang pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan. Dana tersebut akan tercukupi di antaranya dari hasil kenaikan harga BBM. Kalau BBM tidak dinaikkan, akan terjadi kendala karena sebagian besar dana tersedot untuk kepentingan subsidi. Dengan begitu kebijakan tidak berjalan mulus, program pun boleh jadi akan mangkrak atau jalan di tempat.
Wajar jika desakan menaikkan harga BBM begitu kuat, termasuk dari PDIP, partai pendukung utama pasangan Jokowi-JK, yang sebelumnya pernah menolak kenaikan harga BBM yang diajukan Presiden SBY.
PDIP berpendapat karena kondisi keuangan negara saat ini mengharuskan pemerintah mencabut subsidi BBM.
Berdasarkan asumsi, penghematan anggaran mencapai Rp12 triliun hingga Desember jika harga BBM dinaikkan sebesar Rp 1.000,- per liter mulai Oktober. Artinya anggaran dihemat Rp4 triliun sebulan dengan kenaikan harga BBM Rp 1.000,- kalau naik Rp 2.000,- per liter, penghematan lebih besar lagi bisa mencapai sekitar Rp 80 triliun. Anggaran inilah yang bisa menopang pelaksanaan program pengentasan kemiskinan dan peningkatakan kesejahteraan masyarakat.
Lantas bagaimana dukungan politik atas penghapusan subsidi BBM ini? Diduga penolakan akan datang dari partai koalisi Merah Putih di parlemen. Beragam kritikan akan dilontarkan, di antarnya kenaikan harga BBM akan makin menyengsarakan rakyat, mendongkrak laju inflasi menyusul kenaikan harga barang dan jasa. Belum lagi, program kompensasi yang ditawarkan, bisa saja akan dinilai tidak langsung dirasakan rakyat kecil.Itulah tantangan yang bakal dihadapi pemerintahan baru mendatang.
Cara Gampang Kurangi Subsidi BBM
Cara gampang dan langsung dapat diimplementasikan yang adalah menaikkan Pajak Kendaraan Bermotor dengan amat signifikan baik untuk mobil maupun untuk sepeda motor dan semua kendaraan yang mengkonsumsi BBM. Khusus untuk angkutan umum atau kendaraan yang menggunakan bahan bakar gas dan listrik, Jokowi bisa memberikan pembebasan 100%. Dengan mengambil pajak yang tinggi untuk semua kendaraan bermotor, maka dipastikan orang akan berfikir 1000x untuk membeli kendaraan bermotor dan mereka cenderung bermigrasi ke transportasi umum. 
Dengan menaikkan pajak kendaraan bermotor yang mengkonsumsi BBM kecuali angkutan umum, pemerintahan Jokowi-JK bisa mendapatkan tambahan dana yang sangat besar sehingga tetap terus mensubsidi BBM, juga dipastikan tidak pernah salah sasaran sebab yang dikenai pajak adalah mereka yang punya mobil (objeknya sangat jelas). Tidak juga perlu pengawasan yang bertele-tele sebab imlementasinya sangat gampang. Berani mencoba? Mudah-mudahan.  [Poskota]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar