Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM) menuding masyarakat menengah atas
“biang kerok” kebangkrutan BBM bersubsi. Mereka yang selama ini “tutup
mata” mengunakan BBM bersubsidi, dinilai karena tidak punya rasa malu,
ngawur. Bahkan, “tutup telinga” terhadap penjelasan pemerintah jika BBM
subsidi tidak dieruntukkan mereka.
“Mereka yang sebenarnya harus
sadar, harus mengerti sebagai orang yang tak berhak menerima subsidi
BBM. Merekalah orang-orang yang turut menciptakan bertambahnya
kemiskinan jika kenaikan harga BBM jadi dilakukan pemerintah
(Jokowi-JK)”, tegas Ketua GMN, Binsar Effendi, yang Wakil Ketua Umum FKB
KAPPI Angkatan 1966, Jakarta, Minggu (2/11/2014).
Sebaliknya,
GMN juga menilai pemerintah cuma bisa teriak-teriak soal banyaknya
golongan yang tidak berhak menerima subsidi BBM. Tanpa membuat kepastian
hukum yang jelas, lantas mengambil jalan pintas kenaikan harga BBM
bersubsidi.
“Meski lifting Migas kita merosot, dan kebutuhan
Migas domestik meroket, tapi potensi Migas Indonesia masih banyak. Pasti
ada kesalahan fatal dalam tata kelola Migas selama ini,” kata Binsar.
Salah satu biangnya, menurut Binsar. adalah UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 itu.
Dalam
program jangka pendek di bidang hulu Migas, Binsar menyarankan,
pemerintahan Presiden Joko Widodo hendaknya fokus pada upaya pembenahan
birokrasi, mempercepat persetujuan terhadap proyek-proyek pengembangan
yang sedang berjalan. “Juga menginventarisir semua peraturan yang
menghambat upaya peningkatan produksi Migas nasional”.
Langkah
penting untuk memenuhi komitmen Trisakti, lanjutnya, harus melaksanakan
tata kelola Migas dengan memberlakukan nasionalisasi Migas jadi suatu
keniscayaan. “Presiden Jokowi berani mencetuskan Revolusi Mental,
mestinya berani juga melakukan Nasionalisasi Migas” tandasnya.
Zaman
Bung Karno, menurutnya, Nasionalisasi Migas sudah dilakukan dan
berhasil. “Salah satu warisan nasionalisasi itu adanya Pertamina yang
semakin maju sekarang ini”, kata Binsar.
Binsar mengakui, upaya
nasionalisasi Migas Memang tidak semudah membalik telapak tangan, karena
UU Penanaman Modal karya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah
mengharamkan adanya tindakan nasionalisasi, dan dilarang pula oleh
Bilateral Investment Treaty (BIT) yang ada.
“Persoalannya,
Indonesia kaya minyak, tapi selalu ribut jika ada isu kenaikan harga
subsidi BBM yang semestinya tidak akan terjadi jika kita berani
memberlakukan nasionalisasi Migas. Nasionalisasi Migas merupakan wujud
kedaulatan politik, ekonomi berdikari dan kepribadian budaya bangsa kita
yang bangsa pejuang”, pungkasnya. [lensaindonesia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar