Peneliti sekaligus pengamat masalah sosial dan politik asal Indonesia yang bermukim di Amerika Serikat, Made Tony Supriatma, mengaku melihat ada gejala yang tidak beres pada kubu calon presiden (capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto.
Alumnus Fisip UGM dan Cornell University yang tinggal di Clifton, New Jersey AS ini menjelaskan, gejala itu terlihat setelah Stasisun TVOne milik Ketua Umum Partai Golkar yang selama kanmpanye Pilpres menjadi corong bagi kubu Prabowo sudah mulai menyiarkan hasil hitung cepat peroleh suara selain versi mereka.
Sebelumnya Jubir Golkar Tantowi Yahya sudah berhitung dengan kemungkinan Golkar mengalihkan dukungan ke Jokowi. Rasanya, kubu Prabowo retak,” tulis Made yang diunggah di akun facebooknya, Jumat (11/7/2014) .
Persoalannya, sambung Made Tony, berapa lama lagikah Prabowo bisa menjaga kesatuan koalisi yang dia bangun. “Apa ‘leverage’ yang dia miliki?,” ujarnya bertanya. “Perlu diingat ini koalisi dengan spektrum ideologi yang sangat warna-warni. Kepentingan di dalamnya juga beraneka warna,” tambahnya.
Menurut Made, orang-orang dari berbagai parpol yang berada di koalisi yang dibangun Prabowo bukanlah politisi yang bodoh. Mereka tahu bahwa koalisi ini sudah kalah dan sekarang sedang sibuk mencari konsesi ke pihak Jokowi.
“Ini terutama berlaku untuk partai-partai sekuler nasionalis model Golkar dan Demokrat. Golkar adalah partai yang tidak bisa hidup tanpa kekuasaan. Dia adalah cacing pita politik Indonesia. Sehingga, Golkar paling mudah untuk keluar dari koalisi,” ujarnya.
Sementara itu, sambungnya, orang-orang dari Partai Demokrat masuk ke kubu Prabowo secara setengah hati, setelah Megawati yang menurut Made berpolitik dengan mengandalkan dendam, menolak semua proposal koalisi SBY, Presiden RI yang kini menjadi ketua umum partai tersebut.
“Yang paling menderita adalah partai-partai Islam seperti PPP dan PKS. Mendukung Prabowo habis-habisan nggak akan ada gunanya. Kita tunggu apa langkah mereka berikutnya,” katanya.
Sebelumnya akademisi yang banyak melakukan penlitian tentang militer ini mengemukakan hasil pengamatannya atas pemberitaan media milik Aburizal Bakrie (VIVAnews) menyusul pengumuman hasil Pilpres versi ‘real count’ yang dikumpulkan oleh internal tim kampanye kubu Prabowo-Hatta.
“Kebetulan, hari ini, dua ilmuwan politik yang mempelajari Indonesia mengeluarkan sebuah tulisan yang isinya mengingatkan ‘game plan’ dari kubu Prabowo itu. Tulisan ini sangat penting. Karena tidak saja dikerjakan oleh dua orang akademisi yang profesional tetapi juga karena ketepatan bidikan dan analisisnya,” ujar Made Tony.
Made menjelaskan, artikel yang berjudul ‘Prabowo’s game plan’ itu antara lain menyebutkan usaha yang mungkin akan dilakukan oleh kubu Prabowo untuk memenangi pemilihan ini. “Sangat jelas disebutkan dalam artikel ini bahwa Rob Allyn, konsultan politik AS yang disewa Prabowo, sangat ahli dalam membentuk dan mengeksekusi ‘game plan’ ini,” tutur Made lagi.
Usaha pertama ialah “muddy the statistical waters’ atau kacaukan statistik dengan mekakai pollsters yang tidak kredibel. Ini menurutnya jelas sudah dilakukan sejak hari pertama setelah pemilihan.
“Quick counts dari beberapa lembaga survei yang sangat kredibel dikacaukan oleh ‘temuan’ abal-abal dan kemudian dikampanyekan lewat TV yang dikuasai Bakrie dan Hari Tanoe — para sekutu Prabowo,” tulisnya
Usaha kedua, ‘steal the results.” Curi hasil pilpres ini. Pengacauan hasil quick counts ini tujuannya adalah untuk memunculkan kebingungan di kalangan para pemilih. Ini juga akan memberikan mereka waktu untuk menggoreng hasil pemilihan versi mereka.
“Persis itulah yang hendak mereka lakukan pada saat ini. Mereka akan mengumumkan real count versi mereka, sehingga ketika KPU mengumumkan hasil resminya, mereka sudah punya ‘opini’ yang terbentuk di masyarakat. Dengan kata lain, tujuan mereka mengumumkan hasil real count versi mereka adalah mendelegitimasi hasil yang akan diumumkan oleh KPU!” tegas Made.
jika awalnya saja sudah diawali dengan kebusukan, bisa dipastikan produk yang dihasilkan pasti terlebih busuk
BalasHapus