Jumat, 04 Oktober 2013

Gara-gara Akil Mochtar, Popularitas Jokowi Menurun

Gara-gara pemberitaan tentang Akil Mochtar, tangkapan kakap KPK baru-baru ini, pemberitaan mengenainya menguasai hampir semua media. Tidak terkecuali media-media mainstream yang biasanya selalu menuai banyak hits oleh karena berita tentang Jokowi-Ahok. Akibatnya, kolom terpopuler dikuasai pemberitaan tentang Akil Mochtar dan menggeser popularitas pemberitaan tentang Jokowi/Basuki. Sebut saja: kompas.com, tempo.co, detik.com, merdeka.com, dll. Semua kolom terpopuler dikuasai oleh pemberitaan tentang Akil Mochtar. Pantas jika dikatakan bahwa Akil Mochtar langsung terkenal oleh karena pemberitaan negatif tentangnya.
Akan tetapi, berita negatif tentang seorang tokoh nasional perlahan-lahan akan mencapai antiklimaks sama seperti yang dialami oleh Susno Duaji, Anas Urbaninggrum, dan Mantan Presiden PKS. Publik akan segera lupa, jika kasusnya telah bergulir dalam beberapa waktu.
Di sisi berita negatif tentang tokoh yang biasanya langsung meledak popularitasnya dalam seketika, berita-berita kecil tentang aktivitas Jokowi untuk membenahi Jakarta selalu menjadi hiburan tersendiri. Sepak terjang Jokowi-Ahok membenahi Jakarta memang tetap relatif stabil di media, meski seolah-olah tersingkir dari kolom terpopuler oleh pemberitaan negatif tentang seorang tokoh.
Media tidak akan pernah bosan menguliti setiap inci sosok dan aktivitas Jokowi pun ketika berita tentang Akil Mochtar terasa lebih sexy untuk di-blow up pada saat ini. Sebab awak media pun tahu bahwa satu-satunya berita positif tentang seorang tokoh yang masih menuai jumlah pengunjung dan pembaca untuk saat ini adalah Jokowi.
Karena itu, para tokoh pun mesti belajar dari Jokowi bagaimana seharusnya menjadi populer di media oleh karena sisi positif yang dilakukannya. Mungkin ada yang merasa iri hati, mengapa Jokowi dianakemaskan oleh media. Perlu diingat bahwa penganakemasan Jokowi oleh media tidak bisa terlepas dari minat masyarakat terkait sepak terjang positif yang dilakukannya. Daripada sibuk mengeritik Jokowi sebagai media darling, sebaiknya meniru apa yang dilakukan Jokowi untuk menjadi media darling bukan oleh karena skandal yang dilakukan tetapi oleh hal-hal positif yang dikerjakkan untuk rakyat.
Para pemimpin seharusnya bisa memilih: mau populer karena skandal seperti Akil Mochtar, dkk, ataukah mau populer karena kinerja positif seperti Jokowi?

Ditulis Oleh Akun Fajarbaru untuk Kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar