Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar pertemuan tertutup dengan ketua umum
PBNU Said Aqil Siradj dan beberapa pengurus pada Rabu (24/12) kemarin.
Said Aqil membeberkan isi pertemuan selama sekitar 45 menit itu dalam
acara Haul Gus Dur ke-5 malam ini.
"(Presiden) Pukul 07:00 sudah
di kantor PKB, kita tidak tahu kok mendadak. Nggak ada yang tahu. Saya
tanya Pratikno Mensesneg nggak tahu. Bagi saya sepele, ternyata minta
dukungan karena presiden menolak grasi bagi terpidana narkoba yang sudah
divonis hukuman mati," kata Said Aqil dalam Haul ke-5 Gus Dur di kantor
DPP PKB, Jl Raden Saleh, Jakpus Kamis (25/12/2014).
Said
membeberkan, Jokowi dalam pertemuan itu mengaku mendapat banyak tekanan
dari dalam negeri atas penolakan terhadap permohonan grasi terpidana
narkoba, baik dari Komnas HAM, beberapa LSM termasuk tekanan dari luar
negeri.
"Rupanya penting juga datang ke PBNU. Bagi saya kecil,
bagi beliau besar," lanjutnya disambut tawa seratusan kader nahdiyin
yang hadir.
Kepada Jokowi, Said mengatakan, sejak dulu sikap
PBNU sesuai alquran bahwa hukum bagi orang yang berbuat kerusakan di
bumi seperti produsen narkoba yang nyata-nyata berbisnis untuk
menghancurkan generasi bangsa, adalah hukuman mati.
"Tidak layak
diberi kesempatan hidup, kata Al-Ghazali. Percuma dikasih kesempatan
hidup, maka seperti inilah yang harus ditolak grasinya. Saya dukung dan
Fraksi PKB harus sampaikan itu," ujarnya menyelipkan pendapat ulama Imam
Al-Ghazali.
"Jadi NU di belakang Presiden Jokowi tolak grasi
pengedar narkoba, dan saya mohon segera dieksekusi 64 orang. Ngapain
dibiarkan hidup lama-lama," imbuh Said.
Persoalan kedua yang
dimintakan pendapat oleh Jokowi ke PBNU adalah soal gerakan radikal ISIS
dan potensinya di Indonesia. Menurutnya, ada banyak orang Indonesia
yang ingin bergabung dengan ISIS.
"Saya katakan NU bersama
pemerintah, karena itu prinsip NU demi Allah yang dilakukan ISIS bukan
Islam. Islam tidak seperti itu," jawab Said kepada Jokowi. [detik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar