Sabtu, 30 Maret 2013

Jokowi Wajib Contek Penanganan Kramat Tunggak Untuk Kampung Ambon

Menangani peredaran narkoba di Kampung Ambon, Jakarta Barat, bila perlu Pemerintah DKI Jakarta diminta mengulang langkah penanganan kawasan prostitusi Kramat Tunggal. Pada masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, kawasan Kramat Tunggak diubah total, dan kini menjadi Jakarta Islamic Center.
"Jokowi harus meniru langkah yang pernah dilakukan Sutiyoso saat membereskan kawasan prostitusi Kramat Tunggak, Jakarta Utara dengan membangun Islamic Center," kata kriminolog Reza Indragiri Amriel, saat dihubungi, Jumat (29/3/2013). Sebagai Gubernur DKI Jakarta, ujar dia, Jokowi harus segera mengambil langkah serius terkait maraknya peredaran narkoba di Kampung Ambon, Cengkareng, Jakarta Barat.
Reza mengatakan keputusan-keputusan seperti itu memang harus diambil oleh seorang Kepala Daerah. Lebih lanjut, melalui pembangunan kawasan pusat keagamaan akan membangun kesadaran masyarakat untuk hidup lebih baik dan teratur.
Melalui pembinaan keagamaan pula, menurut Reza akan timbul sebuah perlawanan dari masyarakat itu sendiri dalam memberantas peredaran narkoba di daerahnya. "Saya yakin, lama-lama pengedar narkoba akan risih dengan mengikuti kegiatan agama yang dilakukan di kawasan itu secara terus-menerus," ujar Reza.
Pada kesempatan berbeda, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengaku belum mengetahui wilayah Kampung Ambon. Menurut mantan Wali Kota Surakarta itu, ia harus melakukan tinjauan ke daerah terkait untuk mengetahui permasalahan yang ada di Kampung Ambon. "Enggak tahu. Saya enggak mengerti Kampung Ambon kayak apa, mesti datang dulu ke Kampung Ambon di sana ada apa dan ada siapa saja, saya belum mengerti," ujar dia.

Kramat Tunggak

Kramat Tunggak, dulu sangat dikenal sebagai pusat prostitusi Jakarta. Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 6485 Tahun 1998, kawasan ini ditutup untuk segala jenis kegiatan terkait prostitusi. Tepatnya, penutupan terlaksana pada 31 Desember 1999.
Semula, Kramat Tunggak 'sengaja' diarahkan menjadi lokalisasi prostitusi untuk menyingkirkan pekerja seks komersial dari jalanan. Tapi, dari semula luas kawasan prostitusi adalah lima hektare, saat ditutup sudah mencapai 10 hektare. Jumlah pekerja seks komersial pun berlipat kali dari saat pertama dibuka di era 1970-an.
Penutupan dilakukan setelah ada penelitian dari Dinas Sosial dan Universitas Indonesia selama dua tahun, 1996-1998. Tak hanya dipenuhi praktik prostitusi, kriminalitas hingga penyakit seksual membumbung di lokasi ini. 

Sumber :
megapolitan.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar