Minggu, 15 September 2013

Kegundahan Jokowi

Elektabilitas nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) moncer dalam berbagai survei politik. Namanya selalu mengungguli calon lain seperti Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, bahkan Megawati Soekarnoputri. Desakan pun datang dari segala lapis masyarakat. Meskipun demikian Jokowi selalu berkilah jika ditanya soal kemungkinan dirinya maju sebagai calon presiden.
"Saya itu ngurusinya Jakarta, Waduk Ria Rio, Waduk Pluit, nggak urusan yang seperti itu," kata Jokowi, begitu dia disapa.
Bahkan, pernyataannya ini, dengan segala variasinya, menjadi semacam template di kalangan pewarta.
Meski kerap berkilah, rupanya Jokowi diam-diam menyimpan kegundahan soal kebijakan pemerintah pusat. Menurut dia, kebijakan termasuk koordinasi dengan pemerintah pusat malah menghalangi kebijakannya.
Kegalauan Jokowi ini lebih banyak disampaikan saat ngobrol santai dengan wartawan, seperti saat makan siang. Terakhir kepada wartawan dia curhat soal hibah Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD).
DKI memang ngotot mengambil alih PPD dari milik negara menjadi milik daerah. Sayang proses ini seolah jalan di tempat di Kementerian Keuangan. Bahkan ketika berkali-kali ditanya soal sampai mana progres akuisisi ini, dia selalu angkat bahu. "Tanya Kementerian Keuangan sana," ujarnya.
Padahal,Jokowi mengaku sudah pasang ancang-ancang untuk lari. Rupanya, aturan pemerintah pusat membuat dia harus menahan diri.
Akuisisi PPD ini menjadi penting karena Jokowi berencana mendatangkan 1.000 unit bus pada akhir tahun. Bus berbagai ukuran tersebut rencananya akan dimasukan ke dalam manajemen PPD. 
Sayang hingga saat ini belum ada kejelasan nasib PPD sehingga Jokowi banting setir. Dia akan memasukan pengelolaan bus kedalam Unit Pelayanan Transjakarta.
Selain soal PPD ini, Jokowi juga pernah ngedumel soal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Gara-gara aturan ini Jokowi tidak leluasa membebaskan tanah.
Padahal beberapa proyek besar seperti normalisasi kali seperti Ciliwung dan Krukut butuh cepat. Tapi gara-gara aturan ini Jokowi tidak bisa membentuk tim pembebasan lahan karena sekarang diambil alih oleh Badan Pertanahan Nasional.
Terakhir, Jokowi bahkan sudah mulai berbicara ekonomi dalam skala makro seperti melemahnya nilai rupiah dan inflasi nasional. "Percuma pertumbuhan ekonomi baik tapi inflasi tinggi," katanya.
Lantas apakah kegundahan dia soal koordinasi pusat dan daerah menjadi semacam isyarat? Bahkan menurut pengusaha mebel ini memang butuh gebrakan birokrasi di Pemerintah Pusat. Apakah bisa diartikan sebagai kesiapannya mencalonkan diri?
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro berpendapat curhatan Jokowi ini hanya sekedar kegalauan. "Zona kepemimpinan Jokowi saat ini berbeda dengan dulu (Wali Kota Solo)," katanya ketika dihubungi pada Minggu (15/9/2013).
Saat ini, Jokowi menurut Siti memimpin Ibu Kota sehingga wajar banyak kebijakan yang bersinggungan langsung dengan Kementerian. Bahkan dengan gaya kepemimpinan yang oleh Siti dinilai menggebrak, Jokowi banyak terhambat birokrasi pusat dengan daerah.
Hal semacam ini lah yang membuat Jokowi geregetan. "Mau lari tapi aturannya hanya bisa jalan," ujar Siti. Alhasil, Jokowi musti banyak mengerem karena aksinya tidak bisa diimbangi oleh Kementerian.

Sumber :
tempo.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar