Pemilu presiden (Pilpres) tahun ini juga
menjadi perhatian media massa asing. Kantor berita Reuters bahkan
menyebut Amerika Serikat "sakit kepala" mengetahui mantan Danjen
Kopassus TNI Prabowo Subianto maju sebagai calon presiden (capres).
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Taufik Bahauddin mengatakan hal tersebut tak lepas dari
kepentingan bisnis negara adidaya tersebut di Indonesia. Taufik sendiri
mengaku merasakan langsung kekhawatiran tersebut saat menghadiri
undangan makan malam dari ARMCHAM, organisasi seperti Kamar Dagang
Indonesia (KADIN) di AS.
Saat itu belum ada wacana menjadikan
Jokowi sebagai capres.
Pada kesempatan itu para pengusaha AS
mengutarakan kekhawatiran kelangsungan bisnisnya di Indonesia.
"Perusahaan besar AS khawatir bagaimana
dengan bisnis mereka sebab Prabowo tidak ada saingan. Ada yang bilang
sambil guyon, kalau saja ada yang bisa menyaingi Prabowo akan lebih
bagus," kata Taufik kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/5/2014).
Ia lantas menyarankan agar
perusahaan-perusahaan AS menyampaikan langsung kegundahannya kepada
Prabowo. Dua bulan kemudian, sambung Taufik, rekannya di ARMCHAM menemui
Prabowo dalam sebuah jamuan makan malam.
"Prabowo bilang dia sudah diundang
dinner. Dia jelaskan akan hormati hak mereka, tapi mereka juga harus
adil dan tidak mengambil hak bangsa," ungkap Taufik.
Pakar ekonomi ini menambahkan, jauh
sebelum resmi maju sebagai capres, Prabowo sudah menjelaskan secara
konseptual ekonomi kerakyatan yang dianutnya. Yakni sistem dimana
pemerintah berpihak terhadap pelaku ekonomi nasional dan membantu mereka
yang belum siap bersaing di pasar bebas.
"Intinya mengarah pada kedaulatan ekonomi dengan acuan Pasal 33 dan 34 UUD 1945," tandasnya. [dil/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar