Elektabilitas nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) moncer dalam
berbagai survei politik. Namanya selalu mengungguli calon lain seperti
Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, bahkan Megawati Soekarnoputri.
Desakan pun datang dari segala lapis masyarakat. Meskipun demikian Jokowi selalu berkilah jika ditanya soal kemungkinan dirinya maju
sebagai calon presiden.
"Saya itu ngurusinya Jakarta,
Waduk Ria Rio, Waduk Pluit, nggak urusan yang seperti itu," kata Jokowi,
begitu dia disapa.
Bahkan, pernyataannya ini, dengan segala variasinya,
menjadi semacam template di kalangan pewarta.
Meski
kerap berkilah, rupanya Jokowi diam-diam menyimpan kegundahan soal
kebijakan pemerintah pusat. Menurut dia, kebijakan termasuk koordinasi
dengan pemerintah pusat malah menghalangi kebijakannya.
Kegalauan Jokowi ini lebih banyak disampaikan saat ngobrol santai dengan wartawan, seperti saat makan siang. Terakhir kepada wartawan dia curhat soal hibah Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD).
DKI memang ngotot
mengambil alih PPD dari milik negara menjadi milik daerah. Sayang
proses ini seolah jalan di tempat di Kementerian Keuangan. Bahkan ketika
berkali-kali ditanya soal sampai mana progres akuisisi ini, dia selalu
angkat bahu. "Tanya Kementerian Keuangan sana," ujarnya.
Padahal,Jokowi mengaku sudah
pasang ancang-ancang untuk lari. Rupanya, aturan pemerintah pusat
membuat dia harus menahan diri.
Akuisisi PPD ini menjadi penting
karena Jokowi berencana mendatangkan 1.000 unit bus pada akhir tahun.
Bus berbagai ukuran tersebut rencananya akan dimasukan ke dalam
manajemen PPD.
Sayang hingga saat ini belum ada kejelasan nasib
PPD sehingga Jokowi banting setir. Dia akan memasukan pengelolaan bus
kedalam Unit Pelayanan Transjakarta.
Selain soal PPD ini, Jokowi juga pernah ngedumel
soal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Gara-gara aturan ini Jokowi tidak
leluasa membebaskan tanah.
Padahal beberapa proyek besar seperti
normalisasi kali seperti Ciliwung dan Krukut butuh cepat. Tapi gara-gara
aturan ini Jokowi tidak bisa membentuk tim pembebasan lahan karena
sekarang diambil alih oleh Badan Pertanahan Nasional.
Terakhir,
Jokowi bahkan sudah mulai berbicara ekonomi dalam skala makro seperti
melemahnya nilai rupiah dan inflasi nasional. "Percuma pertumbuhan
ekonomi baik tapi inflasi tinggi," katanya.
Lantas apakah
kegundahan dia soal koordinasi pusat dan daerah menjadi semacam isyarat?
Bahkan menurut pengusaha mebel ini memang butuh gebrakan birokrasi di
Pemerintah Pusat. Apakah bisa diartikan sebagai kesiapannya mencalonkan
diri?
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Siti Zuhro berpendapat curhatan Jokowi ini hanya sekedar
kegalauan. "Zona kepemimpinan Jokowi saat ini berbeda dengan dulu (Wali
Kota Solo)," katanya ketika dihubungi pada Minggu (15/9/2013).
Saat
ini, Jokowi menurut Siti memimpin Ibu Kota sehingga wajar banyak
kebijakan yang bersinggungan langsung dengan Kementerian. Bahkan dengan
gaya kepemimpinan yang oleh Siti dinilai menggebrak, Jokowi banyak
terhambat birokrasi pusat dengan daerah.
Hal semacam ini lah yang membuat Jokowi geregetan.
"Mau lari tapi aturannya hanya bisa jalan," ujar Siti. Alhasil, Jokowi
musti banyak mengerem karena aksinya tidak bisa diimbangi oleh
Kementerian.
Sumber :
tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar