Selasa, 15 Januari 2013

"Public Hearing" Enam Ruas Tol, Jokowi Dihujani Kritik

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi dihujani kritik dalam acara public hearing mengenai enam ruas jalan tol di DKI Jakarta. Pembangunan jalan tol dianggap bukan pilihan tepat dalam mengatasi kemacetan Jakarta. Para pengkritik mendesak Jokowi mendahulukan pembangunan transportasi massal.
Selain Jokowi, hadir dalam acara public hearing yang digelar di Balai Agung Balaikota DKI Jakarta, Selasa (15/1/2013), antara lain Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, Sekretaris Daerah Fadjar Panjaitan, Kepala Bappeda Sarwo Handayani, Asisten Sekda bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Wiryatmoko, Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono, para pengamat transportasi, pakar, dan masyarakat umum.
Pengamat transportasi yang juga Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menuntut janji Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk menolak penambahan ruas jalan, terutama pembangunan ruas tol dalam kota. Menurutnya, warga yang memilih Jokowi-Basuki dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI adalah mereka yang antipembangunan jalan tol.
"Saya orang pertama yang bersuara akan menggulingkan Jokowi-Ahok kalau berkhianat menyetujui enam ruas tol. Yang memilih Jokowi itu yang anti enam ruas tol, pihak yang membuat proyek tol ini pasti yang kemarin tidak memilih Jokowi," tegas Darmaningtyas.
Darmaningtyas mengimbau Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum, agar memprioritaskan pembangunan transportasi massal daripada membangun enam ruas tol dalam kota. "Mau hemat energi kok perbanyak jalan tol? Tolong otaknya agak lurus deh, yang sekarang dibutuhkan itu membangun transportasi massal," jelas Darmaningtyas.
Marco, salah seorang peserta public hearing, menyatakan, penambahan jalan tidak terbukti mengurangi kemacetan. Ia mencontohkan, Tokyo memiliki rasio jalan 20 persen, tetapi kemacetan tak terpecahkan di kota itu.
"Mengutip Wali Kota Bogota, tidak ada rumus jumlah jalan wajar bagi mobil. Saya memilih bapak karena secara fundamental menolak fasilitas tambahan untuk mobil," ujarnya.
Seperti diketahui, Jokowi akhirnya menyetujui pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota yang telah digagas sejak kepemimpinan mantan Gubernur DKI Sutiyoso. Banyak pihak yang setuju dengan langkah Jokowi, tetapi tidak sedikit yang menyesali kebijakan Jokowi tersebut. Menurut mereka yang tidak setuju, pembangunan jalan tol tidak pro rakyat.
Jokowi menyetujui pembangunan enam ruas tol dengan tiga syarat, yaitu ruas tol boleh dilintasi transportasi massal, lulus uji Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), dan tidak banyak pintu keluar masuk tol yang menyebabkan macet.
Megaproyek enam ruas tol senilai Rp 42 triliun itu dibagi dalam empat tahap yang rencananya selesai pada 2022. Tahap pertama, ruas Semanan-Sunter sepanjang 20,23 kilometer dengan nilai investasi Rp 9,76 triliun dan Koridor Sunter-Pulo Gebang sepanjang 9,44 kilometer senilai Rp 7,37 triliun.
Tahap kedua, Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 12,65 kilometer dengan nilai investasi Rp 5,96 triliun dan Kemayoran-Kampung Melayu sepanjang 9,60 kilometer senilai Rp 6,95 triliun.
Tahap ketiga, koridor Ulujami-Tanah Abang dengan panjang 8,70 kilometer dan nilai investasi Rp 4,25 triliun. Serta yang terakhir, yaitu Pasar Minggu-Casablanca sepanjang 9,15 kilometer dengan investasi Rp 5,71 triliun. Total panjang ruas enam tol dalam kota adalah 69,77 kilometer.
Jika sudah selesai, keenam ruas tol itu akan menjadi satu dengan tol lingkar luar milik PT Jakarta Tollroad Development, tetapi tarifnya akan terpisah dengan tol lingkar luar.


Sumber :
megapolitan.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar