Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan dirinya tidak perlu mengajukan perubahan nama jalan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendapatkan persetujuan.
"Kelihatannya keputusan ini ada pada Gubernur," ujar Joko Widodo sebelum meninggalkan Balaikota, Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Nama jalan yang rencananya akan diubah Gubernur yakni jalan Medan Merdeka Utara dan Medan Merdeka Selatan diganti menjadi Jalan Ir Soekarno dan Jalan Mohammad Hatta.
Namun, pria yang sapaan akrabnya Jokowi ini mengatakan belum tahu kapan akan memutuskan untuk mengganti kedua nama jalan yang berada di pusat pemerintahan Indonesia tersebut.
"Ya ini karena belum diputuskan. Tapi kemungkinan mengganti nama Merdeka Utara dan Merdeka Selatan," kata Jokowi.
Jokowi melanjutkan, wacana memakai nama aktor sejarah kemerdekaan Indonesia tersebut diusulkan oleh Tim 17 yang diketuai oleh Jimly Asshiddiqie dan didiskusikan dengan sejumlah tokoh dengan alasan sisi historis.
"Tim 17 ini mengusulkan kedua mana itu karena alasan historis," kata Jokowi.
Sumber :
tribunnews.com
Arsip terlengkap seputar kegiatan Jokowi mulai tahun 2013 hingga Jokowi Terindikasi Melindungi Koruptor.
Selasa, 30 Juli 2013
Jokowi Akan Ganti Nama Jalan Medan Merdeka Menjadi Jalan Soekarno-Hatta
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bersama Panitia 17 yang diketuai
oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshidiqie, berencana
mengubah nama tiga jalan menjadi nama Soekarno, Mohamad Hatta, dan
Soekarno-Hatta.
"Jadi, rencana kami akan memberikan nama untuk beberapa jalan, tapi belum ketemu," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013) sore.
Jokowi mengatakan, Panitia 17 yang terdiri atas Jimly, Mooryati Soedibyo, Ketua MPR Sidharto Danusubroto, dan masyarakat mengusulkan agar ada pemberian nama jalan menggunakan nama Soekarno, Mohamad Hatta, dan Soekarno-Hatta di Jakarta. Nama-nama baru itu kemungkinan akan disematkan pada Jalan Medan Merdeka di sekeliling Monumen Nasional, Jakarta Pusat.
"Setelah dirembuk oleh beberapa tokoh, masih belum diputuskan. Kemungkinan pengubahan nama jalan itu akan diberikan ke Jalan Medan Merdeka Utara dan Medan Merdeka Selatan," kata Jokowi.
Jokowi menyerahkan pembahasan detail mengenai hal itu kepada Jimly selaku Ketua Panitia 17. Apabila Panitia 17 sudah selesai merampungkan diskusi mereka, maka hasilnya akan segera dilaporkan kepadanya. Keputusan pemberian nama jalan itu ada di tangan gubernur.
Jokowi mengatakan, perubahan nama jalan tidak memerlukan pertimbangan presiden. Menurutnya, yang memiliki hak mutlak atas hal tersebut adalah gubernur.
"Kita memilih di jalan-jalan tersebut karena memang, menurut Panitia 17, ada alasan-alasan historis mengapa jalan itu sebaiknya diubah namanya," kata Jokowi.
Sumber :
kompas.com
"Jadi, rencana kami akan memberikan nama untuk beberapa jalan, tapi belum ketemu," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013) sore.
Jokowi mengatakan, Panitia 17 yang terdiri atas Jimly, Mooryati Soedibyo, Ketua MPR Sidharto Danusubroto, dan masyarakat mengusulkan agar ada pemberian nama jalan menggunakan nama Soekarno, Mohamad Hatta, dan Soekarno-Hatta di Jakarta. Nama-nama baru itu kemungkinan akan disematkan pada Jalan Medan Merdeka di sekeliling Monumen Nasional, Jakarta Pusat.
"Setelah dirembuk oleh beberapa tokoh, masih belum diputuskan. Kemungkinan pengubahan nama jalan itu akan diberikan ke Jalan Medan Merdeka Utara dan Medan Merdeka Selatan," kata Jokowi.
Jokowi menyerahkan pembahasan detail mengenai hal itu kepada Jimly selaku Ketua Panitia 17. Apabila Panitia 17 sudah selesai merampungkan diskusi mereka, maka hasilnya akan segera dilaporkan kepadanya. Keputusan pemberian nama jalan itu ada di tangan gubernur.
Jokowi mengatakan, perubahan nama jalan tidak memerlukan pertimbangan presiden. Menurutnya, yang memiliki hak mutlak atas hal tersebut adalah gubernur.
"Kita memilih di jalan-jalan tersebut karena memang, menurut Panitia 17, ada alasan-alasan historis mengapa jalan itu sebaiknya diubah namanya," kata Jokowi.
Sumber :
kompas.com
Jokowi Santai Tanggapi Dugaan Korupsi di Dishub
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tak mau ambil pusing ketika Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji adanya dugaan tindak pidana korupsi
pada Dinas Perhubungan DKI dan PD Dharma Jaya. Ia menyerahkan urusan
itu kepada Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono.
"Ya, dicek saja. Nanti suatu saat akan saya cek," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Dalam pertemuan dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Senin (29/7/2013) kemarin, KPK membicarakan tentang dugaan adanya penyimpangan dalam surat uji kelayakan kendaraan bermotor atau KIR yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Basuki mengatakan, banyak kendaraan umum di Jakarta yang beroperasi meskipun dengan kondisi tidak laik jalan.
Terhadap masalah itu, Jokowi mengatakan bahwa seharusnya pegawai Dishub DKI telah mengetahui bahwa kendaraan umum yang sudah tidak laik jalan itu menggunakan KIR atau tidak. Ia mengatakan, Kepala Dinas Perhubungan lebih tahu soal itu.
"Kalau kita lihat kondisi bus yang jelek-jelek itu, ya seharusnya sudah bisa tahu, kendaraan itu pakai izin KIR atau tidak," kata Jokowi.
Selain Dishub DKI, Dinas Pekerjaan Umum juga turut disinggung dalam pembicaraan antara KPK dan Basuki kemarin. KPK juga menyinggung kinerja PD Dharma Jaya selaku BUMD DKI yang bertugas mendistribusikan daging sapi di Ibu Kota.
Basuki menyebutkan, pembicaraannya dengan KPK itu baru tahap awal dan diskusi mengenai adanya dugaan tersebut. KPK belum masuk dalam tahap penyelidikan. Dugaan korupsi itu diduga terjadi pada saat kepemimpinan kepala daerah sebelumnya.
Sumber :
kompas.com
"Ya, dicek saja. Nanti suatu saat akan saya cek," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Dalam pertemuan dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Senin (29/7/2013) kemarin, KPK membicarakan tentang dugaan adanya penyimpangan dalam surat uji kelayakan kendaraan bermotor atau KIR yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Basuki mengatakan, banyak kendaraan umum di Jakarta yang beroperasi meskipun dengan kondisi tidak laik jalan.
Terhadap masalah itu, Jokowi mengatakan bahwa seharusnya pegawai Dishub DKI telah mengetahui bahwa kendaraan umum yang sudah tidak laik jalan itu menggunakan KIR atau tidak. Ia mengatakan, Kepala Dinas Perhubungan lebih tahu soal itu.
"Kalau kita lihat kondisi bus yang jelek-jelek itu, ya seharusnya sudah bisa tahu, kendaraan itu pakai izin KIR atau tidak," kata Jokowi.
Selain Dishub DKI, Dinas Pekerjaan Umum juga turut disinggung dalam pembicaraan antara KPK dan Basuki kemarin. KPK juga menyinggung kinerja PD Dharma Jaya selaku BUMD DKI yang bertugas mendistribusikan daging sapi di Ibu Kota.
Basuki menyebutkan, pembicaraannya dengan KPK itu baru tahap awal dan diskusi mengenai adanya dugaan tersebut. KPK belum masuk dalam tahap penyelidikan. Dugaan korupsi itu diduga terjadi pada saat kepemimpinan kepala daerah sebelumnya.
Sumber :
kompas.com
Jokowi Marah, Kepala Satpol PP Akui Anggotanya Malas
Kepala Satpol PP DKI Jakarta Kukuh Hadi Santoso mengakui bahwa ada
anggotanya yang malas dan teledor dalam mengawasi pedagang kaki lima. Ia
memaklumi kegeraman Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) atas sikap Satpol
PP yang membiarkan PKL di Pasar Minggu.
"Kalau Pak Gubernur marah, ya wajar karena ada perda sebagai dasarnya. Tapi, kita akui kalau anggota kami kemarin itu lalai, teledor, dan malas," kata Kukuh di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Kukuh mengatakan, peristiwa pada Senin (29/7/2013) kemarin terjadi karena kesalahpahaman di kalangan Satpol PP. Menurut Kukuh, Satpol PP di Pasar Minggu mengira bahwa pernyataan Jokowi, yang memberikan waktu kepada PKL untuk berjualan di badan jalan hingga Lebaran, juga berlaku di Pasar Minggu. Padahal, tenggang waktu itu diberikan kepada PKL Tanah Abang.
"Ini kesalahpahaman saya dalam membaca koran. Gubernur memberi toleransi dua minggu untuk pedagang, padahal itu hanya untuk pedagang Pasar Tanah Abang, bukan untuk semuanya," kata Kukuh.
Kukuh mengakui telah memberikan teguran lisan kepada para personel Satpol PP yang telah membiarkan pedagang berjualan di bahu jalan tersebut. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, jika ada pegawai yang melanggar, maka akan diberikan sanksi teguran lisan, teguran tertulis, hingga pemecatan.
Kendati demikian, Kukuh mengaku belum mendapat panggilan evaluasi dari Jokowi. Padahal, sebelumnya Jokowi berencana memanggil Kepala Satpol PP bersama suku dinas setempat untuk mengevaluasi pembiaran PKL oleh Satpol PP. Kukuh menyatakan siap apabila Jokowi memanggilnya untuk mempertanggungjawabkan hal tersebut.
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan belum bertemu dengan Satpol PP terkait evaluasi atas hasil inspeksi mendadak di Pasar Minggu kemarin. Ia memberikan kompensasi kepada PKL Pasar Minggu untuk dapat berjualan hingga Lebaran. Setelah itu, Satpol PP bersama Dishub DKI harus menindak tegas PKL yang masih berjualan di bahu jalan.
"Ya bagaimana lagi, sudah pada telanjur keluar gitu. Jadi, penertiban PKL Pasar Tanah Abang dan Pasar Minggu memang perlu waktu," kata Jokowi.
Sumber :
kompas.com
"Kalau Pak Gubernur marah, ya wajar karena ada perda sebagai dasarnya. Tapi, kita akui kalau anggota kami kemarin itu lalai, teledor, dan malas," kata Kukuh di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Kukuh mengatakan, peristiwa pada Senin (29/7/2013) kemarin terjadi karena kesalahpahaman di kalangan Satpol PP. Menurut Kukuh, Satpol PP di Pasar Minggu mengira bahwa pernyataan Jokowi, yang memberikan waktu kepada PKL untuk berjualan di badan jalan hingga Lebaran, juga berlaku di Pasar Minggu. Padahal, tenggang waktu itu diberikan kepada PKL Tanah Abang.
"Ini kesalahpahaman saya dalam membaca koran. Gubernur memberi toleransi dua minggu untuk pedagang, padahal itu hanya untuk pedagang Pasar Tanah Abang, bukan untuk semuanya," kata Kukuh.
Kukuh mengakui telah memberikan teguran lisan kepada para personel Satpol PP yang telah membiarkan pedagang berjualan di bahu jalan tersebut. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, jika ada pegawai yang melanggar, maka akan diberikan sanksi teguran lisan, teguran tertulis, hingga pemecatan.
Kendati demikian, Kukuh mengaku belum mendapat panggilan evaluasi dari Jokowi. Padahal, sebelumnya Jokowi berencana memanggil Kepala Satpol PP bersama suku dinas setempat untuk mengevaluasi pembiaran PKL oleh Satpol PP. Kukuh menyatakan siap apabila Jokowi memanggilnya untuk mempertanggungjawabkan hal tersebut.
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan belum bertemu dengan Satpol PP terkait evaluasi atas hasil inspeksi mendadak di Pasar Minggu kemarin. Ia memberikan kompensasi kepada PKL Pasar Minggu untuk dapat berjualan hingga Lebaran. Setelah itu, Satpol PP bersama Dishub DKI harus menindak tegas PKL yang masih berjualan di bahu jalan.
"Ya bagaimana lagi, sudah pada telanjur keluar gitu. Jadi, penertiban PKL Pasar Tanah Abang dan Pasar Minggu memang perlu waktu," kata Jokowi.
Sumber :
kompas.com
"Blusukan" Diidentikkan dengan Pengangguran, Ini Komentar Jokowi
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait komentar staf khusus Presiden, Heru Lelono, yang mengatakan bahwa blusukan digunakan untuk menjelaskan seorang pengangguran. Jokowi mengatakan, itu artinya salah satu dari para pengangguran itu.
"Memang saya termasuk pengangguran juga itu, he-he-he," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Menurut Jokowi, aktivitas blusukan kegemarannya itu memiliki tahapan-tahapan manajemen. Awalnya, Jokowi melaksanakan blusukan di pekan-pekan pertama saat ia menjadi gubernur untuk mendengarkan keinginan masyarakat, problem, dan persoalan lapangan.
Dengan melihat permasalahan di lapangan, Jokowi mengatakan, pemimpin akan dapat mendekatkan diri kepada masyarakat dan dapat menguasai medan yang ia pimpin. Setelah proses itu selesai, maka pemerintah akan menjadikannya sebagai sebuah kebijakan.
"Jadi, seperti Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP), revitalisasi Rusun Marunda, itu sebelum semuanya jalan, kan saya perlu bertemu masyarakat dulu. Penanganan sampah kalau buntu bagaimana? Tanah Tinggi bagaimana kalau enggak lihat ke lapangan?" jelas Jokowi.
Proses manajemen yang lain setelah terbentuknya sebuah kebijakan adalah manajemen pengawasan. Oleh sebab itu, Jokowi kerap tiba-tiba mengunjungi kantor kelurahan dan kecamatan. Selain itu, ia juga mengaku terus mengawasi program-program unggulan yang telah dijalankan, seperti pengerukan sungai dan normalisasi Waduk Pluit. Selain untuk melakukan pengawasan kepada program-program itu, ia juga mengawasi kalau pegawainya betul-betul bekerja dan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI secara tepat.
Dalam pemberitaan Tempo.co, staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Heru Lelono, mengatakan bahwa kunjungan kepala negara ke Jawa Timur hari ini tak cocok disebut blusukan. Menurutnya, kata blusukan yang berasal dari bahasa Jawa, lebih cocok dipakai untuk menjelaskan seorang pengangguran.
"Blusukan itu orang yang tidak punya kerjaan, nganggur, lalu jalan-jalan tanpa tujuan," kata Heru.
Kata blusukan mulai populer digunakan media untuk menjelaskan kegiatan Jokowi yang kerap menyambangi masyarakat di tempatnya berada. Blusukan merupakan salah satu ciri khas kepemimpinan Jokowi. Kegiatan itu sering dilakukakan saat menjadi Wali Kota Surakarta, dan masih bertahan saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Sumber :
kompas.com
"Memang saya termasuk pengangguran juga itu, he-he-he," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Menurut Jokowi, aktivitas blusukan kegemarannya itu memiliki tahapan-tahapan manajemen. Awalnya, Jokowi melaksanakan blusukan di pekan-pekan pertama saat ia menjadi gubernur untuk mendengarkan keinginan masyarakat, problem, dan persoalan lapangan.
Dengan melihat permasalahan di lapangan, Jokowi mengatakan, pemimpin akan dapat mendekatkan diri kepada masyarakat dan dapat menguasai medan yang ia pimpin. Setelah proses itu selesai, maka pemerintah akan menjadikannya sebagai sebuah kebijakan.
"Jadi, seperti Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP), revitalisasi Rusun Marunda, itu sebelum semuanya jalan, kan saya perlu bertemu masyarakat dulu. Penanganan sampah kalau buntu bagaimana? Tanah Tinggi bagaimana kalau enggak lihat ke lapangan?" jelas Jokowi.
Proses manajemen yang lain setelah terbentuknya sebuah kebijakan adalah manajemen pengawasan. Oleh sebab itu, Jokowi kerap tiba-tiba mengunjungi kantor kelurahan dan kecamatan. Selain itu, ia juga mengaku terus mengawasi program-program unggulan yang telah dijalankan, seperti pengerukan sungai dan normalisasi Waduk Pluit. Selain untuk melakukan pengawasan kepada program-program itu, ia juga mengawasi kalau pegawainya betul-betul bekerja dan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI secara tepat.
Dalam pemberitaan Tempo.co, staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Heru Lelono, mengatakan bahwa kunjungan kepala negara ke Jawa Timur hari ini tak cocok disebut blusukan. Menurutnya, kata blusukan yang berasal dari bahasa Jawa, lebih cocok dipakai untuk menjelaskan seorang pengangguran.
"Blusukan itu orang yang tidak punya kerjaan, nganggur, lalu jalan-jalan tanpa tujuan," kata Heru.
Kata blusukan mulai populer digunakan media untuk menjelaskan kegiatan Jokowi yang kerap menyambangi masyarakat di tempatnya berada. Blusukan merupakan salah satu ciri khas kepemimpinan Jokowi. Kegiatan itu sering dilakukakan saat menjadi Wali Kota Surakarta, dan masih bertahan saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Sumber :
kompas.com
Anak Jenderal Masuk Jalur TransJ, Jokowi: Siapa pun Tidak Boleh!
Seorang anak jenderal pengemudi Honda Jazz memaksa masuk ke jalur bus
TransJakarta. Atas sikap itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo
menegaskan, siapa pun itu tidak boleh menerobos masuk jalur bus itu.
"Aturannya boleh tidak? Jadi, siapa pun ya, itu hanya untuk busway," ujar Jokowi di Balaikota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2013).
Jokowi menyarankan, jika ingin melintas di jalur busway, haruslah menggunakan bus TransJakarta. Jokowi pun sempat berkelakar, sering melintas di jalur busway.
"Saya melintas berkali-kali, tapi naik busway," katanya.
Peristiwa anak Jenderal memaksa masuk jalur TransJ itu terjadi sekitar pukul 09.30 WIB. Sang anak jenderal itu merupakan pria muda seperti mahasiswa.
Petugas tak bisa berbuat banyak. Bukan apa-apa, sosok jenderal yang disebut dan kartu nama yang ditunjukkan anak muda itu membuat petugas yang berjaga keder.
Sumber :
detik.com
"Aturannya boleh tidak? Jadi, siapa pun ya, itu hanya untuk busway," ujar Jokowi di Balaikota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2013).
Jokowi menyarankan, jika ingin melintas di jalur busway, haruslah menggunakan bus TransJakarta. Jokowi pun sempat berkelakar, sering melintas di jalur busway.
"Saya melintas berkali-kali, tapi naik busway," katanya.
Peristiwa anak Jenderal memaksa masuk jalur TransJ itu terjadi sekitar pukul 09.30 WIB. Sang anak jenderal itu merupakan pria muda seperti mahasiswa.
Petugas tak bisa berbuat banyak. Bukan apa-apa, sosok jenderal yang disebut dan kartu nama yang ditunjukkan anak muda itu membuat petugas yang berjaga keder.
Sumber :
detik.com
Zaman Foke Dilarang, Era Jokowi Isyaratkan Boleh Dipakai
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memutuskan apakah akan mengizinkan
pejabatnya memakai mobil dinas untuk kepentingan mudik Lebaran.
Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) yang pada Idul Fitri nanti merupakan yang pertama sejak
memimpin Jakarta, baru akan memutuskan paling tidak besok.
Baik Jokowi maupun Ahok memberi sinyal untuk membolehkan memakai mobil dinas untuk pulang kampung. Namun bagaimana dengan kebijakan pemimpin-pemimpin DKI sebelum Jokowi dan Ahok?
Plt Sekretaris Daerah DKI Jakarta Wiriyatmoko mengungkapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum pernah mengeluarkan kebijakan mobil kendaraan dinas bisa dipakai untuk mudik. Kalaupun ada yang nekat memakai itu hanya nyolong atau diam-diam agar tidak ketahuan.
Wiriyatmoko mengatakan terlalu beresiko bila mengizinkan kendaraan dinas diperbolehkan untuk mudik. Hal itu menjadi beban dan sulit diawasi. Pasalnya, mobil dinas yang dipakai pejabat di pemprov DKI menggunakan alokasi anggaran tersendiri dan berasal dari APBD. “Selama saya 27 tahun kerja di sini, enggak pernah itu boleh buat mudik. Kalau saya enggak setuju kecuali untuk urusan kepentingan dinas,” kata Wiriyatmoko saat ditemui detikcom di ruangan kerjanya, Senin (29/7/2013).
Sumber :
detik.com
Baik Jokowi maupun Ahok memberi sinyal untuk membolehkan memakai mobil dinas untuk pulang kampung. Namun bagaimana dengan kebijakan pemimpin-pemimpin DKI sebelum Jokowi dan Ahok?
Plt Sekretaris Daerah DKI Jakarta Wiriyatmoko mengungkapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum pernah mengeluarkan kebijakan mobil kendaraan dinas bisa dipakai untuk mudik. Kalaupun ada yang nekat memakai itu hanya nyolong atau diam-diam agar tidak ketahuan.
Wiriyatmoko mengatakan terlalu beresiko bila mengizinkan kendaraan dinas diperbolehkan untuk mudik. Hal itu menjadi beban dan sulit diawasi. Pasalnya, mobil dinas yang dipakai pejabat di pemprov DKI menggunakan alokasi anggaran tersendiri dan berasal dari APBD. “Selama saya 27 tahun kerja di sini, enggak pernah itu boleh buat mudik. Kalau saya enggak setuju kecuali untuk urusan kepentingan dinas,” kata Wiriyatmoko saat ditemui detikcom di ruangan kerjanya, Senin (29/7/2013).
Sumber :
detik.com
Duet Prabowo-Hatta Tak Sedahsyat Prabowo-Jokowi
Ketua MPP PAN Amien Rais menilai Ketum PAN Hatta Rajasa cocok menjadi
cawapres pendamping Prabowo Subianto. Gaung bersambut, Gerindra membuka
peluang duet Prabowo-Hatta di Pilpres 2014. Seperti apa kekuatan duet
Prabowo-Hatta di tangga survei?
Hal ini menjadi menarik, karena kabarnya Partai Gerindra juga sedang mencoba merayu Jokowi agar mau jadi cawapres Prabowo. Namun menurut Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, komunikasi Prabowo dengan Hatta juga terus dilakukan. "Komunikasi terus dilakukan, termasuk dengan Pak Hatta," kata Muzani, Selasa (30/7/2013).
Lalu seperti seperti apa elektabilitas duet Prabowo-Hatta dibandingkan kemungkinan lain yakni duet Prabowo-Jokowi?
Beberapa waktu lalu tepatnya pertengahan Juli 2013, lembaga survei Pusat Data Bersatu (PDB) pimpinan Didik J Rachbini melakukan survei terkait elektabilitas pasangan capres. Hasilnya sebenarnya duet Prabowo-Joko Widodo (Jokowi) yang paling dipilih rakyat.
Survei ini dilakukan dari tanggal 11 Juni - 18 Juni 2013. Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan kuisioner terstruktur terhadap 1.200 responden di 30 provinsi di Indonesia. Usia minimum responden adalah 17 tahun atau sudah menikah. Penelitian ini memiliki margin of error 2,8 persen.
Berikut gambaran elektabilitas pasangan capres yang dikombinasikan oleh PDB dan dirilis pada 17 Juli lalu:
Sumber :
detik.com
Hal ini menjadi menarik, karena kabarnya Partai Gerindra juga sedang mencoba merayu Jokowi agar mau jadi cawapres Prabowo. Namun menurut Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, komunikasi Prabowo dengan Hatta juga terus dilakukan. "Komunikasi terus dilakukan, termasuk dengan Pak Hatta," kata Muzani, Selasa (30/7/2013).
Lalu seperti seperti apa elektabilitas duet Prabowo-Hatta dibandingkan kemungkinan lain yakni duet Prabowo-Jokowi?
Beberapa waktu lalu tepatnya pertengahan Juli 2013, lembaga survei Pusat Data Bersatu (PDB) pimpinan Didik J Rachbini melakukan survei terkait elektabilitas pasangan capres. Hasilnya sebenarnya duet Prabowo-Joko Widodo (Jokowi) yang paling dipilih rakyat.
Survei ini dilakukan dari tanggal 11 Juni - 18 Juni 2013. Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan kuisioner terstruktur terhadap 1.200 responden di 30 provinsi di Indonesia. Usia minimum responden adalah 17 tahun atau sudah menikah. Penelitian ini memiliki margin of error 2,8 persen.
Berikut gambaran elektabilitas pasangan capres yang dikombinasikan oleh PDB dan dirilis pada 17 Juli lalu:
- Prabowo-Jokowi: 20,72%
- Jokowi-JK: 17,13%
- Aburizal Bakrie-Jokowi: 12,52%
- Megawati-Jokowi: 12,34%
- Megawati-JK: 6,45%
- Jokowi-Hatta: 6,45%
- Jokowi-Chairul Tandjung: 3,96%
- Prabowo-Mahfud MD: 3,5%
- Ical-Mahfud MD: 3,13%
- Prabowo-Hatta: 2,39%
- Jokowi-Pramono Edhie: 2,3%
- Ical-Dahlan Iskan: 2,3%
- Jokowi-Puan Maharani: 2,21%
- Megawati-Hatta: 0,83%
- Prabowo-Hary Tanoe: 0,74%
- Jokowi-Gita Wirjawan: 0,64%
- Chaerul Tanjung-Jokowi: 0,55
- Chaerul Tanjung-Dahlan Iskan: 0,55%
- Ical-Soekarwo: 0,55%
- Ical-Pramono Edhie Wibowo: 0,37%
Sumber :
detik.com
PPP Minta Jokowi Jewer Basuki
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD DKI Jakarta meminta
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk memberikan teguran kepada Wakil
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Ketua Fraksi PPP DPRD DKI
Matnoor Tindoan mengatakan, pernyataan keras yang selama ini terlontar
dari mulut Basuki telah melanggar peraturan yang ada.
"Kami meminta Mendagri untuk memberikan teguran atau peringatan keras kepada Saudara Ahok (panggilan Basuki) atas sikap dan pernyataannya yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagai pimpinan daerah," kata Matnoor di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Matnoor menjelaskan, sebagai pejabat publik, sikap dan pernyataan Basuki tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 27 (f), kata dia, kepala daerah dan wakil kepala daerah berkewajiban untuk menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, menurutnya, sikap Basuki juga telah melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 2 ayat (1) huruf j untuk menjaga etika dan norma penyelenggaraan di daerah.
"Sikapnya ini sangat berpotensi merusak stabilitas politik daerah," kata Matnoor.
Ia juga meminta pimpinan DPRD DKI Jakarta untuk memanggil Basuki agar dimintai penjelasan terkait sejumlah pernyataannya yang kontroversial, provokatif, dan menurutnya melecehkan institusi DPRD DKI. Matnoor menuding sikap tegas Basuki itu dapat berpotensi merusak sinergi penyelenggaraan Pemerintahan DKI Jakarta.
Fraksi PPP juga meminta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk lebih sering menegur Basuki. Terlebih, setelah Basuki terlibat konflik pribadi bersama kader PPP sekaligus Wakil Ketua DPRD, Abraham Lunggana. Hal itu diupayakan untuk menjaga stabilitas politik pemerintahan DKI.
Matnoor meminta Jokowi mendukung setiap upaya perwujudan Ketertiban Umum di DKI, yang dilaksanakan dengan sikap persuasif, manusiawi, dan tidak tebang pilih. "Seharusnya Pak Gubernur Jokowi juga melakukan audit investigasi terhadap penyelenggaraan usaha swasta juga, tidak hanya menyoroti PKL," kata Matnoor.
Sumber :
kompas.com
"Kami meminta Mendagri untuk memberikan teguran atau peringatan keras kepada Saudara Ahok (panggilan Basuki) atas sikap dan pernyataannya yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagai pimpinan daerah," kata Matnoor di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Matnoor menjelaskan, sebagai pejabat publik, sikap dan pernyataan Basuki tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 27 (f), kata dia, kepala daerah dan wakil kepala daerah berkewajiban untuk menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, menurutnya, sikap Basuki juga telah melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 2 ayat (1) huruf j untuk menjaga etika dan norma penyelenggaraan di daerah.
"Sikapnya ini sangat berpotensi merusak stabilitas politik daerah," kata Matnoor.
Ia juga meminta pimpinan DPRD DKI Jakarta untuk memanggil Basuki agar dimintai penjelasan terkait sejumlah pernyataannya yang kontroversial, provokatif, dan menurutnya melecehkan institusi DPRD DKI. Matnoor menuding sikap tegas Basuki itu dapat berpotensi merusak sinergi penyelenggaraan Pemerintahan DKI Jakarta.
Fraksi PPP juga meminta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk lebih sering menegur Basuki. Terlebih, setelah Basuki terlibat konflik pribadi bersama kader PPP sekaligus Wakil Ketua DPRD, Abraham Lunggana. Hal itu diupayakan untuk menjaga stabilitas politik pemerintahan DKI.
Matnoor meminta Jokowi mendukung setiap upaya perwujudan Ketertiban Umum di DKI, yang dilaksanakan dengan sikap persuasif, manusiawi, dan tidak tebang pilih. "Seharusnya Pak Gubernur Jokowi juga melakukan audit investigasi terhadap penyelenggaraan usaha swasta juga, tidak hanya menyoroti PKL," kata Matnoor.
Sumber :
kompas.com
Jokowi Belum Bisa Putuskan Mobil Dinas Dipakai Mudik
Hari Raya Idul Fitri tinggal sebentar lagi. Nuansa persiapan mudik sudah
mulai terasa di ibu kota. Tak terkecuali di jajaran lingkungan
pemerintah provinsi DKI Jakarta dan pemerintah-pemerintah daerah lain di
sekitaran ibu kota.
Namun Pemprov DKI hingga saat ini belum dapat mengeluarkan kebijakan terkait boleh atau tidaknya para pejabat di lingkungannya menggunakan mobil dinas untuk keperluan mudik Lebaran. Berbeda dengan Pemerintah Kota Bogor, Pemerintah Kabupaten Tangerang, dan Pemerintah Kabupaten Bekasi, yang pada pekan lalu sudah memutuskan yakni mengizinkan pejabat di jajarannya memakai mobil dinas untuk pulang kampung.
Pemprov DKI masih terus mengkaji tentang permasalahan kendaraan dinas pejabat pemda yang digunakan untuk kepentingan mudik Lebaran. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan akan segera memutuskan hal tersebut dalam waktu dekat ini. "Dalam dua hari ke depan ini akan kita putuskan. Ya, mungkin akan diperbolehkan, tapi dengan aturan-aturan," katanya saat ditemui di Balai Kota, Senin (29/7/2013).
Namun, Gubernur yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang akrab disapa Jokowi itu belum menjelaskan apa aturan-aturan yang dimaksud.
Senada dengan Jokowi, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan ia belum mengetahui apa saja aturan-aturan yang akan diterapkan jika pejabat DKI menggunakan mobil dinas untuk mudik Lebaran.
"Saya gak tahu ya, kalau saya sih, pikiran saya sih orang Jakarta jarang yang bawa mobil mudik, terus kalau Lebaran bersilaturrahmi bawa mobil dinas kenapa salah, gak salah dong," kata Basuki yang biasa disapa Ahok itu kepada detikcom di ruangan kerjanya, Senin (29/7/2013).
Ahok lantas membandingkan dengan pegawai swasta yang dapat menggunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi. "Swasta aja mobil dinas boleh pake kok, masa sih semua pegawai kita harus beli mobil," ujar Ahok.
Ahok menjelaskan, permasalahan seperti ini juga pernah terjadi ketika ia menjabat sebagai Bupati Belitung Timur yang pada pada saat itu kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) meminta kepadanya agar para pegawai negeri sipil tidak diperbolehkan menggunakan mobil dinas untuk keperluaran pribadi dan keluarga.
"Saya bilang kalau gitu kamu suruh PNS itu ke pesta bawa motor, kalau jujur gimana, kalau gak jujur dia juga gak mau bawa mobil dinas gitu jelek, kamu kasih Avanza dia punya Alphard," tutur Ahok melanjutkan.
Adapun Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Pemerintah DKI Jakarta Wiryatmoko berujar hingga saat ini tidak ada rapat atau pun penggodokan terkait kebijakan tersebut. “Enggak ada rapat, yang bilang diperbolehkan siapa? Enggak ada kata diperbolehkan,” kata dia kepada detikcom saat ditemui di ruangannya Senin (29/7/2013). “Sampai sekarang saya belum paraf tentang petunjuk pelaksanaan mobil dinas untuk mudik.”
Secara pribadi, Wiryatmoko mengaku tidak setuju jika sekitar 800-an mobil dinas jabatan DKI Jakarta digunakan untuk mudik karena dinilai terlalu berisiko. Terlebih, menurutnya, pemerintah provinsi DKI juga belum pernah mengeluarkan izin serupa. “Hemat saya, jangan. Tidak boleh (dibawa mudik), kecuali itu urusan dinas, catat,” tegas dia.
Sumber :
detik.com
Namun Pemprov DKI hingga saat ini belum dapat mengeluarkan kebijakan terkait boleh atau tidaknya para pejabat di lingkungannya menggunakan mobil dinas untuk keperluan mudik Lebaran. Berbeda dengan Pemerintah Kota Bogor, Pemerintah Kabupaten Tangerang, dan Pemerintah Kabupaten Bekasi, yang pada pekan lalu sudah memutuskan yakni mengizinkan pejabat di jajarannya memakai mobil dinas untuk pulang kampung.
Pemprov DKI masih terus mengkaji tentang permasalahan kendaraan dinas pejabat pemda yang digunakan untuk kepentingan mudik Lebaran. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan akan segera memutuskan hal tersebut dalam waktu dekat ini. "Dalam dua hari ke depan ini akan kita putuskan. Ya, mungkin akan diperbolehkan, tapi dengan aturan-aturan," katanya saat ditemui di Balai Kota, Senin (29/7/2013).
Namun, Gubernur yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang akrab disapa Jokowi itu belum menjelaskan apa aturan-aturan yang dimaksud.
Senada dengan Jokowi, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan ia belum mengetahui apa saja aturan-aturan yang akan diterapkan jika pejabat DKI menggunakan mobil dinas untuk mudik Lebaran.
"Saya gak tahu ya, kalau saya sih, pikiran saya sih orang Jakarta jarang yang bawa mobil mudik, terus kalau Lebaran bersilaturrahmi bawa mobil dinas kenapa salah, gak salah dong," kata Basuki yang biasa disapa Ahok itu kepada detikcom di ruangan kerjanya, Senin (29/7/2013).
Ahok lantas membandingkan dengan pegawai swasta yang dapat menggunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi. "Swasta aja mobil dinas boleh pake kok, masa sih semua pegawai kita harus beli mobil," ujar Ahok.
Ahok menjelaskan, permasalahan seperti ini juga pernah terjadi ketika ia menjabat sebagai Bupati Belitung Timur yang pada pada saat itu kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) meminta kepadanya agar para pegawai negeri sipil tidak diperbolehkan menggunakan mobil dinas untuk keperluaran pribadi dan keluarga.
"Saya bilang kalau gitu kamu suruh PNS itu ke pesta bawa motor, kalau jujur gimana, kalau gak jujur dia juga gak mau bawa mobil dinas gitu jelek, kamu kasih Avanza dia punya Alphard," tutur Ahok melanjutkan.
Adapun Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Pemerintah DKI Jakarta Wiryatmoko berujar hingga saat ini tidak ada rapat atau pun penggodokan terkait kebijakan tersebut. “Enggak ada rapat, yang bilang diperbolehkan siapa? Enggak ada kata diperbolehkan,” kata dia kepada detikcom saat ditemui di ruangannya Senin (29/7/2013). “Sampai sekarang saya belum paraf tentang petunjuk pelaksanaan mobil dinas untuk mudik.”
Secara pribadi, Wiryatmoko mengaku tidak setuju jika sekitar 800-an mobil dinas jabatan DKI Jakarta digunakan untuk mudik karena dinilai terlalu berisiko. Terlebih, menurutnya, pemerintah provinsi DKI juga belum pernah mengeluarkan izin serupa. “Hemat saya, jangan. Tidak boleh (dibawa mudik), kecuali itu urusan dinas, catat,” tegas dia.
Sumber :
detik.com
Langganan:
Postingan (Atom)