Memasuki tahun 2014 ini rakyat Indonesia mulai disibukkan dengan
hajat politik yang akan berlangsung setidaknya tiga bulan ke depan. Hal
yang membedakan dari pelaksanaan kepemiluan dengan lima tahun lalu
adalah bahwa tahun 2014 ini menjadi titik krusial bagi negara dan rakyat
untuk memastikan bahwa proses estafet kepemimpinan dapat berjalan
dengan baik.
Kondisi tersebut menegaskan bahwa masa depan bangsa
ini juga sangat tergantung bagaimana pelaksanaan pesta demokrasi
berjalan. Sejauh ini terbangun komitmen yang kuat dan kesadaran, baik di
elit politik maupun publik bahwa penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan
adil serta bebas dari intervensi adalah sesuatu yang menjadi pengharapan
bersama. Sebab hanya dari pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil serta
bebas dari intervensi pihak manapun yang menginginkan pemenangan dengan
segala caralah sesungguhnya estafet kepemimpinan yang baik dapat
dilakukan.
Pilihan atas sistem demokrasi yang dianut oleh bangsa
ini juga mengandung konsekuensi bahwa pelaksanaan Pemilu 2014 akan
menjadi cermin bagi kualitas penyelenggaraan kepemiluan yang merujuk
pada prinsip-prinsip demokrasi yang selama ini menjadi acuan.
Pelaksanaan Pemilu 2014 yang jujur dan adil juga menjadi bagian dari
memperkuat demokrastisasi di Indonesia. praktik kecurangan dan praktik
kekerasan sebagai bagian dari efek pelaksanaan Pemilu 2014 seyogyanya
harus direduksi dan ditolak. Kualitas demokrasi yang baik akan tercermin
dari sejauhmana komitmen penyelenggara Pemilu, partai politik dan
calon, baik legislatif maupun figur calon presiden, pemerintah dan juga
publik sendiri. Selama empat pihak tersebut tidak memiliki komitmen
yang kuat untuk mengawal pelaksanaan Pemilu 2014, maka pada pesta
demokrasi tersebut akan menghasilkan wakil rakyat dan kepemimpinan
politik yang tidak cukup baik.
Selain itu, publik juga dihadapkan
pada munculnya fenomena figur politik yang jauh dari kesan ideal dan
hanya menjual citra. Fenomena Jokowi misalnya menjadi acuan sejauh mana
publik menginginkan figur yang mau bekerja dan melayani publik secara
penuh. Publik tidak lagi menginginkan figur yang ideal sebagaimana pada
pelaksanaan Pemilu 2009 lalu. Tak mengherankan apabila pada Pemilu 2014,
publik terkesan bersikap kurang simpatik pada figur yang hanya menjual
pesona tanpa mampu memberikan tawaran konkret. Jokowi, Gubernur DKI
Jakarta menjadi rujukan bagi upaya untuk mengambil hati publik dengan
'blusukan' mengindikasikan bahwa publik menginginkan agar pemimpin dan
wakil rakyatnya bekerja dan melayani.
Harapan tersebut tercermin
dari makin menguatnya posisi mantan Wali Kota Solo tersebut pada
sejumlah hasil survei yang mengungguli semua elit politik yang
diprediksi akan maju ataupun yang telah dicalonkan oleh partainya. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa figur kepemimpinan yang diinginkan publik
sejauh ini tidak lagi menggambarkan figur ideal. Selama mau bekerja dan
melayani publik, maka besar peluangnya untuk dipilih dan menjadi wakil
rakyat pada penyelenggaraan Pemilu 2014 mendatang.
Tahun Penentuan
Berkaca
pada hal tersebut diatas, dapat dipastikan bahwa penyelenggaraan Pemilu
2014 adalah tahun penentuan bagi bangsa ini untuk dapat lebih
mengepakkan sayap lebih tinggi lagi untuk membawa bangsa dan rakyatnya
lebih sejahtera. Apabila penyelenggaraan Pemilu 2014 tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip kepemiluan yang jujur, adil dan bebas intervensi, maka
hampir dipastikan bangsa ini akan kembali berkubang pada permasalahan
yang selama lebih dari 15 tahun mendera. Praktik korupsi dan
penyelenggaraan negara yang tidak amanah menjadi bagian serius yang akan
membawa bangsa ini pada kehancuran. Oleh sebab itu, harus diyakini
bersama bahwa tahun 2014 adalah tahun penentuan bagi bangsa dan rakyat
Indonesia untuk beranjak menuju tingkat yang lebih tinggi dan membawa
kemakmuran bagi rakyat dan bangsa.
Ada tiga titik krusial yang
menjadi penegas bahwa tahun 2014 ini merupakan tahun penentuan bagi
bangsa dan rakyat Indonesia, yakni pertama, pada tahun 2014 ini secara
politik kenegaraan menjadi momentum yang menentukan bagi arah tujuan
bangsa. Pelaksanaan Pemilu 2014 menjadi momentum bagi bangsa dan rakyat
Indonesia untuk menentukan pilihan mana yang dianggap layak dan mampu
menjadi wakil rakyat dan presidennya. Pemilu 2014 juga dimaknai sebagai
pembaruan kontrak politik antara rakyat dengan elit politik untuk lima
tahun ke depan.
Hal yang membedakannya ada pada titik krusial
penentuan arah tujuan bangsa ini, karena momentum pergantian
kepemimpinan nasional. Titik krusial yang kedua adalah bahwa di tahun
2014 ini pula diharapkan terjadi estafet kepemimpinan demokratik.
Setelah 15 tahun paska Orde Baru, maka proses pergantian yang dilakukan
secara demokratik dan periodik dapat dilakukan secara sistemik. Kualitas
kepemimpinan yang dihasilkan akan sangat dipengaruhi oleh kualitas
penyelenggaraan Pemilu 2014, karenanya memastikan penyelenggaraan Pemilu
2014 akan memberikan suatu kepastian bagi proses estafet kepemimpinan
yang mampu menghadapi tantangan Abad 21 yang lebih kompleks.
Dan
yang ketiga adalah mempertegas bahwa Pemilu 2014 adalah pesta bagi
rakyat untuk memilih dan mencari wakil dan pemimpinannya yang
berkualitas. Keterlibatan publik secara aktif dan sadar akan pentingnya
menjaga agar pelaksanaan Pemilu 2014 dapat berlangsung lebih baik adalah
dengan memastikan bahwa publik memosisikan dan menjadikan Pemilu 2014
sebagai ajang untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas.
Mengacu
pada hal tersebut, ada tiga prasyarat agar tahun penentuan bagi bangsa
dan rakyat Indonesia tidak terinterupsi, yakni pertama, memastikan
penyelenggaraan pemilu 2014 berlangsung aman. Pelaksanaan Pemilu 2014
yang aman akan menstimulasi keterlibatan dan tanggung jawab publik untuk
secara penuh dan aktif mengikuti setiap tahapan dalam penyelenggaraan
Pemilu 2014. Rasa aman juga berarti memperluas cakupan pengambilan
tanggung jawab dari publik akan pentingnya memastikan pelaksanaan Pemilu
2014 dapat berjalan dengan baik.
Kedua, menstimulasi pelaksanaan
Pemilu 2014 yang jujur, adil dan tidak terintervensi pihak-pihak yang
menginginkan menang dengan cara-cara yang tidak baik. pengalaman
pelaksanaan Pemilu 1999, 2004 dan 2009 menggambarkan bagaimana upaya
intervensi dan praktik-praktik kecurangan kerap dimanfaatkan untuk
memenangkan calon dari berbagai level, baik legislatif maupun eksekutif.
Hal tersebut juga termasuk langkah-langkah untuk menjauhkan TNI, Polri,
dan juga BIN dari keinginan untuk mencampuri atau mengupayakan
pemenangan untuk salah satu calon tertentu.
Dan prasyarat ketiga
adalah memastikan keterlibatan publik yang bersifat massif. Keterlibatan
publik baik dalam menyalurkan hak politiknya secara efektif, juga
mengawasi proses dan rangkaian kepemiluan dalam berbagai tingkatan.
Keterlibatan publik secara massif dan aktif di satu sisi juga akan
meningkatkan kualitas Pemilu 2014 dalam menghasilkan wakil rakyat dan
kepemimpinan nasional. di sisi lain, publik akan makin
menyadari akan
pentingnya mengawal proses kepemiluan yang dilaksanakan di tahun
penentuan ini.
Sumber :
tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar