GUBERNUR DKI Jakarta Joko Widodo menegur Direktur Utama
PT Mass Rapid Transit (MRT), Tribudi Rahardjo. Kejadian ini terlihat
saat Tribudi asyik memaparkan panjang lebar mengenai skema pembiayaan
mengenai MRT, dalam kegiatan public hearing soal MRT di Balaikota DKI,
Rabu (20/2).
Mantan Wali Kota Solo itu menyampaikan teguran lantaran Tribudi
menggunakan istilah-istilah ekonomi yang tak mudah dipahami masyarakat.
"Tolong diulang lagi mengenai tiket dengan istilah-istilah yang
masyarakat semua tahu. Jangan pake TOD dan lain-lain. Saya saja enggak
ngerti apalagi orang lain. Tiket, subsidi, jumlah penumpang, jangan
pakai istilah sulit," ujar Jokowi saat public hearing berlangsung di
Balai Agung, Balai Kota Jakarta, kemarin (20/2).
Tribudi hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian mengulang lagi rincian
skema pembiayaan. Dia menjelaskan, harga tiket subsidi diperkirakan
antara Rp 8.500, Rp 9.500, Rp 10.350 atau Rp 15 ribu. Harga itu dihitung
dengan proyeksi penumpang 17.400 hingga 261.800 per harinya. "Proyeksi
penumpang tahun pertama, per hari 17.400 hingga 261.800," jelasnya.
Sementara itu, beban biaya operator rata-rata biaya tiket yakni Rp
10.786, Rp 14.667, Rp 22.648 dan Rp 34.940. Namun, dalam minggu ini tim
dari Jepang akan hadir untuk membahas kelanjutan komitmen proyek MRT.
Dalam acara public hearing tentang MRT yang digagas oleh Jokowi
tersebut, belum sepenuhnya sepakat mengenai kelanjutan megaproyek itu.
Sebab, masih ada kekurangan dan suara protes dari masyarakat tentang
kelanjutan proyek MRT.
Adanya perubahan skema pendanaan proyek pembangunan Mass Rapid Transit
(MRT) dinilai menguntungkan Pemprov DKI Jakarta. Pasalnya, meski
berkurang hingga 7 persen, namun hal itu akan mengurangi beban
pengeluaran Pemprov DKI Jakarta hingga sebesar Rp 1 triliun. Bahkan,
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mengaku masih akan melakukan
pendekatan kembali terkait skema pendanaan MRT tersebut.
Tribudi menuturkan, skema pendanaan MRT semula 58 persen ditanggung
Pemprov DKI dan 42 persen oleh pemerintah pusat. Namun, kini skema
pendanaan angkutan massal berbasis rel itu berubah menjadi 51:49.
"Dengan kesepakatan saat ini yang menurunkan beban pendanaan oleh
Pemprov DKI hingga 51 persen juga meringankan beban kami. Karena
penurunan itu setara dengan Rp 1 triliun," ujar Tribudi.
Dengan perubahan komposisi pendanaan itu, dikatakan Tribudi, pihakya
tengah meninjau kembali perhitungan tarif yang akan dibebankan kepada
penumpang. Hasil kajian sementara, dengan skema pendanaan seperti yang
disepakati saat ini, tarif MRT diperkirakan mencapai Rp 8.500-Rp 15 ribu
per penumpang.
Meski begitu, kata Tribudi, jumlah itu belum final. Sebab, pihaknya juga
masih akan melakukan evaluasi mengenai sejauh mana kemampuan yang
dimiliki masyarakat. Terlebih, kemungkinan masih ada beberapa
kemungkinan yang dikurangi atau ditambah
Protes datang dari warga Fatmawati, Rully Daniel. Menurutnya, jika MRT
dipaksakan maka tidak akan mengurangi kemacetan dan hanya merugikan
masyarakat. "Satu perekonomian hancur. Ekonomi tutup. Orang enggak mau
datang, kotor, debu dan sebagainya. Bayangkan ekonomi kami hancur," ujar
Rully.
Sementara itu, protes juga datang dari Faisal Rusdi. Dia meminta agar
para penyandang disabilitas diperhatikan. Dengan demikian, MRT nanti
tidak terkesan sia-sia dan dapat dipergunakan oleh seluruh warga.
"Penyandang disabilitas tidak mendapat info ini, kami menyayangkan, saya
mengharapkan bisa dilibatkan. Saya memohon bisa kami dari penyandang
disabilitas beraudiensi dengan bapak," keluhnya.
Sumber : http://www.jpnn.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar