Partai Golkar belum menentukan pendamping Abu Rizal Bakrie sebagai calon
wakil presidennya. Namun, sosok mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahfud MD atau Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) memiliki
kans kuat untuk dipilih sebagai pendamping Ical.
“Dua tokoh ini
(Mahfud dan Jokowi) orang sudah tahu. Itu tidak bisa diberi penilaian
secara eksak. Setiap orang punya kualifikasi, kemampuan pada bidangnya
masing-masing. Tinggal persoalan doa,” katanya Sekretaris Jenderal
Partai Golkar Idrus Marham seusai peringatan hari lahir ke-15 Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) di Cikini, Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Ia
mengatakan, Mahfud berpengalaman menjadi Menteri Pertahanan dan juga
mantan Ketua MK. Sementara Jokowi baru saja menjabat sebagai Gubernur
DKI Jakarta. Ditanya soal lebih memilih Jokowi atau Mahfud, dia
menyatakan, pilihan Partai Golkar masih bisa terus berubah.
“Politik
itu kan dinamis, tidak statis. Sepanjang belum diputuskan melalu proses
rapimnas (rapat pimpinan nasional) yang demokratis dan semua dukungan
dari bawah, sepanjang itu sangat dinamis, belum final,” sergahnya.
Ia
mengatakan, banyak alternatif calon pendamping Ketua Umum Partai Golkar
itu. Ia menyebutkan beberapa nama selain Mahfud dan Jokowi, di
antaranya Gubernur Daerah istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X
dan mantan Kepala Staf Angkatan Darat Pramono Edi Wibowo.
Disampaikannya, cawapres yang akan mendampingi Abu Rizal tidak harus
kader Partai Golkar.
“Bangsa ini dikelola bersama-sama. Jadi pasangan Bang Ical (panggilan akrab Abu Rizal) tidak harus Golkar,” kata Idrus.
Yang pasti, katanya, Ical yang akan menentukan calon pendampingnya dalam merebut kursi RI 1 nanti.
“Tergantung
Ical. Mandat kami berikan kepada Ical. Untuk menentukan cawapres,
diberikan seutuhnya kepada Abu Rizal sebagai capres untuk menentukan,”
katanya.
Sumber :
kompas.com
Arsip terlengkap seputar kegiatan Jokowi mulai tahun 2013 hingga Jokowi Terindikasi Melindungi Koruptor.
Selasa, 23 Juli 2013
Hanura: Wiranto Tak Khawatir dengan Gaya Blusukan Jokowi
Partai Hanura menanggapi pernyataan Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) soal capres 2014 yang
takut dengan gaya blusukan gubernurnya Joko Widodo (Jokowi). Hanura yang
mencapreskan Wiranto, mengaku tak khawatir.
"Saya rasa beliau (Wiranto) tidak ada kekhawatiran apapun ya, karena kita semua tahu dan sadar semua punya gayanya sendiri," kata Ketua DPP Partai Hanura Susaningtyas Kertopati kepada detikcom, Selasa (23/7/2013).
Ia menuturkan, soal blusukan atau turun ke bawah itu pun dilakukan oleh Wiranto untuk mendongkrak elektabilitas. Hanya saja masing-masing capres punya segmentasi sendiri.
"Pak Wiranto tentu juga melakukan hal-hal yang bersentuhan dengan masyarakat, dimana beliau juga banyak bersentuhan dengan civitas akademika universitas dan lain-lain," ucap anggota komisi I DPR itu.
Sebelumnya, Ahok menilai ada ketakutan capres 2014 melihat gaya blusukan Jokowi.
"Saya membaca ini ada ketakutan dari gaya blusukan Pak Jokowi. Mungkin capres lain nggak bisa nyontek. Pak Jokowi kan memang gayanya begitu," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta tadi pagi.
Komentar Ahok itu dipicu FITRA yang membuka anggaran blusukan Jokowi, kemudian membandingkannya dengan anggaran era kepemimpinan Fauzi Bowo.
"Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung," kata Ahok.
Sumber :
detik.com
"Saya rasa beliau (Wiranto) tidak ada kekhawatiran apapun ya, karena kita semua tahu dan sadar semua punya gayanya sendiri," kata Ketua DPP Partai Hanura Susaningtyas Kertopati kepada detikcom, Selasa (23/7/2013).
Ia menuturkan, soal blusukan atau turun ke bawah itu pun dilakukan oleh Wiranto untuk mendongkrak elektabilitas. Hanya saja masing-masing capres punya segmentasi sendiri.
"Pak Wiranto tentu juga melakukan hal-hal yang bersentuhan dengan masyarakat, dimana beliau juga banyak bersentuhan dengan civitas akademika universitas dan lain-lain," ucap anggota komisi I DPR itu.
Sebelumnya, Ahok menilai ada ketakutan capres 2014 melihat gaya blusukan Jokowi.
"Saya membaca ini ada ketakutan dari gaya blusukan Pak Jokowi. Mungkin capres lain nggak bisa nyontek. Pak Jokowi kan memang gayanya begitu," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta tadi pagi.
Komentar Ahok itu dipicu FITRA yang membuka anggaran blusukan Jokowi, kemudian membandingkannya dengan anggaran era kepemimpinan Fauzi Bowo.
"Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung," kata Ahok.
Sumber :
detik.com
Ternyata Ical Juga Sudah Bertemu Jokowi
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dapat diibaratkan seorang gadis cantik jelita yang dilirik banyak pejaka tajir. Selain cantik, Jokowi juga mempunyai elektabilitas yang tinggi sebagai Capres
2014, hal ini membuat Jokowi banyak dilirik para tokoh politik. Mulai dari Hatta
Rajasa sampai Prabowo sudah menemui Jokowi. Bagaimana dengan Ketum
Golkar Aburizal Bakrie atau Ical?
"Saya sudah ketemu sebagai gubernur," kata Ical yang kini mulai populer dengan panggilan ARB usai acara buka puasa bersama di Universitas Bakrie, di Kuningan, Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Tak dirinci pertemuan itu membahas urusan apa. Hanya saja, lanjut Ical, pertemuan kerap dilakukan. "Sering," tambahnya.
Ical juga berbicara soal safari Ramadan. Dia pergi ke Solo kemudian juga ke lampung. "Sampai lupa saya di mana, Jawa timur, Tengah. Tetap terus keliling," tuturnya.
Sumber :
detik.com
"Saya sudah ketemu sebagai gubernur," kata Ical yang kini mulai populer dengan panggilan ARB usai acara buka puasa bersama di Universitas Bakrie, di Kuningan, Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Tak dirinci pertemuan itu membahas urusan apa. Hanya saja, lanjut Ical, pertemuan kerap dilakukan. "Sering," tambahnya.
Ical juga berbicara soal safari Ramadan. Dia pergi ke Solo kemudian juga ke lampung. "Sampai lupa saya di mana, Jawa timur, Tengah. Tetap terus keliling," tuturnya.
Sumber :
detik.com
Gerindra Minta Balas Budi Jokowi Dengan Menjadi Cawapres Prabowo
Partai Gerindra mengaku ikut bangga dengan popularitas Joko Widodo (Jokowi) yang
terus melambung. Oleh karena itu, Gerindra menyambut baik wacana yang
mendorong Jokowi menjadi calon wakil presiden untuk mendampingi Ketua
Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Pemilu 2014.
Meski Jokowi adalah kader PDI Perjuangan, anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, mengatakan, partainya ikut andil dalam membawa Jokowi ke kursi Gubernur DKI Jakarta dan membesarkan namanya. Dukungan yang sama pula yang akan diberikan untuk Jokowi ke depannya.
"Bagi Gerindra akan jadi kebanggaan Pak Jokowi disukai jadi gubernur dan cawapres," kata Martin, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Terkait komunikasi antarpartai, anggota Komisi III DPR ini menuturkan bahwa Gerindra dan PDI-P memiliki komunikasi yang sangat baik. Bahkan, ia mengklaim bahwa Gerindra dan PDI-P seperti saudara serumpun, saling percaya, dan mendukung calon yang diusung.
Komunikasi yang baik itu, lanjutnya, telah terjalin sejak masa pemilihan presiden periode 2009 lalu. Saat itu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menjadi calon presiden dan didampingi oleh Prabowo. Gerindra siap menjalin komunikasi yang sama intensnya ke depannya.
"Kami akan selalu seperti orang dalam, satu rumpun, dan saling memercayai. Sejak 2009, hubungan itu selalu terjaga," tambahnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo sempat menyatakan pihaknya membuka diri untuk berkoalisi dengan partai lain. Saat ini, komunikasi intens terus dijalin, khususnya dengan salah satu partai politik peserta Pemilu 2014.
Tjahjo menjelaskan, koalisi dilakukan untuk menyiasati seandainya perolehan suara PDI Perjuangan pada pemilu legislatif tak mencapai target, yakni 20 persen suara. Selain itu, penyamaan konsep pemerintahan ke depan juga akan menjadi faktor lain dalam berkoalisi.
"(Komunikasi) yang intensif sudah dengan satu partai, yang pasti parpol peserta pemilu," kata Tjahjo, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (11/7/2013).
PDI-P bertekad tak lagi menjadi oposisi. Caranya adalah dengan memenangkan pemilu di periode mendatang. Perolehan suara yang ditargetkan adalah 20 persen. Sementara untuk mengusung capres, figur yang dipilih adalah kader yang memegang teguh ideologi partai, yakni pro pada ekonomi kerakyatan dan demokrasi Pancasila.
Sumber :
kompas.com
Meski Jokowi adalah kader PDI Perjuangan, anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, mengatakan, partainya ikut andil dalam membawa Jokowi ke kursi Gubernur DKI Jakarta dan membesarkan namanya. Dukungan yang sama pula yang akan diberikan untuk Jokowi ke depannya.
"Bagi Gerindra akan jadi kebanggaan Pak Jokowi disukai jadi gubernur dan cawapres," kata Martin, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Terkait komunikasi antarpartai, anggota Komisi III DPR ini menuturkan bahwa Gerindra dan PDI-P memiliki komunikasi yang sangat baik. Bahkan, ia mengklaim bahwa Gerindra dan PDI-P seperti saudara serumpun, saling percaya, dan mendukung calon yang diusung.
Komunikasi yang baik itu, lanjutnya, telah terjalin sejak masa pemilihan presiden periode 2009 lalu. Saat itu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menjadi calon presiden dan didampingi oleh Prabowo. Gerindra siap menjalin komunikasi yang sama intensnya ke depannya.
"Kami akan selalu seperti orang dalam, satu rumpun, dan saling memercayai. Sejak 2009, hubungan itu selalu terjaga," tambahnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo sempat menyatakan pihaknya membuka diri untuk berkoalisi dengan partai lain. Saat ini, komunikasi intens terus dijalin, khususnya dengan salah satu partai politik peserta Pemilu 2014.
Tjahjo menjelaskan, koalisi dilakukan untuk menyiasati seandainya perolehan suara PDI Perjuangan pada pemilu legislatif tak mencapai target, yakni 20 persen suara. Selain itu, penyamaan konsep pemerintahan ke depan juga akan menjadi faktor lain dalam berkoalisi.
"(Komunikasi) yang intensif sudah dengan satu partai, yang pasti parpol peserta pemilu," kata Tjahjo, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (11/7/2013).
PDI-P bertekad tak lagi menjadi oposisi. Caranya adalah dengan memenangkan pemilu di periode mendatang. Perolehan suara yang ditargetkan adalah 20 persen. Sementara untuk mengusung capres, figur yang dipilih adalah kader yang memegang teguh ideologi partai, yakni pro pada ekonomi kerakyatan dan demokrasi Pancasila.
Sumber :
kompas.com
"Pak Jokowi Boleh Lari, Tetapi Dipelankan Sedikit"
Akademisi dari Universitas Indonesia (UI), Lina Miftaful Lannah, menilai
bahwa gerak cepat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dalam menata Jakarta
belum bisa diikuti oleh bawahannya. Untuk itu perlu ada kesamaan
langkah agar pembangunan Ibu Kota tidak tersendat.
"Jadi Pak Jokowi boleh lari, tapi dipelankan sedikit. Pegawainya berjalan, dikencangkan sedikit. Kalau lomba sendiri, pasti Pak Jokowi menang, tapi yang di belakang tetap tertinggal terus," kata Lina kepada Kompas di Gedung Fisip UI, Depok, Selasa (23/7/2013).
Lina menilai keinginan Jokowi untuk segera membenahi pelayanan di Ibu Kota terkesan kurang melibatkan anggota pegawai di bawahnya. Ia khawatir, jika Jokowi terlalu cepat mengambil keputusan, sementara bawahannya belum siap, maka program-program Jokowi tak terwujud dengan baik. Hal itu dapat mengubah persepsi publik terhadap Jokowi.
Lina menyarankan agar Jokowi membuat alternatif-alternatif pemecahan masalah sesuai kondisi pemerintahan yang dipimpinnya. "Saya khawatir ketika Jokowi terlalu cepat mengambil keputusan. Kalau salah, sukar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi lebih baik sebenarnya Jokowi melibatkan anggotanya," kata Lina.
Beberapa waktu lalu Jokowi meminta agar petugas kelurahan/kecamatan maupun kantor pelayanan lain untuk memperbaiki pelayanan kepada publik. Dalam pembuatan kartu tanda penduduk, misalnya, Jokowi minta agar pembuatannya dipercepat sehingga satu jam saja sudah selesai.
Sumber :
kompas.com
"Jadi Pak Jokowi boleh lari, tapi dipelankan sedikit. Pegawainya berjalan, dikencangkan sedikit. Kalau lomba sendiri, pasti Pak Jokowi menang, tapi yang di belakang tetap tertinggal terus," kata Lina kepada Kompas di Gedung Fisip UI, Depok, Selasa (23/7/2013).
Lina menilai keinginan Jokowi untuk segera membenahi pelayanan di Ibu Kota terkesan kurang melibatkan anggota pegawai di bawahnya. Ia khawatir, jika Jokowi terlalu cepat mengambil keputusan, sementara bawahannya belum siap, maka program-program Jokowi tak terwujud dengan baik. Hal itu dapat mengubah persepsi publik terhadap Jokowi.
Lina menyarankan agar Jokowi membuat alternatif-alternatif pemecahan masalah sesuai kondisi pemerintahan yang dipimpinnya. "Saya khawatir ketika Jokowi terlalu cepat mengambil keputusan. Kalau salah, sukar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi lebih baik sebenarnya Jokowi melibatkan anggotanya," kata Lina.
Beberapa waktu lalu Jokowi meminta agar petugas kelurahan/kecamatan maupun kantor pelayanan lain untuk memperbaiki pelayanan kepada publik. Dalam pembuatan kartu tanda penduduk, misalnya, Jokowi minta agar pembuatannya dipercepat sehingga satu jam saja sudah selesai.
Sumber :
kompas.com
Warga Kampung Pulo Minta Jokowi Bangun Rusun Dekat Pasar dan Sekolah
Sejumlah Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, tidak
keberatan direlokasi ke rumah susun. Namun, mereka berharap, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) membangun rusun yang dekat dengan tempat kegiatan mereka selama
ini, misalnya pasar dan sekolah.
"Karena mayoritas (warga) usahanya di pasar," kata Ketua RT 001/ RW 005, Tullah (36), kepada Kompas, Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Hal tersebut disampaikan berkaitan dengan rencana Pemprov DKI Jakarta menormalisasi Kali Ciliwung. Merelokasi warga bantaran Kali Ciliwung masuk dalam rencana tersebut. Pemprov DKI berencana membangun rusun untuk warga Kampung Pulo di Pasar Minggu dan Pasar Rumput.
"Kalau saya sih siap-siap saja bagaimana pemerintah mengaturnya. Kalau warga sini, memang sebagian ada yang mau, sebagian ada yang ga mau. Program pemerintah itu diikuti seharusnya," ujar seorang warga, Baban (47).
Seorang warga lain, Beni (34), mengaku keberatan direlokasi karena Pasar Minggu dan Pasar Rumput jauh dari tempat usahanya saat ini. Menurutnya, pindah ke Pasar Minggu atau Pasar Rumput akan membuat pengeluarannya bertambah.
"Mungkin kalau deket sini enggak jadi masalah, bisa usaha (jualan). Lagi pula transportasi sekarang ini mahal, ongkos-ongkosnya," ujar Beni.
Meski begitu, Beni mengaku siap pindah. Namun, jika Pemprov DKI tak menyediakan rusun di dekat lokasi rumah dan usahanya saat ini, Beni mengaku akan mengontrak.
Sumber :
kompas.com
"Karena mayoritas (warga) usahanya di pasar," kata Ketua RT 001/ RW 005, Tullah (36), kepada Kompas, Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Hal tersebut disampaikan berkaitan dengan rencana Pemprov DKI Jakarta menormalisasi Kali Ciliwung. Merelokasi warga bantaran Kali Ciliwung masuk dalam rencana tersebut. Pemprov DKI berencana membangun rusun untuk warga Kampung Pulo di Pasar Minggu dan Pasar Rumput.
"Kalau saya sih siap-siap saja bagaimana pemerintah mengaturnya. Kalau warga sini, memang sebagian ada yang mau, sebagian ada yang ga mau. Program pemerintah itu diikuti seharusnya," ujar seorang warga, Baban (47).
Seorang warga lain, Beni (34), mengaku keberatan direlokasi karena Pasar Minggu dan Pasar Rumput jauh dari tempat usahanya saat ini. Menurutnya, pindah ke Pasar Minggu atau Pasar Rumput akan membuat pengeluarannya bertambah.
"Mungkin kalau deket sini enggak jadi masalah, bisa usaha (jualan). Lagi pula transportasi sekarang ini mahal, ongkos-ongkosnya," ujar Beni.
Meski begitu, Beni mengaku siap pindah. Namun, jika Pemprov DKI tak menyediakan rusun di dekat lokasi rumah dan usahanya saat ini, Beni mengaku akan mengontrak.
Sumber :
kompas.com
Irman Gusman: Jokowi Bukan Pencetus Blusukan!
Sebagai salah satu kandidat presiden, Ketua DPD Irman Gusman mengaku tak khawatir dengan gaya blusukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dinilai berhasil meningkatkan elektabilitasnya.
Menurutnya, blusukan sama sekali tidak berkaitan dengan elektabilitas seseorang untuk menjadi capres. “Itu style of leadership orang, blusukan nggak ada pengaruhnya dengan elektabilitas. Sebelum Jokowi blusukan, sudah banyak pemimpin di negeri ini yang juga melakukannya. Saya jadi angota DPD juga sudah blusukan, malah keliling Indoensia,” ujar Irman di Kompleks Parlemen, Selasa (23/7/2013).
Pernyataan Irman ini menanggapi tudingan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mengatakan blusukan ala Jokowi telah meningkatkan popularitas mantan Wali Kota Surakarta tersebut. Hal ini, disebut Basuki, bisa menimbulkan ketakutan bagi beberapa pihak termasuk kandidat capres yang ada.
Rilis FITRA yang menyebutkan anggaran blusukan Jokowi mencapai Rp 26,6 miliar, kata Basuki, adalah pesanan capres lainnya yang tidak bisa meniru aksi blusukan Jokowi. Menurut Irman, tidak ada yang namanya meniru gaya blusukan Jokowi. Ia menegaskan bahwa gaya blusukan tidak bisa langsung dikaitkan dengan Jokowi.
“Nggak bisa diklaim itu mengikuti Jokowi. Mungkin yang terpopuler Jokowi. Ini sudah ada sejak lama, dulu namanya turba (turun ke bawah),” imbuh politisi yang menyatakan siap mengikuti konvensi capres Partai Demokrat ini.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf. “Jangan merasa hanya Jokowi yang blusukan, itu salah,” ucap Nurhayati.
Ia menilai sudah menjadi tanggung jawab seorang pemimpin untuk turun menemui rakyatnya. Tetapi, lanjut Nurhayati yang terpenting adalah hasil, bukan gaya dari blusukan.
Sumber :
kompas.com
Menurutnya, blusukan sama sekali tidak berkaitan dengan elektabilitas seseorang untuk menjadi capres. “Itu style of leadership orang, blusukan nggak ada pengaruhnya dengan elektabilitas. Sebelum Jokowi blusukan, sudah banyak pemimpin di negeri ini yang juga melakukannya. Saya jadi angota DPD juga sudah blusukan, malah keliling Indoensia,” ujar Irman di Kompleks Parlemen, Selasa (23/7/2013).
Pernyataan Irman ini menanggapi tudingan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mengatakan blusukan ala Jokowi telah meningkatkan popularitas mantan Wali Kota Surakarta tersebut. Hal ini, disebut Basuki, bisa menimbulkan ketakutan bagi beberapa pihak termasuk kandidat capres yang ada.
Rilis FITRA yang menyebutkan anggaran blusukan Jokowi mencapai Rp 26,6 miliar, kata Basuki, adalah pesanan capres lainnya yang tidak bisa meniru aksi blusukan Jokowi. Menurut Irman, tidak ada yang namanya meniru gaya blusukan Jokowi. Ia menegaskan bahwa gaya blusukan tidak bisa langsung dikaitkan dengan Jokowi.
“Nggak bisa diklaim itu mengikuti Jokowi. Mungkin yang terpopuler Jokowi. Ini sudah ada sejak lama, dulu namanya turba (turun ke bawah),” imbuh politisi yang menyatakan siap mengikuti konvensi capres Partai Demokrat ini.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf. “Jangan merasa hanya Jokowi yang blusukan, itu salah,” ucap Nurhayati.
Ia menilai sudah menjadi tanggung jawab seorang pemimpin untuk turun menemui rakyatnya. Tetapi, lanjut Nurhayati yang terpenting adalah hasil, bukan gaya dari blusukan.
Sumber :
kompas.com
Dapat Wejangan Hamzah Haz, Jokowi Enggan Pikirkan Capres
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan bahwa ia mendapat masukan
dari politisi senior Partai Persatuan Pembangunan, Hamzah Haz, tentang
pencalonan presiden. Namun, ia menegaskan bahwa saat ini ia ingin fokus
menjalankan tugas sebagai gubernur.
Siang tadi Jokowi menerima kunjungan Hamzah Haz di Balaikota Jakarta. Jokowi mengatakan, ia lebih banyak mendengarkan masukan-masukan dari mantan Ketua Umum PPP tersebut.
"Posisi saya hanya dengar tausiah dan wejangan beliau, saya kan junior. Posisinya saya jadi hanya mendengarkan," kata Jokowi kepada wartawan di Balaikota, Selasa (23/7/2013).
Sebelumnya, Hamzah menyarankan kepada Jokowi untuk merangkul agamawan jika Jokowi benar-benar maju sebagai capres. Ia menilai komposisi itu sama dengan posisinya ketika Hamzah Haz menjadi Wakil Presiden RI ketika Megawati Soekarnoputri menjadi presiden.
"Dulu kan Megawati minta saya jadi wapres. PDI Perjuangan bernuansa nasionalis, berpasangan sama kaum agamawan. Yang diwariskan PDI-P inilah yang saya bilang," ujar Hamzah kepada wartawan seusai pertemuan.
Apakah Jokowi menerima saran tersebut? Lagi-lagi orang nomor satu di Jakarta itu enggan menjawabnya. Ia meminta media atau publik tidak mendorongnya untuk menjadi presiden RI.
"Jangan dorong-dorong saya. Saya konsentrasi di kerjaan saya sebagai gubernur," kata Jokowi.
Pertemuan antara kedua tokoh politik itu berlangsung selama kurang lebih satu jam sejak pukul 11.00. Seusai pertemuan, Jokowi ikut mengantarkan Hamzah Haz hingga ke mobilnya.
Sumber :
kompas.com
Siang tadi Jokowi menerima kunjungan Hamzah Haz di Balaikota Jakarta. Jokowi mengatakan, ia lebih banyak mendengarkan masukan-masukan dari mantan Ketua Umum PPP tersebut.
"Posisi saya hanya dengar tausiah dan wejangan beliau, saya kan junior. Posisinya saya jadi hanya mendengarkan," kata Jokowi kepada wartawan di Balaikota, Selasa (23/7/2013).
Sebelumnya, Hamzah menyarankan kepada Jokowi untuk merangkul agamawan jika Jokowi benar-benar maju sebagai capres. Ia menilai komposisi itu sama dengan posisinya ketika Hamzah Haz menjadi Wakil Presiden RI ketika Megawati Soekarnoputri menjadi presiden.
"Dulu kan Megawati minta saya jadi wapres. PDI Perjuangan bernuansa nasionalis, berpasangan sama kaum agamawan. Yang diwariskan PDI-P inilah yang saya bilang," ujar Hamzah kepada wartawan seusai pertemuan.
Apakah Jokowi menerima saran tersebut? Lagi-lagi orang nomor satu di Jakarta itu enggan menjawabnya. Ia meminta media atau publik tidak mendorongnya untuk menjadi presiden RI.
"Jangan dorong-dorong saya. Saya konsentrasi di kerjaan saya sebagai gubernur," kata Jokowi.
Pertemuan antara kedua tokoh politik itu berlangsung selama kurang lebih satu jam sejak pukul 11.00. Seusai pertemuan, Jokowi ikut mengantarkan Hamzah Haz hingga ke mobilnya.
Sumber :
kompas.com
Renegosiasi Aset Tanah Abang, Jokowi Bicara dengan Menpera
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan perbincangan dengan
Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz sebagai pemilik PT Primayana Djan
Internasional (PDI) terkait renegosiasi aset Blok A Pasar Tanah Abang.
"Kami mau selesaikan baik-baik. Tapi kami minta (aset) diserahkan ke kami," ujar pria yang disapa Jokowi, Selasa (23/7/2013).
Jokowi yang mengenakan kemeja batik lengan panjang berwarna merah ini mengatakan saat ini dua pihak tengah memproses renegosiasi pengelolaan aset tersebut, sehingga belum ada kepastian akankah aset blok A pasar Tanah Abang akan dikelola oleh Pemprov DKI.
"Tapi itu masih proses antara Dirut PD Pasar Jaya dengan PT-nya (PT PDI)," katanya.
Terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang memerintahkan PT PDI membayar dana kompensasi Rp 8,2 miliar ke Pemprov DKI, Jokowi tidak mau berbicara lebih jauh. Sebab, masih dalam proses hukum.
"Karena proses hukumnya masih berjalan, saya belum bisa berbicara apa-apa," kata Jokowi.
Seperti diketahui, dalam perkara perebutan aset blok A pasar Tanah Abang ini Pemprov DKI mengalami kerugian senilai Rp 18 miliar semenjak dikelola oleh PT PDI.
Namun, pengadilan melalui putusannya menyatakan bahwa PT PDI hanya membayar biaya kompensasi kepada Pemprov DKI sebesar Rp 8,2 miliar dari total kerugian tersebut.
Sumber :
tribunnews.com
"Kami mau selesaikan baik-baik. Tapi kami minta (aset) diserahkan ke kami," ujar pria yang disapa Jokowi, Selasa (23/7/2013).
Jokowi yang mengenakan kemeja batik lengan panjang berwarna merah ini mengatakan saat ini dua pihak tengah memproses renegosiasi pengelolaan aset tersebut, sehingga belum ada kepastian akankah aset blok A pasar Tanah Abang akan dikelola oleh Pemprov DKI.
"Tapi itu masih proses antara Dirut PD Pasar Jaya dengan PT-nya (PT PDI)," katanya.
Terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang memerintahkan PT PDI membayar dana kompensasi Rp 8,2 miliar ke Pemprov DKI, Jokowi tidak mau berbicara lebih jauh. Sebab, masih dalam proses hukum.
"Karena proses hukumnya masih berjalan, saya belum bisa berbicara apa-apa," kata Jokowi.
Seperti diketahui, dalam perkara perebutan aset blok A pasar Tanah Abang ini Pemprov DKI mengalami kerugian senilai Rp 18 miliar semenjak dikelola oleh PT PDI.
Namun, pengadilan melalui putusannya menyatakan bahwa PT PDI hanya membayar biaya kompensasi kepada Pemprov DKI sebesar Rp 8,2 miliar dari total kerugian tersebut.
Sumber :
tribunnews.com
Jokowi: Warga Bantaran Ciliwung Pindah Sendiri, Itu Lebih Baik
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan warga Kampung Pulo, Kampung
Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur yang sudah tidak tahan dengan banjir,
pindah rumah.
"Kalau mereka (warga) mau pindah sendiri dari situ, ya lebih baiklah," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2013) siang.
Jokowi mengatakan, program mengurangi titik banjir di DKI adalah mempersilakan Kementerian Pekerjaan Umum menormalisasi Sungai Ciliwung. Tapi, normalisasi tak bisa dilakukan jika bantaran sungai masih dipadati permukiman.
Pemprov DKI, sebagai pemilik lahan pun bertugas merelokasi warga bantaran untuk masuk ke rumah susun. Namun, relokasi tersebut, lanjut Jokowi, terhambat pembangunan rumah susun sewa sederhana di Pasar Minggu dan Pasar Rumput Jakarta Selatan yang rampung di tahun 2014 yang akan datang.
"Kalau ndak (mau pindah sendiri) ya harus nunggu rusun jadi. Rusun kan baru dimulai. Itu problemnya," tutur mantan Wali Kota Surakarta tersebut.
Jokowi telah melakukan koordinasi dengan Wali Kota Jakarta Timur untuk segera mengurus administrasi pembebasan lahan untuk warga Kampung Pulo yang bersedia pindah sendiri, dan tidak ingin pindah ke rusun.
Sumber :
kompas.com
"Kalau mereka (warga) mau pindah sendiri dari situ, ya lebih baiklah," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2013) siang.
Jokowi mengatakan, program mengurangi titik banjir di DKI adalah mempersilakan Kementerian Pekerjaan Umum menormalisasi Sungai Ciliwung. Tapi, normalisasi tak bisa dilakukan jika bantaran sungai masih dipadati permukiman.
Pemprov DKI, sebagai pemilik lahan pun bertugas merelokasi warga bantaran untuk masuk ke rumah susun. Namun, relokasi tersebut, lanjut Jokowi, terhambat pembangunan rumah susun sewa sederhana di Pasar Minggu dan Pasar Rumput Jakarta Selatan yang rampung di tahun 2014 yang akan datang.
"Kalau ndak (mau pindah sendiri) ya harus nunggu rusun jadi. Rusun kan baru dimulai. Itu problemnya," tutur mantan Wali Kota Surakarta tersebut.
Jokowi telah melakukan koordinasi dengan Wali Kota Jakarta Timur untuk segera mengurus administrasi pembebasan lahan untuk warga Kampung Pulo yang bersedia pindah sendiri, dan tidak ingin pindah ke rusun.
Sumber :
kompas.com
Jakarta Banjir, Jokowi: Belum Dinormalisasi, Ya Bagaimana...
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengaku pasrah atas musibah banjir yang masih
melanda beberapa wilayah di DKI Jakarta, Senin (22/7/2013) kemarin.
Program antisipasi banjir masih terhambat pembangunan rusun.
Jokowi mengatakan program mengurangi titik banjir adalah menormalisasi 13 sungai di DKI Jakarta. Namun, normalisasi itu belum bisa dilakukan karena masih ada permukiman warga di beberapa titik bantaran sungai DKI.
"Enggak bisa kalau enggak normalisasi. Itu belum selesai ya bagaimana. Problemnya itu," ujar Jokowi saat ditemui di Balaikota, Jakarta pada Selasa (23/7/2013) siang.
Yang dilakukan Jokowi saat ini adalah terus memantau kondisi ketinggian air di setiap sungai, khususnya Sungai Ciliwung. Jika memasuki status tertentu, pihaknya langsung koordinasi dengan warga yang bermukim di bantaran untuk bersiap-siap menghadapi banjir kiriman dari daerah Bogor.
Normalisasi Sungai Ciliwung menjadi program yang diprioritaskan Kementerian Pekerjaan Umum di tahun 2013. Sebab, kondisi Ciliwung sudah tidak mampu lagi menampung debit air.
Jika normalisasi dilakukan, kapasitas Ciliwung diklaim naik menjadi 400 hingga 500 meter kubik per detik, berbeda dengan kondisi kini yang menampung 30 hingga 40 persen saja. Sebelum normalisasi dilakukan, Kementerian PU bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terlebih dahulu untuk merelokasi warga bantaran sungai.
Oleh sebab itu, relokasi dinilai menjadi penentu keberhasilan pemerintah pusat menanggulangi banjir di Kota Jakarta tersebut. Jokowi mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dua unit rumah susun untuk warga relokasi bantaran sungai, yakni di Pasar Minggu dan Pasar Rumput. Namun, rampungnya pembangunan rusun tersebut baru selesai 2014 yang akan datang.
"Kalau mereka mau pindah dari situ ya lebih baik. Kalau tidak ya harus nunggu rusun. Rusun kan baru dimulai," ujar Jokowi.
Sumber :
kompas.com
Jokowi mengatakan program mengurangi titik banjir adalah menormalisasi 13 sungai di DKI Jakarta. Namun, normalisasi itu belum bisa dilakukan karena masih ada permukiman warga di beberapa titik bantaran sungai DKI.
"Enggak bisa kalau enggak normalisasi. Itu belum selesai ya bagaimana. Problemnya itu," ujar Jokowi saat ditemui di Balaikota, Jakarta pada Selasa (23/7/2013) siang.
Yang dilakukan Jokowi saat ini adalah terus memantau kondisi ketinggian air di setiap sungai, khususnya Sungai Ciliwung. Jika memasuki status tertentu, pihaknya langsung koordinasi dengan warga yang bermukim di bantaran untuk bersiap-siap menghadapi banjir kiriman dari daerah Bogor.
Normalisasi Sungai Ciliwung menjadi program yang diprioritaskan Kementerian Pekerjaan Umum di tahun 2013. Sebab, kondisi Ciliwung sudah tidak mampu lagi menampung debit air.
Jika normalisasi dilakukan, kapasitas Ciliwung diklaim naik menjadi 400 hingga 500 meter kubik per detik, berbeda dengan kondisi kini yang menampung 30 hingga 40 persen saja. Sebelum normalisasi dilakukan, Kementerian PU bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terlebih dahulu untuk merelokasi warga bantaran sungai.
Oleh sebab itu, relokasi dinilai menjadi penentu keberhasilan pemerintah pusat menanggulangi banjir di Kota Jakarta tersebut. Jokowi mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dua unit rumah susun untuk warga relokasi bantaran sungai, yakni di Pasar Minggu dan Pasar Rumput. Namun, rampungnya pembangunan rusun tersebut baru selesai 2014 yang akan datang.
"Kalau mereka mau pindah dari situ ya lebih baik. Kalau tidak ya harus nunggu rusun. Rusun kan baru dimulai," ujar Jokowi.
Sumber :
kompas.com
Waketum PD: Blusukan Bukan Hanya Milik Jokowi!
Gaya blusukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) kembali mendapat
sorotan, kali ini dari petinggi Partai Demokrat (PD). Wakil Ketua Umum
Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf mengkritik, gaya blusukan yang
saat ini identik dengan Jokowi.
"Jangan merasa hanya Jokowi yang blusukan, itu salah. Walikota lain, bupati lain ada yang lebih merakyat daripada sosok seorang Jokowi. Jangan hanya mengklaim ikut Jokowi," kata Waketum PD Nurhayati Ali Assegaf, Selasa (23/7/2013).
Menurut Nurhayati, gaya blusukan atau turun ke bawah menengok masyarakat justru sudah lebih dulu dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jauh sebelum Jokowi jadi Gubernur.
"Kalau blusukan itu sudah dilakukan Pak SBY sudah 2004, jadi itu bukan gaya Jokowi. Banyak sekali pemimpin daerah yang blusukan sama rakyatnya," tuturnya.
"Tahun 2004 itu saya mendampingi Pak SBY blusukan dengan tulus, nggak usah undang pers, natural dan itu yang dilakukan walikota lain untuk rakyatnya," imbuh anggota komisi I DPR itu.
Lebih jauh ia mengatakan bahwa blusukan adalah tanggungjawab setiap pemimpin, tidak melekat hanya pada satu pemimpin seperti Jokowi.
"Pak De Karwo (Gubernur Jatim) bahkan blusukannya lebih sederhana, merakyat dan lebih natural," ujarnya.
"Yang jelas yang diharapkan adalah bukti bukan gaya blusukan. Kalau klaim gaya blusukan itu milik Jokowi kurang pas, pemimpin punya kewajiban bertemu dengan rakyatnya. Itulah tanggungjawab," ucap Nurhayati.
Sumber :
detik.com
Versi Lain :
viva.co.id : "Demokrat Sebelum Jokowi, SBY Sudah Lakukan Blusukan"
"Jangan merasa hanya Jokowi yang blusukan, itu salah. Walikota lain, bupati lain ada yang lebih merakyat daripada sosok seorang Jokowi. Jangan hanya mengklaim ikut Jokowi," kata Waketum PD Nurhayati Ali Assegaf, Selasa (23/7/2013).
Menurut Nurhayati, gaya blusukan atau turun ke bawah menengok masyarakat justru sudah lebih dulu dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jauh sebelum Jokowi jadi Gubernur.
"Kalau blusukan itu sudah dilakukan Pak SBY sudah 2004, jadi itu bukan gaya Jokowi. Banyak sekali pemimpin daerah yang blusukan sama rakyatnya," tuturnya.
"Tahun 2004 itu saya mendampingi Pak SBY blusukan dengan tulus, nggak usah undang pers, natural dan itu yang dilakukan walikota lain untuk rakyatnya," imbuh anggota komisi I DPR itu.
Lebih jauh ia mengatakan bahwa blusukan adalah tanggungjawab setiap pemimpin, tidak melekat hanya pada satu pemimpin seperti Jokowi.
"Pak De Karwo (Gubernur Jatim) bahkan blusukannya lebih sederhana, merakyat dan lebih natural," ujarnya.
"Yang jelas yang diharapkan adalah bukti bukan gaya blusukan. Kalau klaim gaya blusukan itu milik Jokowi kurang pas, pemimpin punya kewajiban bertemu dengan rakyatnya. Itulah tanggungjawab," ucap Nurhayati.
Sumber :
detik.com
Versi Lain :
viva.co.id : "Demokrat Sebelum Jokowi, SBY Sudah Lakukan Blusukan"
Jokowi: Jakarta Belum Pantas Jadi Kota Ramah Anak
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengakui lima kota dan kabupaten di DKI Jakarta
belum pantas menjadi kota ramah anak. Sarana dan prasarana di Ibu Kota,
menurutnya, masih jauh dari hal-hal yang dibutuhakan anak.
"Semuanya belum pantas di Jakarta, tapi ini dalam proses menuju ke sana. Setiap hari kita lihat perkembangannya gimana," ujar Joko Widodo di Balaikota, Jakarta, Selasa (23/7/2013) siang.
Jokowi mengungkapkan, pihaknya telah mengutus tiap Wali Kota dan Bupati di Jakarta untuk mulai membangun sarana dan prasarana hal-hal yang dibutuhkan oleh anak. Misalnya, forum anak, ruang terbuka bagi anak berinteraksi, fasilitas penunjang edukasi serta sejumlah fasilitas lain.
Sejumlah sarana dan prasarana tersebut, lanjut Jokowi, akan dibangun di permukiman, entah di rumah susun, atau permukiman terbuka warga. "Mereka mempersiapkan dulu, kalau sudah siap nanti clear. Saya enggak mau maksa-maksa yang penting saya sudah berikan arahan," ujar Jokowi.
Jokowi mengaku proses hingga menjadi kota yang ramah anak membutuhkan waktu yang lama karena terkait dengan pembangunan fisik serta pembangunan sistem. Oleh sebab itu, dia tidak menetapkan target rampungnya program itu.
Sumber :
kompas.com
"Semuanya belum pantas di Jakarta, tapi ini dalam proses menuju ke sana. Setiap hari kita lihat perkembangannya gimana," ujar Joko Widodo di Balaikota, Jakarta, Selasa (23/7/2013) siang.
Jokowi mengungkapkan, pihaknya telah mengutus tiap Wali Kota dan Bupati di Jakarta untuk mulai membangun sarana dan prasarana hal-hal yang dibutuhkan oleh anak. Misalnya, forum anak, ruang terbuka bagi anak berinteraksi, fasilitas penunjang edukasi serta sejumlah fasilitas lain.
Sejumlah sarana dan prasarana tersebut, lanjut Jokowi, akan dibangun di permukiman, entah di rumah susun, atau permukiman terbuka warga. "Mereka mempersiapkan dulu, kalau sudah siap nanti clear. Saya enggak mau maksa-maksa yang penting saya sudah berikan arahan," ujar Jokowi.
Jokowi mengaku proses hingga menjadi kota yang ramah anak membutuhkan waktu yang lama karena terkait dengan pembangunan fisik serta pembangunan sistem. Oleh sebab itu, dia tidak menetapkan target rampungnya program itu.
Sumber :
kompas.com
Dengan Jalan Damai, Jokowi Minta Blok A Tanah Abang Diserahkan
Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) membenarkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta tengah memproses pengembalian Blok A Pasar Tanah Abang dari PT
Primanaya Djan Internasional kepada PD Pasar Jaya.
"Sudah, dalam proses. Kita minta diserahkan ke kita," ujar Jokowi kepada wartawan di kantor Balaikota, Jakarta, Selasa (23/7/2013) siang.
Jokowi mengatakan, proses pengembalian itu merupakan merupakan hasil komunikasinya dengan pemilik perusahaan tersebut, yakni Menteri Perumahan Rakyat RI Djan Faridz. Jokowi mengaku tak ingin melanjutkan sengketa antara Pemprov DKI dan perusahaan itu di ranah hukum.
"Yang jelas, kita ingin agar ini diselesaikan secara baik-baik. Ini sudah final," ujarnya.
Jokowi mengatakan, ada hal-hal yang menjadi syarat dalam proses tersebut, yakni pengembalian denda sebesar Rp 8,2 miliar dari PT Primanaya Djan Internasional kepada PD Pasar Jaya. Namun, Jokowi enggan berkomentar lebih lanjut.
"Ya nantilah, ini masih proses, jangan dibuka-buka dulu. Yang penting segera mungkin," ujarnya.
Persoalan hukum yang timbul antara PT Primanaya Djan Internasional milik Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz dan PD Pasar Jaya dilatarbelakangi adanya perjanjian membangun Blok A Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pasar itu sempat terbakar pada 2003.
Perjanjian kedua pihak semestinya berlangsung selama 5 tahun, dari 2003 hingga 2008. Namun, karena ada klausul yang menyatakan perjanjian akan diperpanjang satu tahun apabila penjualan unit kios belum mencapai 95 persen, perjanjian ini sempat diperpanjang 1 tahun hingga 2009.
Setelah kontrak diperpanjang, Direktur Utama PD Pasar Jaya Djangga Lubis meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (NPKP) melakukan audit. Karena audit BPKP tersebut menunjukkan adanya potensi kerugian, PD Pasar Jaya menyatakan tidak dapat memperpanjang lagi perjanjian tersebut.
Selain audit, PD Pasar Jaya juga menemukan adanya pelanggaran perjanjian ketika PT PDNI ternyata tidak hanya memasarkan dan menjual unit, tetapi juga menyewakan kios. Dalam perjanjian, PT PDI tak berwenang melakukan penyewaan kios. Dengan adanya penyewaan, target penjualan unit hingga 95 persen sulit tercapai sehingga dapat saja PT PDI berdalih untuk terus meminta perpanjangan perjanjian hingga waktu yang tak dapat terukur.
Karena PD Pasar Jaya tak mau memperpanjang perjanjian, PT PDI mengajukan gugatan dengan menyatakan PD Pasar Jaya wanprestasi. PD Pasar Jaya bertahan karena ingin menyelamatkan aset daerah dan keuangan provinsi DKI dari kerugian.
Sumber :
kompas.com
"Sudah, dalam proses. Kita minta diserahkan ke kita," ujar Jokowi kepada wartawan di kantor Balaikota, Jakarta, Selasa (23/7/2013) siang.
Jokowi mengatakan, proses pengembalian itu merupakan merupakan hasil komunikasinya dengan pemilik perusahaan tersebut, yakni Menteri Perumahan Rakyat RI Djan Faridz. Jokowi mengaku tak ingin melanjutkan sengketa antara Pemprov DKI dan perusahaan itu di ranah hukum.
"Yang jelas, kita ingin agar ini diselesaikan secara baik-baik. Ini sudah final," ujarnya.
Jokowi mengatakan, ada hal-hal yang menjadi syarat dalam proses tersebut, yakni pengembalian denda sebesar Rp 8,2 miliar dari PT Primanaya Djan Internasional kepada PD Pasar Jaya. Namun, Jokowi enggan berkomentar lebih lanjut.
"Ya nantilah, ini masih proses, jangan dibuka-buka dulu. Yang penting segera mungkin," ujarnya.
Persoalan hukum yang timbul antara PT Primanaya Djan Internasional milik Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz dan PD Pasar Jaya dilatarbelakangi adanya perjanjian membangun Blok A Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pasar itu sempat terbakar pada 2003.
Perjanjian kedua pihak semestinya berlangsung selama 5 tahun, dari 2003 hingga 2008. Namun, karena ada klausul yang menyatakan perjanjian akan diperpanjang satu tahun apabila penjualan unit kios belum mencapai 95 persen, perjanjian ini sempat diperpanjang 1 tahun hingga 2009.
Setelah kontrak diperpanjang, Direktur Utama PD Pasar Jaya Djangga Lubis meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (NPKP) melakukan audit. Karena audit BPKP tersebut menunjukkan adanya potensi kerugian, PD Pasar Jaya menyatakan tidak dapat memperpanjang lagi perjanjian tersebut.
Selain audit, PD Pasar Jaya juga menemukan adanya pelanggaran perjanjian ketika PT PDNI ternyata tidak hanya memasarkan dan menjual unit, tetapi juga menyewakan kios. Dalam perjanjian, PT PDI tak berwenang melakukan penyewaan kios. Dengan adanya penyewaan, target penjualan unit hingga 95 persen sulit tercapai sehingga dapat saja PT PDI berdalih untuk terus meminta perpanjangan perjanjian hingga waktu yang tak dapat terukur.
Karena PD Pasar Jaya tak mau memperpanjang perjanjian, PT PDI mengajukan gugatan dengan menyatakan PD Pasar Jaya wanprestasi. PD Pasar Jaya bertahan karena ingin menyelamatkan aset daerah dan keuangan provinsi DKI dari kerugian.
Sumber :
kompas.com
Waketum PD Sindir Ahok: Jangan Politisasi Blusukan Jokowi
Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai serangan soal
blusukan Jokowi politis. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Demokrat
Max Sopacua mengkritik Ahok jangan membawa masalah anggaran ke ruang
politik.
"Apa yang dikritisi Ahok kok bisa lari ke masalah politik? Kalau mau mengkritik ya tentang anggarannya saja, benar nggak anggaran itu, nggak usah dibawa-bawa ke politik," kata Max Sopacua, Selasa (23/7/2013).
Menurutnya, rilis FITRA yang membuka anggaran blusukan Jokowi murni hanya dalam konteks pengawasan LSM kepada kepala daerah. FITRA dinilai mandiri dan sesuai dengan tugasnya.
"Itu kritikan Fitra persoalan anggaran blusukan, nggak ada kaitanya dengan elektabilitas capres," ucap anggota komisi I DPR itu. Suruh aja ahok terjemahkan maksud FITRA apa, itu kan pengawasan anggaran. Ya nggak usah dibawa-bawa ke politik. Apa emang hebatnya Ahok (bawa ini ke masalah politik)?" imbuhnya.
Sebelumnya, Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai ada ketakutan capres 2014 melihat gaya blusukan Jokowi.
"Saya membaca ini ada ketakutan dari gaya blusukan Pak Jokowi (Joko Widodo, red). Mungkin capres lain nggak bisa nyontek. Pak Jokowi kan memang gayanya begitu," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta tadi pagi.
Komentar Ahok itu dipicu FITRA yang membuka anggaran blusukan Jokowi, kemudian membandingkannya dengan anggaran era Fauzi Bowo (Foke).
"Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung," kata mantan Bupati Belitong Timur itu.
Sumber :
detik.com
"Apa yang dikritisi Ahok kok bisa lari ke masalah politik? Kalau mau mengkritik ya tentang anggarannya saja, benar nggak anggaran itu, nggak usah dibawa-bawa ke politik," kata Max Sopacua, Selasa (23/7/2013).
Menurutnya, rilis FITRA yang membuka anggaran blusukan Jokowi murni hanya dalam konteks pengawasan LSM kepada kepala daerah. FITRA dinilai mandiri dan sesuai dengan tugasnya.
"Itu kritikan Fitra persoalan anggaran blusukan, nggak ada kaitanya dengan elektabilitas capres," ucap anggota komisi I DPR itu. Suruh aja ahok terjemahkan maksud FITRA apa, itu kan pengawasan anggaran. Ya nggak usah dibawa-bawa ke politik. Apa emang hebatnya Ahok (bawa ini ke masalah politik)?" imbuhnya.
Sebelumnya, Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai ada ketakutan capres 2014 melihat gaya blusukan Jokowi.
"Saya membaca ini ada ketakutan dari gaya blusukan Pak Jokowi (Joko Widodo, red). Mungkin capres lain nggak bisa nyontek. Pak Jokowi kan memang gayanya begitu," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta tadi pagi.
Komentar Ahok itu dipicu FITRA yang membuka anggaran blusukan Jokowi, kemudian membandingkannya dengan anggaran era Fauzi Bowo (Foke).
"Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung," kata mantan Bupati Belitong Timur itu.
Sumber :
detik.com
Menantang Kejagung dan Polri Lelang Jabatan ala Jokowi, Berani Nggak?
Upaya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) melakukan lelang jabatan menuai sukses.
Diperoleh pejabat publik yang kompeten, masyarakat juga banyak yang
mengapresiasi. Nah, semangat reformasi ala Jokowi semestinya ditiru
lembaga penegak hukum seperti Kejagung dan Polri.
"Cara ini sebenarnya bisa digunakan di institusi penegak hukum seperti kejaksaan dan juga kepolisian. Jabatan-jabatan strategis seperti Kajari, Kajati, direktur dan JAM di kejagung ke depan bisa dilakukan model "lelang" seperti yang dilakukan Jokowi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho dalam keterangannya, Selasa (23/7/2013).
Tak hanya Kejagung, lembaga kepolisian juga ditantang berani. Publik mengharapkan perubahan signifikan dari lembaga penegak hukum yang saat ini menghadapi krisis kepercayaan.
"Tidak hanya kejaksaan, di kepolisian juga bisa dilakukan. Jabatan Kapolres, Kapolda, Dir dan jabatan startegis lain bisa di "lelang" juga," terangnya.
Proses lelang jabatan bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel, oleh tim penilai dari internal kejagung dan Polri, serta dari luar yang kredibel.
"Setiap jaksa dan polisi yang memenuhi syarat dan memiliki kredibilitas serta integritas punya peluang yang untuk posisi strategis. Selama ini proses mutasi dan promosi di internal penegak hukum seringkali mengabaikan aspek kualitas dan integritas. Mereka yang tidak dekat atau dikenal dengan atasan seringkali tidak punya kesempatan," jelasnya.
Emerson menguraikan keuntungan yang diperoleh dari lelang jabatan. Jokowi lewat lelang jabatan, memperoleh citra positif dan kepercayaan di mata masyarakat. Jokowi mendapatkan perbaikan kualitas kinerja birokrasi. Jokowi bisa meminimalisir praktek korupsi karena orang yang dipilih orang yang berkualitas, tidak ada setoran suap dari bawahan ke atasan.
"Lelang jabatan di institusi penegak hukum penting untuk kembalikan citra di mata masyarakat yang kian lama makin menurun, memperbaiki, dan meningkatkan kinerja serta mengurangi praktek korupsi. Cara "lelang jabatan" setidaknya bisa mendongkrak citra dan memperbaiki kinerja secara lebih cepat," tutupnya.
Sumber :
detik.com
"Cara ini sebenarnya bisa digunakan di institusi penegak hukum seperti kejaksaan dan juga kepolisian. Jabatan-jabatan strategis seperti Kajari, Kajati, direktur dan JAM di kejagung ke depan bisa dilakukan model "lelang" seperti yang dilakukan Jokowi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho dalam keterangannya, Selasa (23/7/2013).
Tak hanya Kejagung, lembaga kepolisian juga ditantang berani. Publik mengharapkan perubahan signifikan dari lembaga penegak hukum yang saat ini menghadapi krisis kepercayaan.
"Tidak hanya kejaksaan, di kepolisian juga bisa dilakukan. Jabatan Kapolres, Kapolda, Dir dan jabatan startegis lain bisa di "lelang" juga," terangnya.
Proses lelang jabatan bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel, oleh tim penilai dari internal kejagung dan Polri, serta dari luar yang kredibel.
"Setiap jaksa dan polisi yang memenuhi syarat dan memiliki kredibilitas serta integritas punya peluang yang untuk posisi strategis. Selama ini proses mutasi dan promosi di internal penegak hukum seringkali mengabaikan aspek kualitas dan integritas. Mereka yang tidak dekat atau dikenal dengan atasan seringkali tidak punya kesempatan," jelasnya.
Emerson menguraikan keuntungan yang diperoleh dari lelang jabatan. Jokowi lewat lelang jabatan, memperoleh citra positif dan kepercayaan di mata masyarakat. Jokowi mendapatkan perbaikan kualitas kinerja birokrasi. Jokowi bisa meminimalisir praktek korupsi karena orang yang dipilih orang yang berkualitas, tidak ada setoran suap dari bawahan ke atasan.
"Lelang jabatan di institusi penegak hukum penting untuk kembalikan citra di mata masyarakat yang kian lama makin menurun, memperbaiki, dan meningkatkan kinerja serta mengurangi praktek korupsi. Cara "lelang jabatan" setidaknya bisa mendongkrak citra dan memperbaiki kinerja secara lebih cepat," tutupnya.
Sumber :
detik.com
Jokowi dan Hamzah Haz Bahas Pilpres Dikit-dikit
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan mantan Wapres
Hamzah Haz. Selain membahas masalah keumatan, keduanya bicara tentang
Pilpres 2014.
"Ada dikit-dikit (membahas Pilpres)," kata Jokowi usai bertemu Hamzah di Gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2013).
Jokowi menegaskan masalah seputar Pilpres ada di tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Ia bersama Hamzah Haz membahas antara lain masalah reformasi mental dan moral. Jokowi mendengarkan tausyiah Hamzah.
"Posisi saya tadi hanya mendengarkan tausyiah Beliau, wejangan beliau. Saya kan junior. Saya mendengarkan. Jangan mendorong-dorong saya. Saya tetap konsentrasi di pekerjaan saya sebagai gubernur DKI," kata Jokowi.
Sumber :
detik.com
"Ada dikit-dikit (membahas Pilpres)," kata Jokowi usai bertemu Hamzah di Gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2013).
Jokowi menegaskan masalah seputar Pilpres ada di tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Ia bersama Hamzah Haz membahas antara lain masalah reformasi mental dan moral. Jokowi mendengarkan tausyiah Hamzah.
"Posisi saya tadi hanya mendengarkan tausyiah Beliau, wejangan beliau. Saya kan junior. Saya mendengarkan. Jangan mendorong-dorong saya. Saya tetap konsentrasi di pekerjaan saya sebagai gubernur DKI," kata Jokowi.
Sumber :
detik.com
Gerindra: Wacana Pencapresan Jokowi Pepesan Kosong
Waketum Gerindra Fadli Zon sepakat dengan pernyataan Wagub DKI Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) bahwa Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) tak akan
nyapres. Wacana pencapresan Jokowi dinilai hanya pepesan kosong.
"Ya saya kira juga begitu (Jokowi tak nyapres), bahwa selama ini mereka bekerja untuk Jakarta yang masalahnya juga masih banyak," kata Fadli kepada detikcom, Selasa (22/7/2013).
Wacana pencapresan Jokowi, menurut Fadli, sengaja didorong oleh pengamat dan kelompok politik yang berkepentingan. Menurutnya wacana itu tidak produktif.
"Tidak produktifnya ya kita membicarakan sesuatu yang pepesan kosong, Pemilu Legislatif saja masih jauh belum lagi Pilpres," katanya.
Menurutnya saat ini sebaiknya semua pihak mendukung Jokowi-Ahok menyelesaikan tugas memimpin Jakarta. "Semua bekerja sesuai bidang masing-masing," dorongnya.
Ahok mengatakan ada pihak yang ketakutan dan mewaspadai pencapresan Jokowi. Pihak-pihak tersebut sampai menyerang gaya blusukan Jokowi sebagai pemborosan.
"Ini kalian takut Pak Jokowi yang blusukan, mungkin mereka nggak bisa nyontek kali gaya blusukan Pak Jokowi, jadi saingan 2014 jangan begitu caranya dong," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2013).
Ahok berharap semua pihak tak perlu ketakukan Jokowi akan nyapres. Menurutnya sejauh ini Jokowi belum pernah bicara soal rencana pencapresannya.
"Nggak usah takutlah, Pak Jokowi nggak pengen jadi presiden, takut banget gitu loh. Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung," kata politisi Gerindra ini.
Sumber :
detik.com
"Ya saya kira juga begitu (Jokowi tak nyapres), bahwa selama ini mereka bekerja untuk Jakarta yang masalahnya juga masih banyak," kata Fadli kepada detikcom, Selasa (22/7/2013).
Wacana pencapresan Jokowi, menurut Fadli, sengaja didorong oleh pengamat dan kelompok politik yang berkepentingan. Menurutnya wacana itu tidak produktif.
"Tidak produktifnya ya kita membicarakan sesuatu yang pepesan kosong, Pemilu Legislatif saja masih jauh belum lagi Pilpres," katanya.
Menurutnya saat ini sebaiknya semua pihak mendukung Jokowi-Ahok menyelesaikan tugas memimpin Jakarta. "Semua bekerja sesuai bidang masing-masing," dorongnya.
Ahok mengatakan ada pihak yang ketakutan dan mewaspadai pencapresan Jokowi. Pihak-pihak tersebut sampai menyerang gaya blusukan Jokowi sebagai pemborosan.
"Ini kalian takut Pak Jokowi yang blusukan, mungkin mereka nggak bisa nyontek kali gaya blusukan Pak Jokowi, jadi saingan 2014 jangan begitu caranya dong," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2013).
Ahok berharap semua pihak tak perlu ketakukan Jokowi akan nyapres. Menurutnya sejauh ini Jokowi belum pernah bicara soal rencana pencapresannya.
"Nggak usah takutlah, Pak Jokowi nggak pengen jadi presiden, takut banget gitu loh. Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung," kata politisi Gerindra ini.
Sumber :
detik.com
Jokowi Soal PKL Tanah Abang: Kita Beri Toleransi Jualan 2 Minggu
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tidak pernah melarang pedagang kaki lima (PKL) berjualan di Tanah Abang asalkan tidak di tengah jalan dan mengganggu lalu lintas. Penertiban pedagang terus digenjot.
Jokowi bersedia memenuhi aspirasi pedagang yang meminta agar bisa berjualan selama 2 minggu lagi menjelang Lebaran.
"Kita beri toleransi sampai 2 minggu tetapi jangan sampai mengganggu lalu lintas. Kita ini tidak melarang berjualan. Yang jelas kita ingin itu diselesaikan secara baik-baik, segera mungkin," kata Jokowi.
Hal ini disampaikan Jokowi usai bertemu mantan Wapres Hamzah Haz di Gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2013).
Jokowi telah memerintahkan jajaran Dishub Pemprov DKI Jakarta dan Satpol PP untuk tetap menertibkan pedagang.
"Saya kira kita tetap tertibkan, toleransi tetap kita berikan tetapi jangan jualan di tengah jalan juga," ujar Jokowi yang terbalut baju batik warna coklat.
Menurut dia, penertiban PKL di Tanah Abang masih dalam proses. "Kalau sudah final secara hukum nantilah, ini masih dalam proses," kata pria yang hobi memelihara kucing ini.
Ia menambahkan rekayasa lalu lintas di Tanah Abang tetap dilakukan.
Selama waktu yang ada, kata Jokowi, pihaknya terus melakukan penindakan terhadap oknum yang menyewakan lapak bagi PKL. Tak hanya itu, dia juga melakukan komunikasi dengan para PKL. Dia optimis para PKL bersedia pindah.
Sebelumnya diberitakan, para pedagang kaki lima di Tanah Abang menolak dipindahkan ke Blok G. Pasalnya, akses menuju blok itu sangat buruk sehingga sepi pembeli. Bahkan, blok itu disebut blok mati.
Oleh sebab itu, pedagang minta solusi yakni membangun jembatan penghubung antara Blok G dan Blok F agar memudahkan akses pengunjung. Jokowi pun memenuhi permintaan para PKL den gan membangun jembatan penghubung tahun ini. Namun, Pemprov DKI tengah mencari sumber pendanaan, apakah APBD Perubahan, CSR atau pinjaman.
Sumber :
- detik.com
- kompas.com
Jokowi bersedia memenuhi aspirasi pedagang yang meminta agar bisa berjualan selama 2 minggu lagi menjelang Lebaran.
"Kita beri toleransi sampai 2 minggu tetapi jangan sampai mengganggu lalu lintas. Kita ini tidak melarang berjualan. Yang jelas kita ingin itu diselesaikan secara baik-baik, segera mungkin," kata Jokowi.
Hal ini disampaikan Jokowi usai bertemu mantan Wapres Hamzah Haz di Gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2013).
Jokowi telah memerintahkan jajaran Dishub Pemprov DKI Jakarta dan Satpol PP untuk tetap menertibkan pedagang.
"Saya kira kita tetap tertibkan, toleransi tetap kita berikan tetapi jangan jualan di tengah jalan juga," ujar Jokowi yang terbalut baju batik warna coklat.
Menurut dia, penertiban PKL di Tanah Abang masih dalam proses. "Kalau sudah final secara hukum nantilah, ini masih dalam proses," kata pria yang hobi memelihara kucing ini.
Ia menambahkan rekayasa lalu lintas di Tanah Abang tetap dilakukan.
Selama waktu yang ada, kata Jokowi, pihaknya terus melakukan penindakan terhadap oknum yang menyewakan lapak bagi PKL. Tak hanya itu, dia juga melakukan komunikasi dengan para PKL. Dia optimis para PKL bersedia pindah.
Sebelumnya diberitakan, para pedagang kaki lima di Tanah Abang menolak dipindahkan ke Blok G. Pasalnya, akses menuju blok itu sangat buruk sehingga sepi pembeli. Bahkan, blok itu disebut blok mati.
Oleh sebab itu, pedagang minta solusi yakni membangun jembatan penghubung antara Blok G dan Blok F agar memudahkan akses pengunjung. Jokowi pun memenuhi permintaan para PKL den gan membangun jembatan penghubung tahun ini. Namun, Pemprov DKI tengah mencari sumber pendanaan, apakah APBD Perubahan, CSR atau pinjaman.
Sumber :
- detik.com
- kompas.com
Gerindra: Blusukan Jokowi Mengganggu Capres yang Tak Percaya Diri
Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai ada unsur politis
terkait serangan terhadap blusukan Joko Widodo. Ahok bahkan menyebut ada
capres lain yang tak senang dengan gaya blusukan Jokowi. Gerindra
menduga capres tersebut tak percaya diri melihat lonjakan elektabilitas
Jokowi.
"Sebenarnya blusukannya Jokowi hanya akan mengganggu kepada capres yang tidak percaya diri. Padahal sebenarnya Jokowi kan tidak pernah mengatakan dia mau jadi capres," kata anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, kepada detikcom, Selasa (22/7/2013).
Menurut Martin, blusukan Jokowi sebenarnya hal yang positif. Pemimpin yang baik harusnya tak hanya duduk di balik meja. "Tapi tahu bagaimana kondisi di lapangan yang nyata," katanya.
Dia menyarankan Jokowi melanjutkan blusukannya. Tidak perlu risau dengan serangan-serangan yang mulai berdatangan.
"Itu tadi orang-orang yang menganggap Jokowi menjadi rival itu adalah capres yang tidak percaya diri," tegasnya.
Sebelumnya Ahok menilai serangan soal blusukan Jokowi bernuansa politis. Menurut Ahok, ada ketakutan capres 2014 melihat gaya blusukan Jokowi.
"Saya membaca ini ada ketakutan dari gaya blusukan Pak Jokowi. Mungkin capres lain nggak bisa nyontek. Pak Jokowi kan memang gayanya begitu," kata Ahok.
Ahok menuturkan, sejauh ini Jokowi tak ingin jadi presiden. Dia heran kok capres 2014 terlalu ketakutan. "Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung," kata pria 47 tahun ini.
Sumber :
detik.com
"Sebenarnya blusukannya Jokowi hanya akan mengganggu kepada capres yang tidak percaya diri. Padahal sebenarnya Jokowi kan tidak pernah mengatakan dia mau jadi capres," kata anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, kepada detikcom, Selasa (22/7/2013).
Menurut Martin, blusukan Jokowi sebenarnya hal yang positif. Pemimpin yang baik harusnya tak hanya duduk di balik meja. "Tapi tahu bagaimana kondisi di lapangan yang nyata," katanya.
Dia menyarankan Jokowi melanjutkan blusukannya. Tidak perlu risau dengan serangan-serangan yang mulai berdatangan.
"Itu tadi orang-orang yang menganggap Jokowi menjadi rival itu adalah capres yang tidak percaya diri," tegasnya.
Sebelumnya Ahok menilai serangan soal blusukan Jokowi bernuansa politis. Menurut Ahok, ada ketakutan capres 2014 melihat gaya blusukan Jokowi.
"Saya membaca ini ada ketakutan dari gaya blusukan Pak Jokowi. Mungkin capres lain nggak bisa nyontek. Pak Jokowi kan memang gayanya begitu," kata Ahok.
Ahok menuturkan, sejauh ini Jokowi tak ingin jadi presiden. Dia heran kok capres 2014 terlalu ketakutan. "Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung," kata pria 47 tahun ini.
Sumber :
detik.com
Ahok: Ada yang Takut Sama Jokowi di 2014
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menuding LSM Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mendapat “titipan” dari
partai politik (parpol) tertentu yang ketakutan dengan elektabilitas
Joko Widodo.
Berdasarkan hasil berbagai lembaga survei, Jokowi menduduki posisi tertinggi dalam berbagai survei calon presiden (capres) 2014.
"Ada partai politik yang masuk, seolah-olah enggak boleh blusukan habisin duit begitu banyak. Ini kalian takut ya sama Pak Jokowi yang blusukan ya? Mungkin enggak bisa nyontek kali gaya blusukan Pak Jokowi. Jadi saingan 2014 jangan begitu caranya dong. He-he-he." kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Menurutnya, parpol tak sepatutnya takut akan keberadaan Jokowi dalam gelaran Pemilu 2014. "Enggak usah takutlah. Pak Jokowi enggak pengin jadi presiden kok. Takut banget gitu loh. Pak Jokowi itu enggak pernah ngomongin soal capres. Tapi kok orang pada takut? Saya bingung," terangnya.
Dalam penggunaan APBD sendiri, sambung mantan Bupati Belitung Timur itu, sudah sewajarnya tidak harus dapat dihabiskan dalam kurun satu tahun. Melainkan, selalu ada sisa lebih penggunaan anggaran (silpa).
"FITRA ke mana saja dulu? Kok enggak ngerti? Bukan temuan, kami yang ngajari kamu supaya lebh pintar. Saya suruh buka, buat coba cek, mana yang di-mark up? Kasih tahu. Ini sudah politik. FITRA sudah main politik," terangnya.
Ahok, yang juga mantan anggota Komisi II DPR, membaca data FITRA kental akan rasa ketakutan dari gaya Jokowi memimpin.
Dia mengatakan, blusukan yang sudah menjadi ikon mantan Wali Kota Solo tersebut akan semakin menutup calon lain untuk melakukan hal yang sama saat pemilu. "Pak Jokowi kan memang gaya hidupnya begitu. Saya saja enggak bisa nyontek," paparnya.
Sebagaimana diketahui, FITRA memaparkan anggaran blusukan Jokowi sebesar Rp26,6 miliar. Hal tersebut jauh lebih besar ketimbang yang diterima Fauzi Bowo yakni Rp17,6 miliar.
Sumber :
okezone.com
Berdasarkan hasil berbagai lembaga survei, Jokowi menduduki posisi tertinggi dalam berbagai survei calon presiden (capres) 2014.
"Ada partai politik yang masuk, seolah-olah enggak boleh blusukan habisin duit begitu banyak. Ini kalian takut ya sama Pak Jokowi yang blusukan ya? Mungkin enggak bisa nyontek kali gaya blusukan Pak Jokowi. Jadi saingan 2014 jangan begitu caranya dong. He-he-he." kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Menurutnya, parpol tak sepatutnya takut akan keberadaan Jokowi dalam gelaran Pemilu 2014. "Enggak usah takutlah. Pak Jokowi enggak pengin jadi presiden kok. Takut banget gitu loh. Pak Jokowi itu enggak pernah ngomongin soal capres. Tapi kok orang pada takut? Saya bingung," terangnya.
Dalam penggunaan APBD sendiri, sambung mantan Bupati Belitung Timur itu, sudah sewajarnya tidak harus dapat dihabiskan dalam kurun satu tahun. Melainkan, selalu ada sisa lebih penggunaan anggaran (silpa).
"FITRA ke mana saja dulu? Kok enggak ngerti? Bukan temuan, kami yang ngajari kamu supaya lebh pintar. Saya suruh buka, buat coba cek, mana yang di-mark up? Kasih tahu. Ini sudah politik. FITRA sudah main politik," terangnya.
Ahok, yang juga mantan anggota Komisi II DPR, membaca data FITRA kental akan rasa ketakutan dari gaya Jokowi memimpin.
Dia mengatakan, blusukan yang sudah menjadi ikon mantan Wali Kota Solo tersebut akan semakin menutup calon lain untuk melakukan hal yang sama saat pemilu. "Pak Jokowi kan memang gaya hidupnya begitu. Saya saja enggak bisa nyontek," paparnya.
Sebagaimana diketahui, FITRA memaparkan anggaran blusukan Jokowi sebesar Rp26,6 miliar. Hal tersebut jauh lebih besar ketimbang yang diterima Fauzi Bowo yakni Rp17,6 miliar.
Sumber :
okezone.com
Jokowi Benahi Tanah Abang, Asosiasi PKL Desak Ada Pansus PKL
Joko Widodo (Jokowi) serius membenahi PKL Pasar Tanah Abang dan mengaku sudah
bertemu dengan preman-preman di pasar tersebut. Hal ini semakin membuat
Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) kalang kabut dan mendesak
DPRD DKI membuat Pansus PKL.
Ketua APKLI Hoiza Siregar meminta DPRD DKI ikut menyelesaikan permasalahan penataan PKL di bawah pemerintahan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama tersebut. Menurut dia, DPRD jauh lebih berpengalaman di DKI daripada pimpinan Ibu Kota sehingga harus ada upaya dari mereka untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang belum selesai dari zaman ke zaman tersebut.
"Harusnya iya, DPRD bentuk pansus PKL. Ini PR mereka karena tidak bisa selesai dari waktu ke waktu," kata Hoiza kepada Kompas.com, Selasa (22/7/2013).
DPRD, kata dia, memiliki peran untuk menjembatani kedua belah pihak, yakni Pemprov DKI dengan PKL. Ia pun menuding, salah satu penyebab tidak beresnya permasalahan PKL karena DPRD yang tidak sungguh-sungguh menjalankan tugasnya.
Hoiza membantah kalau ada beberapa pihaknya yang masih saja ngeyel tidak mau direlokasi ke dalam pasar. Menurutnya, selama masih ada solusi dan tidak merugi, ia menjamin PKL tidak akan turun dan keluar pasar lagi.
Di samping itu, DPRD, dalam hal ini Komisi B, yang mengatur tentang isu perdagangan, juga harus memfasilitasi, mendampingi, dan memberikan pembinaan kepada PKL untuk mampu bertahan berjualan di dalam pasar.
"Jadi, jangan bentuk Pansus MRT dan Monorel saja. Karena kami kecil dan tidak punya uang, jangan sampai mereka tidak urusi kami," katanya.
Ia pun meminta pemerintah untuk tidak membandingkan relokasi PKL di dalam negeri dengan PKL luar negeri. Pasalnya, menurut dia, PKL di luar negeri itu dilindungi oleh pemerintahnya dan pengusaha kecil dibela oleh pengusaha besar.
Saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, Hoiza berharap, keahlian Jokowi untuk menata PKL dengan komunikasi seperti yang ia lakukan di Solo dapat dilakukannya di Jakarta. Namun, dia merasa pikirannya keliru. Dia mengaku belum merasakan pembinaan Jokowi seperti pembinaan persuasif yang diterapkannya di Solo.
Dengan melihat penataan PKL Tanah Abang, Pasar Minggu, dan Jatinegara, yang harus "memaksa" PKL masuk ke dalam pasar, menurut Hoiza, kebijakan Jokowi tak lain halnya dengan kebijakan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Fauzi Bowo.
"Sama saja, dulu Foke (panggilan akrab Fauzi Bowo) juga pindahkan PKL ke Blok G Tanah Abang. Kemudian, kita turun lagi, karena dagang di situ enggak ada untungnya sama sekali," kata Hoiza.
Sumber :
kompas.com
Ketua APKLI Hoiza Siregar meminta DPRD DKI ikut menyelesaikan permasalahan penataan PKL di bawah pemerintahan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama tersebut. Menurut dia, DPRD jauh lebih berpengalaman di DKI daripada pimpinan Ibu Kota sehingga harus ada upaya dari mereka untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang belum selesai dari zaman ke zaman tersebut.
"Harusnya iya, DPRD bentuk pansus PKL. Ini PR mereka karena tidak bisa selesai dari waktu ke waktu," kata Hoiza kepada Kompas.com, Selasa (22/7/2013).
DPRD, kata dia, memiliki peran untuk menjembatani kedua belah pihak, yakni Pemprov DKI dengan PKL. Ia pun menuding, salah satu penyebab tidak beresnya permasalahan PKL karena DPRD yang tidak sungguh-sungguh menjalankan tugasnya.
Hoiza membantah kalau ada beberapa pihaknya yang masih saja ngeyel tidak mau direlokasi ke dalam pasar. Menurutnya, selama masih ada solusi dan tidak merugi, ia menjamin PKL tidak akan turun dan keluar pasar lagi.
Di samping itu, DPRD, dalam hal ini Komisi B, yang mengatur tentang isu perdagangan, juga harus memfasilitasi, mendampingi, dan memberikan pembinaan kepada PKL untuk mampu bertahan berjualan di dalam pasar.
"Jadi, jangan bentuk Pansus MRT dan Monorel saja. Karena kami kecil dan tidak punya uang, jangan sampai mereka tidak urusi kami," katanya.
Ia pun meminta pemerintah untuk tidak membandingkan relokasi PKL di dalam negeri dengan PKL luar negeri. Pasalnya, menurut dia, PKL di luar negeri itu dilindungi oleh pemerintahnya dan pengusaha kecil dibela oleh pengusaha besar.
Saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, Hoiza berharap, keahlian Jokowi untuk menata PKL dengan komunikasi seperti yang ia lakukan di Solo dapat dilakukannya di Jakarta. Namun, dia merasa pikirannya keliru. Dia mengaku belum merasakan pembinaan Jokowi seperti pembinaan persuasif yang diterapkannya di Solo.
Dengan melihat penataan PKL Tanah Abang, Pasar Minggu, dan Jatinegara, yang harus "memaksa" PKL masuk ke dalam pasar, menurut Hoiza, kebijakan Jokowi tak lain halnya dengan kebijakan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Fauzi Bowo.
"Sama saja, dulu Foke (panggilan akrab Fauzi Bowo) juga pindahkan PKL ke Blok G Tanah Abang. Kemudian, kita turun lagi, karena dagang di situ enggak ada untungnya sama sekali," kata Hoiza.
Sumber :
kompas.com
Ahok: Capres 2014 Jangan Takut, Jokowi Nggak Pengen Jadi Presiden
Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai kritik LSM Fitra
pada anggaran blusukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)
bernuansa politis. Dia mengatakan ada pihak yang ketakutan dan
mewaspadai pencapresan Jokowi.
"Ini kalian takut Pak Jokowi yang blusukan, mungkin mereka nggak bisa nyontek kali gaya blusukan Pak Jokowi, jadi saingan 2014 jangan begitu caranya dong," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2013).
Ahok berharap semua pihak tak perlu ketakukan Jokowi akan nyapres. Menurutnya sejauh ini Jokowi belum pernah bicara soal rencana pencapresannya.
"Nggak usah takutlah, Pak Jokowi nggak pengen jadi presiden, takut banget gitu loh. Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung" katanya.
Politikus Gerindra ini menilai serangan terhadap Jokowi lebih karena ketakutan para kompetitor yang menganggap Jokowi akan berlaga di Pilpres 2014. Jadi blusukan Jokowi dianggap mengancam karena terus mendongkrak elektabilitas Jokowi.
"Saya membaca ini ada ketakutan dari gaya blusukan Pak Jokowi. Mungkin capres lain nggak bisa nyontek. Pak Jokowi kan memang gayanya begitu," katanya.
Sumber :
detik.com
"Ini kalian takut Pak Jokowi yang blusukan, mungkin mereka nggak bisa nyontek kali gaya blusukan Pak Jokowi, jadi saingan 2014 jangan begitu caranya dong," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2013).
Ahok berharap semua pihak tak perlu ketakukan Jokowi akan nyapres. Menurutnya sejauh ini Jokowi belum pernah bicara soal rencana pencapresannya.
"Nggak usah takutlah, Pak Jokowi nggak pengen jadi presiden, takut banget gitu loh. Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung" katanya.
Politikus Gerindra ini menilai serangan terhadap Jokowi lebih karena ketakutan para kompetitor yang menganggap Jokowi akan berlaga di Pilpres 2014. Jadi blusukan Jokowi dianggap mengancam karena terus mendongkrak elektabilitas Jokowi.
"Saya membaca ini ada ketakutan dari gaya blusukan Pak Jokowi. Mungkin capres lain nggak bisa nyontek. Pak Jokowi kan memang gayanya begitu," katanya.
Sumber :
detik.com
Akhirnya, Djan Faridz Serahkan Tanah Abang ke Jokowi
Polemik perseteruan antara PD Pasar Jaya dengan PT Priamanaya Djan
International (PDI) terkait sengketa pasar Blok A Tanah Abang berakhir
damai. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, PT
PDI yang dimiliki Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz akan menyerahkan
kembali Pasar Tanah Abang kepada Pemprov DKI.
"Kita enggak jadi banding. Dia (PT PDI) mau serahkan Tanah Abang kepada kita dan Pak Djangga Lubis (Dirut PD Pasar Jaya) sudah melaporkan kami," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Menurut Basuki, pihak PT PDI sudah menyerah dan segera mengembalikan kembali pasar Blok A Tanah Abang kepada DKI. Saat ini, DKI bersama PD Pasar Jaya sedang mempersiapkan prosedur dan ketentuan lebih lanjutnya.
Terkait dana yang harus dikembalikan PT PDI kepada PD Pasar Jaya sebesar Rp 8,2 miliar, kata dia, akan menyerahkan lebih lanjut kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Itu semua urusan BPKP, makanya Pak Djangga yang urus," kata Basuki.
Sekadar informasi, gugatan perkara diajukan PT PDI terhadap tergugat PD Pasar Jaya. Gugatan diajukan karena terjadi sengketa atas perjanjian kerja sama antara PT PDI dengan PD Pasar Jaya atas pembangunan Blok A.
Inti dari perjanjian tersebut, kerja sama hanya berlangsung selama lima tahun, dari tahun 2003 hingga tahun 2008. Kemudian, ada klausul dalam perjanjian menyatakan, apabila penjualan kios sudah mencapai 95 persen, maka Blok A harus diserahterimakan kepada PD Pasar
Jaya. Hingga tahun 2008 penjualan kios belum mencapai 95 persen. Sehingga perjanjiannya diperpanjang hingga tahun 2009. Karena belum juga mencapai 95 persen, kemudian dilakukan evaluasi terhadap kerja sama yang telah dilakukan.
Dari hasil evaluasi tersebut, PD Pasar Jaya memutuskan tidak akan melanjutkan perjanjian kerja sama dengan PT PDI. Selanjutnya, PD Pasar Jaya meminta BPKP untuk melakukan audit investigatif terhadap perjanjian kerja sama tersebut.
Dari hasil audit BPKP, ditemukan perjanjian itu menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 179 miliar. Selain itu, terjadi sengketa penyewaan kios oleh PT PDI. Padahal dalam perjanjian kios tidak boleh disewakan, melainkan dijual.
Oleh karena itu, PD Pasar Jaya tidak melanjutkan perjanjian kerja samanya dengan PT PDI. Atas hal itu, akhirnya PT PDI menggugat PD Pasar Jaya dengan tuduhan wan prestasi ke PN Jakarta Timur. Setelah ditunda beberapa kali, Selasa (4/6/2013) lalu, PN Jaktim memenangkan PD Pasar Jaya yang tetap sah menjadi pengelola Pasar Blok A Tanah Abang dan PT PDI dinilai mencederai perjanjian karena melakukan pelanggaran.
PT PDI diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp 8,2 miliar kepada PD Pasar Jaya. Dengan itu maka PD Pasar Jaya tetap sah dan berhak mengelola 95 persen kios di pasar Blok A Tanah Abang.
Sumber :
kompas.com
"Kita enggak jadi banding. Dia (PT PDI) mau serahkan Tanah Abang kepada kita dan Pak Djangga Lubis (Dirut PD Pasar Jaya) sudah melaporkan kami," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Menurut Basuki, pihak PT PDI sudah menyerah dan segera mengembalikan kembali pasar Blok A Tanah Abang kepada DKI. Saat ini, DKI bersama PD Pasar Jaya sedang mempersiapkan prosedur dan ketentuan lebih lanjutnya.
Terkait dana yang harus dikembalikan PT PDI kepada PD Pasar Jaya sebesar Rp 8,2 miliar, kata dia, akan menyerahkan lebih lanjut kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Itu semua urusan BPKP, makanya Pak Djangga yang urus," kata Basuki.
Sekadar informasi, gugatan perkara diajukan PT PDI terhadap tergugat PD Pasar Jaya. Gugatan diajukan karena terjadi sengketa atas perjanjian kerja sama antara PT PDI dengan PD Pasar Jaya atas pembangunan Blok A.
Inti dari perjanjian tersebut, kerja sama hanya berlangsung selama lima tahun, dari tahun 2003 hingga tahun 2008. Kemudian, ada klausul dalam perjanjian menyatakan, apabila penjualan kios sudah mencapai 95 persen, maka Blok A harus diserahterimakan kepada PD Pasar
Jaya. Hingga tahun 2008 penjualan kios belum mencapai 95 persen. Sehingga perjanjiannya diperpanjang hingga tahun 2009. Karena belum juga mencapai 95 persen, kemudian dilakukan evaluasi terhadap kerja sama yang telah dilakukan.
Dari hasil evaluasi tersebut, PD Pasar Jaya memutuskan tidak akan melanjutkan perjanjian kerja sama dengan PT PDI. Selanjutnya, PD Pasar Jaya meminta BPKP untuk melakukan audit investigatif terhadap perjanjian kerja sama tersebut.
Dari hasil audit BPKP, ditemukan perjanjian itu menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 179 miliar. Selain itu, terjadi sengketa penyewaan kios oleh PT PDI. Padahal dalam perjanjian kios tidak boleh disewakan, melainkan dijual.
Oleh karena itu, PD Pasar Jaya tidak melanjutkan perjanjian kerja samanya dengan PT PDI. Atas hal itu, akhirnya PT PDI menggugat PD Pasar Jaya dengan tuduhan wan prestasi ke PN Jakarta Timur. Setelah ditunda beberapa kali, Selasa (4/6/2013) lalu, PN Jaktim memenangkan PD Pasar Jaya yang tetap sah menjadi pengelola Pasar Blok A Tanah Abang dan PT PDI dinilai mencederai perjanjian karena melakukan pelanggaran.
PT PDI diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp 8,2 miliar kepada PD Pasar Jaya. Dengan itu maka PD Pasar Jaya tetap sah dan berhak mengelola 95 persen kios di pasar Blok A Tanah Abang.
Sumber :
kompas.com
Ahok: Jangan Kasih Kesan Foke Lebih Hemat dari Jokowi
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyesalkan tudingan
LSM Fitra bahwa blusukan yang dilakukan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) adalah
pemborosan. Dia meminta Fitra tak membuat kesan mantan gubernur DKI
Fauzi Bowo (Foke) lebih hemat dari Jokowi.
"Jangan kasih kesan seolah Pak Fauzi Bowo lebih hemat dari Pak Jokowi," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2013).
Ahok kembali menegaskan bahwa blusukan Jokowi tidak memboroskan anggaran. Anggaran yang diperlukan tidak sebanyak tudingan Fitra.
"Seolah-olah Pak Jokowi blusukan pakai uang ini, blusukan pakai kaki doang. Pakai uang gimana," protesnya.
Dia menduga Fitra punya agenda khusus untuk membangun kesan negatif terhadap Jokowi. Dia menduga ada parpol yang berkepentingan.
"Jadi menurut saya Fitra ini ada maksud apa membangun kesan, terus ada partai politik masuk, seolah-olah tidak blusukan dan habis uang banyak," tegasnya.
Pada Senin kemarin, Ahok membeberkan beda anggaran operasional gubernur di masa Foke dan Jokowi. Untuk Jokowi-Ahok tahun ini adalah Rp 26,6 miliar. Itu adalah 0,1 persen dari PAD DKI Jakarta. Jumlah tersebut kemudian dibagi 60 persen untuk Jokowi, sisanya adalah biaya operasional Ahok.
Sedangkan Foke, menurut Fitra, menggunakan anggaran sebesar Rp 17,6 miliar pada tahun 2012. Belum jelas apakah itu dana operasional milik Foke sendiri atau dibagi dengan wakilnya Prijanto. Yang pasti, Ahok sempat menyebut pembagian biaya operasional pada periode sebelumnya 75 persen Foke, dan sisanya Prijanto. Ahok mengaku memaparkan penggunaan dana operasionalnya di websitenya.
Sumber :
detik.com
"Jangan kasih kesan seolah Pak Fauzi Bowo lebih hemat dari Pak Jokowi," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2013).
Ahok kembali menegaskan bahwa blusukan Jokowi tidak memboroskan anggaran. Anggaran yang diperlukan tidak sebanyak tudingan Fitra.
"Seolah-olah Pak Jokowi blusukan pakai uang ini, blusukan pakai kaki doang. Pakai uang gimana," protesnya.
Dia menduga Fitra punya agenda khusus untuk membangun kesan negatif terhadap Jokowi. Dia menduga ada parpol yang berkepentingan.
"Jadi menurut saya Fitra ini ada maksud apa membangun kesan, terus ada partai politik masuk, seolah-olah tidak blusukan dan habis uang banyak," tegasnya.
Pada Senin kemarin, Ahok membeberkan beda anggaran operasional gubernur di masa Foke dan Jokowi. Untuk Jokowi-Ahok tahun ini adalah Rp 26,6 miliar. Itu adalah 0,1 persen dari PAD DKI Jakarta. Jumlah tersebut kemudian dibagi 60 persen untuk Jokowi, sisanya adalah biaya operasional Ahok.
Sedangkan Foke, menurut Fitra, menggunakan anggaran sebesar Rp 17,6 miliar pada tahun 2012. Belum jelas apakah itu dana operasional milik Foke sendiri atau dibagi dengan wakilnya Prijanto. Yang pasti, Ahok sempat menyebut pembagian biaya operasional pada periode sebelumnya 75 persen Foke, dan sisanya Prijanto. Ahok mengaku memaparkan penggunaan dana operasionalnya di websitenya.
Sumber :
detik.com
Ditanya soal Banjir dan Macet, Jokowi: Hmm... hmm...
Banjir kembali melanda sejumlah wilayah
di Jakarta dan Tangerang, Senin (22/7/2013), setelah hujan turun dari
Minggu malam. Akibatnya, di sejumlah ruas jalan, terjadi kemacetan parah
sejak Senin pagi hingga siang. Genangan air muncul di mana-mana sehingga menghambat arus lalu lintas.
Saat dimintai tanggapan soal banjir dan kemacetan akibat banjir ini, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak menjawab. Jokowi hanya berkata, "Hmm... hmm...," tanpa memberi jawaban.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), saat ini sedang berlangsung musim kemarau basah. Musim kemarau basah ditandai dengan tetap turunnya hujan intensitas ringan hingga lebat. Demikian dijelaskan Kepala Subbidang Informasi Meteorologi BMKG Hary Tirto Djatmiko.
BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus memantau kondisi Jakarta sepanjang Minggu hingga Senin saat hujan deras mengguyur Jabodetabek semalaman. Berdasarkan pantauan BNPB, ketinggian air di sejumlah pintu air di Bogor dan Jakarta termasuk normal, yaitu kategori Siaga III dan IV. Akan tetapi, pada Senin tengah malam atau Selasa dini hari, limpahan air dari Puncak dipastikan akan tiba di Jakarta.
Wilayah terdampak banjir diperkirakan bisa lebih luas karena ketinggian air di Bendung Katulampa dan Pintu Air Depok kembali naik hingga status Siaga III. Senin petang, air dari Bogor mencapai Jakarta. Itu sebabnya, warga di bantaran Kali Ciliwung sudah waspada sejak Senin pagi.
Di wilayah Jakarta Utara, warga diminta mewaspadai datangnya banjir karena tinggi muka air di Pintu Air Pasar Ikan sudah mencapai 180 sentimeter atau status Siaga III. Meskipun tidak meluap hingga ke permukiman, jalan-jalan di wilayah Pademangan diperkirakan bakal tergenang.
"Banjir ini terjadi karena hujan deras setelah ada pergerakan angin tenggara dari Australia. Volume hujan yang tinggi mengakibatkan permukaan air cepat naik," kata Kepala
Seksi Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Bambang Surya Putra.
BPBD DKI Jakarta mencatat, banjir menggenangi lima kelurahan, yaitu Kelurahan Bidaracina, Kelurahan Kampung Melayu, Kelurahan Ulujami, Kelurahan Kebon Baru, dan Kelurahan Cawang. Ketinggian air berkisar 20-175 sentimeter.
Banjir juga melanda permukiman warga di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Permukiman yang terletak di tepi Kanal Barat ini kerap terimbas banjir.
"Banjir kali ini tidak terlalu parah. Tinggi air sekitar 30 sentimeter. Kami sudah mengoperasikan pompa air di sekitar kawasan ini untuk menyedot air yang masuk ke permukiman warga. Namun, karena ada pintu air yang rusak sedikit, air masuk ke permukiman warga," ujar Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat Herning Wahyuningsih.
Dia mengatakan, penyebab kerusakan pintu air ini belum diketahui pasti. Namun, diperkirakan perilaku masyarakat sekitar ikut berkontribusi atas kerusakan pintu air.
"Idealnya, sekitar Kanal Barat tidak lagi digunakan untuk permukiman. Namun, kondisi sekarang sekitar kanal sudah padat penduduk dan ada berbagai kegiatan, seperti pasar. Salah satu dampaknya, sampah menjadi sangat banyak dan masuk ke saluran air," katanya.
Sejumlah kios di sekitar kanal sempat dibersihkan karena mengganggu akses ke rumah pompa air. Namun, tidak lama, kumpulan kios kembali memenuhi muka rumah pompa.
Sementara itu, beberapa kawasan di Jakarta Selatan juga tergenang sepanjang pagi kemarin, seperti di Pondok Labu, Pasar Cipete, dan terowongan dekat Pintu Air Manggarai. Di Kota Tangerang, air menggenangi sebagian kecil Perumahan Ciledug Indah dan Total Persada.
Sumber :
kompas.com
Saat dimintai tanggapan soal banjir dan kemacetan akibat banjir ini, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak menjawab. Jokowi hanya berkata, "Hmm... hmm...," tanpa memberi jawaban.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), saat ini sedang berlangsung musim kemarau basah. Musim kemarau basah ditandai dengan tetap turunnya hujan intensitas ringan hingga lebat. Demikian dijelaskan Kepala Subbidang Informasi Meteorologi BMKG Hary Tirto Djatmiko.
BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus memantau kondisi Jakarta sepanjang Minggu hingga Senin saat hujan deras mengguyur Jabodetabek semalaman. Berdasarkan pantauan BNPB, ketinggian air di sejumlah pintu air di Bogor dan Jakarta termasuk normal, yaitu kategori Siaga III dan IV. Akan tetapi, pada Senin tengah malam atau Selasa dini hari, limpahan air dari Puncak dipastikan akan tiba di Jakarta.
Wilayah terdampak banjir diperkirakan bisa lebih luas karena ketinggian air di Bendung Katulampa dan Pintu Air Depok kembali naik hingga status Siaga III. Senin petang, air dari Bogor mencapai Jakarta. Itu sebabnya, warga di bantaran Kali Ciliwung sudah waspada sejak Senin pagi.
Di wilayah Jakarta Utara, warga diminta mewaspadai datangnya banjir karena tinggi muka air di Pintu Air Pasar Ikan sudah mencapai 180 sentimeter atau status Siaga III. Meskipun tidak meluap hingga ke permukiman, jalan-jalan di wilayah Pademangan diperkirakan bakal tergenang.
"Banjir ini terjadi karena hujan deras setelah ada pergerakan angin tenggara dari Australia. Volume hujan yang tinggi mengakibatkan permukaan air cepat naik," kata Kepala
Seksi Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Bambang Surya Putra.
BPBD DKI Jakarta mencatat, banjir menggenangi lima kelurahan, yaitu Kelurahan Bidaracina, Kelurahan Kampung Melayu, Kelurahan Ulujami, Kelurahan Kebon Baru, dan Kelurahan Cawang. Ketinggian air berkisar 20-175 sentimeter.
Banjir juga melanda permukiman warga di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Permukiman yang terletak di tepi Kanal Barat ini kerap terimbas banjir.
"Banjir kali ini tidak terlalu parah. Tinggi air sekitar 30 sentimeter. Kami sudah mengoperasikan pompa air di sekitar kawasan ini untuk menyedot air yang masuk ke permukiman warga. Namun, karena ada pintu air yang rusak sedikit, air masuk ke permukiman warga," ujar Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat Herning Wahyuningsih.
Dia mengatakan, penyebab kerusakan pintu air ini belum diketahui pasti. Namun, diperkirakan perilaku masyarakat sekitar ikut berkontribusi atas kerusakan pintu air.
"Idealnya, sekitar Kanal Barat tidak lagi digunakan untuk permukiman. Namun, kondisi sekarang sekitar kanal sudah padat penduduk dan ada berbagai kegiatan, seperti pasar. Salah satu dampaknya, sampah menjadi sangat banyak dan masuk ke saluran air," katanya.
Sejumlah kios di sekitar kanal sempat dibersihkan karena mengganggu akses ke rumah pompa air. Namun, tidak lama, kumpulan kios kembali memenuhi muka rumah pompa.
Sementara itu, beberapa kawasan di Jakarta Selatan juga tergenang sepanjang pagi kemarin, seperti di Pondok Labu, Pasar Cipete, dan terowongan dekat Pintu Air Manggarai. Di Kota Tangerang, air menggenangi sebagian kecil Perumahan Ciledug Indah dan Total Persada.
Sumber :
kompas.com
"Keblinger kalau Jokowi-Ahok Intervensi CSR"
Pengamat ekonomi, Faisal Basri Batubara, mengatakan, corporate social responsibility
atau CSR pada hakikatnya adalah kontribusi perusahaan dalam memenuhi
hak masyarakat yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaannya. Oleh sebab
itu, sebuah pemerintahan tidak boleh melakukan intervensi terhadap CSR.
"Keblinger kalau Pemprov DKI mengintervensi CSR. Jokowi-Ahok enggak boleh intervensi CSR Karena CSR bukan pajak, tapi wujud interaksi perusahaan kepada masyarakat," ujar Faisal saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/7/2013) malam.
Faisal menjelaskan, misalnya perusahaan otomotif. Perusahaan itu memiliki untung, tetapi berdampak kerugian bagi masyarakat, yakni gangguan kesehatan akibat emisi berlebih produk perusahaan itu. Pada aspek itulah, perusahaan wajib memenuhi kewajibannya membantu masyarakat yang terkena dampak negatif dari produk perusahaan.
Namun, lanjut Faisal, pemerintah kerap menyalahartikan bahwa CSR itu adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi layaknya pajak. Bahkan, ada beberapa pemerintah provinsi di Indonesia yang meminta perusahaan memberikan CSR bagi warga.
Kesalahan interpretasi itu, kata Faisal, bukan semata kesalahan pemerintah, melainkan ketidakjelasan di undang-undang, yakni Undang-Undang No 40 Tahun 2007, Pasal 74 Ayat 2 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan, Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
"Waktu UU itu dibahas, saya menentang karena berdampak negatif. CSR itu jangan diwajibkan. Okelah pun jika wajib, jangan ditambah kekisruhan dengan diintervensi atau disalurkan ke pemda. Ini bisa dibawa ke Mahkamah Agung," ujarnya.
Rentan Politisasi
Pria yang pernah bersaing bersama Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama di Pemilukada Jakarta 2012 lalu itu mengatakan, jika Pemprov DKI mengintervensi program CSR, dapat berbahaya bagi demokrasi. Sebab, program tersebut rawan politisasi untuk menguntungkan pihak incumbent.
"Pemda, gubernur-wakil gubernur, itu kan politisi, dari partai, jangan sampai dia minta CSR agar bisa memenuhi kepentingan partainya. Misalnya, program CSR hanya disalurkan ke konstituennya saja. Loh ini harus bebas dari politik," lanjut Faisal.
Pria yang masih aktif mengajar itu melanjutkan, yang semestinya dilakukan Pemprov DKI adalah sebatas konsultasi dengan perusahaan-perusahaan yang hendak memberikan program CSR-nya.
"Misalnya, Pemprov DKI tunjukkan program penataan taman lima tahun ke depan, taman mana aja. Pemprov bisanya taman A, B, C, D, nah CSR bangun yang H, I, J dan seterusnya, gitu," ujar Faisal.
Oleh sebab itu, mengingat program CSR itu rentan dipolitisasi oleh penguasa, selayaknya Pemprov DKI membuka secara transparan daftar perusahaan berapa jumlah dana yang diberikan ke warga beserta target CSR yang diproyeksikan yang sesuai dengan tagline Jokowi-Ahok, tranparansi.
Sumber :
kompas.com
"Keblinger kalau Pemprov DKI mengintervensi CSR. Jokowi-Ahok enggak boleh intervensi CSR Karena CSR bukan pajak, tapi wujud interaksi perusahaan kepada masyarakat," ujar Faisal saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/7/2013) malam.
Faisal menjelaskan, misalnya perusahaan otomotif. Perusahaan itu memiliki untung, tetapi berdampak kerugian bagi masyarakat, yakni gangguan kesehatan akibat emisi berlebih produk perusahaan itu. Pada aspek itulah, perusahaan wajib memenuhi kewajibannya membantu masyarakat yang terkena dampak negatif dari produk perusahaan.
Namun, lanjut Faisal, pemerintah kerap menyalahartikan bahwa CSR itu adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi layaknya pajak. Bahkan, ada beberapa pemerintah provinsi di Indonesia yang meminta perusahaan memberikan CSR bagi warga.
Kesalahan interpretasi itu, kata Faisal, bukan semata kesalahan pemerintah, melainkan ketidakjelasan di undang-undang, yakni Undang-Undang No 40 Tahun 2007, Pasal 74 Ayat 2 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan, Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
"Waktu UU itu dibahas, saya menentang karena berdampak negatif. CSR itu jangan diwajibkan. Okelah pun jika wajib, jangan ditambah kekisruhan dengan diintervensi atau disalurkan ke pemda. Ini bisa dibawa ke Mahkamah Agung," ujarnya.
Rentan Politisasi
Pria yang pernah bersaing bersama Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama di Pemilukada Jakarta 2012 lalu itu mengatakan, jika Pemprov DKI mengintervensi program CSR, dapat berbahaya bagi demokrasi. Sebab, program tersebut rawan politisasi untuk menguntungkan pihak incumbent.
"Pemda, gubernur-wakil gubernur, itu kan politisi, dari partai, jangan sampai dia minta CSR agar bisa memenuhi kepentingan partainya. Misalnya, program CSR hanya disalurkan ke konstituennya saja. Loh ini harus bebas dari politik," lanjut Faisal.
Pria yang masih aktif mengajar itu melanjutkan, yang semestinya dilakukan Pemprov DKI adalah sebatas konsultasi dengan perusahaan-perusahaan yang hendak memberikan program CSR-nya.
"Misalnya, Pemprov DKI tunjukkan program penataan taman lima tahun ke depan, taman mana aja. Pemprov bisanya taman A, B, C, D, nah CSR bangun yang H, I, J dan seterusnya, gitu," ujar Faisal.
Oleh sebab itu, mengingat program CSR itu rentan dipolitisasi oleh penguasa, selayaknya Pemprov DKI membuka secara transparan daftar perusahaan berapa jumlah dana yang diberikan ke warga beserta target CSR yang diproyeksikan yang sesuai dengan tagline Jokowi-Ahok, tranparansi.
Sumber :
kompas.com
Basuki: Fitra Jangan Takut, Jokowi Tak Ingin Jadi Presiden
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta lembaga Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) untuk tidak pusing tujuh
keliling dengan membuat pernyataan bermodus anggaran blusukan.
Pernyataan itu, menurut Basuki, karena Fitra ketakutan dengan
popularitas Jokowi yang digadang-gadang maju sebagai calon presiden 2014
dan mengungguli jauh tokoh politik senior nasional lainnya.
"Fitra enggak usah takutlah. Pak Jokowi tidak pengin jadi presiden, kok. Takut banget gitu, loh," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Jokowi, kata dia, tidak pernah membicarakan peluang capres kepadanya. Namun, melihat popularitas, aksi blusukan, dan menjadi primadona di berbagai survei yang digelar dan menempatkan Jokowi di posisi teratas mengungguli politisi senior lainnya menimbulkan ketakutan bagi beberapa pihak.
Melalui rilis Fitra yang menyebutkan kalau ada anggaran blusukan hingga Rp 26,6 miliar, kata dia, karena ada pesanan capres lainnya yang tidak bisa meniru aksi blusukan Jokowi. Blusukan Jokowi, menurutnya, telah menjadi gaya hidup mantan Wali Kota Surakarta itu. Bahkan, tak banyak orang yang dapat menirunya, termasuk Basuki sendiri.
"Ya sudahlah, Pak Jokowi mikir Jakarta saja sudah pusing. Kita mikirin Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP), banjir saja sudah pusing," kata pria yang akrab disapa Ahok itu.
Sekadar informasi, Fitra memaparkan anggaran blusukan di tahun 2013 Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama mencapai Rp 26,6 miliar lebih. Jumlah tersebut ternyata lebih mahal dibanding dengan gubernur dan wakil gubernur DKI terdahulu, Fauzi Bowo dan Prijanto.
Anggaran blusukan Fauzi Bowo saat itu hanya mencapai Rp 17,6 miliar pertahunnya. Anggaran tersebut berasal dari APBD 2012. Biaya tersebut masuk dalam belanja penunjang operasional. Dengan jumlah tersebut, antara Jokowi dan Foke terdapat selisih anggaran blusukan sebesar Rp 9 miliar.
Sumber :
- kompas.com
- detik.com
"Fitra enggak usah takutlah. Pak Jokowi tidak pengin jadi presiden, kok. Takut banget gitu, loh," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Jokowi, kata dia, tidak pernah membicarakan peluang capres kepadanya. Namun, melihat popularitas, aksi blusukan, dan menjadi primadona di berbagai survei yang digelar dan menempatkan Jokowi di posisi teratas mengungguli politisi senior lainnya menimbulkan ketakutan bagi beberapa pihak.
Melalui rilis Fitra yang menyebutkan kalau ada anggaran blusukan hingga Rp 26,6 miliar, kata dia, karena ada pesanan capres lainnya yang tidak bisa meniru aksi blusukan Jokowi. Blusukan Jokowi, menurutnya, telah menjadi gaya hidup mantan Wali Kota Surakarta itu. Bahkan, tak banyak orang yang dapat menirunya, termasuk Basuki sendiri.
"Ya sudahlah, Pak Jokowi mikir Jakarta saja sudah pusing. Kita mikirin Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP), banjir saja sudah pusing," kata pria yang akrab disapa Ahok itu.
Sekadar informasi, Fitra memaparkan anggaran blusukan di tahun 2013 Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama mencapai Rp 26,6 miliar lebih. Jumlah tersebut ternyata lebih mahal dibanding dengan gubernur dan wakil gubernur DKI terdahulu, Fauzi Bowo dan Prijanto.
Anggaran blusukan Fauzi Bowo saat itu hanya mencapai Rp 17,6 miliar pertahunnya. Anggaran tersebut berasal dari APBD 2012. Biaya tersebut masuk dalam belanja penunjang operasional. Dengan jumlah tersebut, antara Jokowi dan Foke terdapat selisih anggaran blusukan sebesar Rp 9 miliar.
Sumber :
- kompas.com
- detik.com
Basuki: Seolah-olah Foke Lebih Hemat daripada Jokowi
Basuki Tjahaja Purnama heran dengan pernyataan lembaga Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) yang menyebutkan blusukan
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memakan anggaran hingga Rp 26,6
miliar. Wakil Gubernur DKI Jakarta itu mencurigai Fitra sengaja
membentuk opini publik kalau mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo
lebih hemat daripada Jokowi.
"Kamu jangan kasih kesan seolah-olah Pak Fauzi Bowo itu lebih hemat daripada Pak Jokowi. Terus dikasih kesan seolah-olah Pak Jokowi blusukan pakai anggaran ini," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Pernyataan itu dilontarkan oleh Basuki karena Fitra membandingkan dana operasional yang digunakan Jokowi-Basuki dengan dana operasional yang digunakan Fauzi Bowo-Prijanto. Dana operasional itu memiliki selisih hingga Rp 9 miliar.
Menurut mantan Bupati Belitung Timur itu, aksi blusukan hanya menggunakan kaki dan tidak membutuhkan modal apa pun karena Jokowi telah memiliki mobil dinas. Modal itu hanya digunakan kalau ada peristiwa, bencana, maupun gesekan yang terjadi antarwarga, misalnya seperti gesekan yang terjadi di Kali Pasir, Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Pernyataan Fitra itu, menurut Basuki, sudah merupakan pesanan salah satu partai politik yang takut akan aksi blusukan Jokowi dan ingin meniru aksinya untuk Pemilu 2014. "Jadi, menurut saya, Fitra ini ada maksud apa? Ingin membangun kesan, terus ada partai politik yang masuk, dan seolah-olah membuat pernyataan tidak boleh blusukan karena habiskan duit begitu banyak. Jadi, saingan 2014 jangan begitu caranya dong, hehehe," kata Basuki.
Basuki pun balik menantang Fitra untuk membuka anggaran mana yang disebut dengan anggaran blusukan. Selain itu, ia juga meminta Fitra untuk menunjukkan anggaran-anggaran mana saja yang di mark up.
Menurutnya, pemerintahan Jokowi-Basuki-lah yang telah mengajarkan Fitra untuk lebih pintar dalam membuka dan membaca anggaran. "Saya suruh buka, buat coba cek, mana yang di-mark up? Kasih tahu ke saya. Fitra ini sudah main politik," tegasnya.
Sekadar informasi, Fitra memaparkan anggaran blusukan 2013 Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama mencapai Rp 26,6 miliar lebih. Jumlah tersebut ternyata lebih mahal dibanding dengan gubernur dan wakil gubernur DKI terdahulu, Fauzi Bowo dan Prijanto. Anggaran blusukan Fauzi Bowo saat itu hanya mencapai Rp 17,6 miliar per tahunnya. Anggaran tersebut berasal dari APBD 2012. Biaya tersebut masuk dalam belanja penunjang operasional. Dengan jumlah tersebut, antara Jokowi dan Foke terdapat selisih anggaran blusukan sebesar Rp 9 miliar.
Sumber :
kompas.com
"Kamu jangan kasih kesan seolah-olah Pak Fauzi Bowo itu lebih hemat daripada Pak Jokowi. Terus dikasih kesan seolah-olah Pak Jokowi blusukan pakai anggaran ini," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Pernyataan itu dilontarkan oleh Basuki karena Fitra membandingkan dana operasional yang digunakan Jokowi-Basuki dengan dana operasional yang digunakan Fauzi Bowo-Prijanto. Dana operasional itu memiliki selisih hingga Rp 9 miliar.
Menurut mantan Bupati Belitung Timur itu, aksi blusukan hanya menggunakan kaki dan tidak membutuhkan modal apa pun karena Jokowi telah memiliki mobil dinas. Modal itu hanya digunakan kalau ada peristiwa, bencana, maupun gesekan yang terjadi antarwarga, misalnya seperti gesekan yang terjadi di Kali Pasir, Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Pernyataan Fitra itu, menurut Basuki, sudah merupakan pesanan salah satu partai politik yang takut akan aksi blusukan Jokowi dan ingin meniru aksinya untuk Pemilu 2014. "Jadi, menurut saya, Fitra ini ada maksud apa? Ingin membangun kesan, terus ada partai politik yang masuk, dan seolah-olah membuat pernyataan tidak boleh blusukan karena habiskan duit begitu banyak. Jadi, saingan 2014 jangan begitu caranya dong, hehehe," kata Basuki.
Basuki pun balik menantang Fitra untuk membuka anggaran mana yang disebut dengan anggaran blusukan. Selain itu, ia juga meminta Fitra untuk menunjukkan anggaran-anggaran mana saja yang di mark up.
Menurutnya, pemerintahan Jokowi-Basuki-lah yang telah mengajarkan Fitra untuk lebih pintar dalam membuka dan membaca anggaran. "Saya suruh buka, buat coba cek, mana yang di-mark up? Kasih tahu ke saya. Fitra ini sudah main politik," tegasnya.
Sekadar informasi, Fitra memaparkan anggaran blusukan 2013 Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama mencapai Rp 26,6 miliar lebih. Jumlah tersebut ternyata lebih mahal dibanding dengan gubernur dan wakil gubernur DKI terdahulu, Fauzi Bowo dan Prijanto. Anggaran blusukan Fauzi Bowo saat itu hanya mencapai Rp 17,6 miliar per tahunnya. Anggaran tersebut berasal dari APBD 2012. Biaya tersebut masuk dalam belanja penunjang operasional. Dengan jumlah tersebut, antara Jokowi dan Foke terdapat selisih anggaran blusukan sebesar Rp 9 miliar.
Sumber :
kompas.com
Berapa Dana "Blusukan" Jokowi Sebenarnya?
Baru-baru ini, lembaga swadaya masyarakat, Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran (Fitra) merilis dana yang dianggarkan untuk blusukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama mencapai Rp 26,6 miliar.
Saat dikonfirmasi, Joko Widodo yang kerap blusukan membenarkan ada dana sebesar Rp 26,6 miliar. Namun, dia menampik jika dana tersebut digunakan aktivitas blusukan. Menurutnya, dana itu adalah dana taktis yang bisa dikeluarkan cepat, semisal korban kebakaran, keamanan, dan lainnya.
"Blusukan kan modal cuma jalan kaki kok. Itu kan masalah anggaran, bukan soal penggunaan. Kalau realisasinya, separuh juga belum tentu," ujarnya di Balaikota Jakarta, Senin (22/7/2013) pagi.
Senada dengan Jokowi, wakilnya, Basuki alias Ahok, mengatakan hal yang sama. Hanya, Ahok menyebut dana Rp 26,6 miliar itu adalah dana operasional. Keberadaan dana itu pun diakomodasi oleh peraturan daerah yang ada.
"Operasional itu semua kepala daerah ada. Itu ada PP (Peraturan Pemerintah)-nya Nomor 109 Tahun 2000, besarnya 0,15 persen dari PAD (Pendapatan Asli Daerah)," tambah Basuki.
Lantas, berapa jumlah dana operasional yang telah dikeluarkan Jokowi-Ahok selama mereka blusukan? Mengingat, sudah sembilan bulan menjabat, keduanya, khususnya sang Gubernur, tak ada hari tanpa aktivitas blusukan kepada warganya.
Heru Budi Hartono, Kepala Biro Kepala Daerah dan Hubungan Luar Negeri DKI Jakarta, biro yang mengurusi dana operasional tersebut, sempat terkejut saat dikonfirmasi wartawan pada Senin (22/7/2013) malam, terkait besaran dana itu.
"Yang Anda maksud itu yang mana? Dana blusukan atau dana apa? Kalau blusukan enggak ada dana," ujarnya.
"(Dana Rp 26,6 miliar yang dirilis Fitra), ya jangan tanyakan ke saya, tanyakan sendiri ke sana, apa maksudnya, dana yang mana," lanjut Heru.
Setelah sempat memberi jawaban berputar-putar, akhirnya Heru mengaku lupa berapa besaran uang yang telah dikeluarkan selama sang Gubernur blusukan ke kampung-kampung di DKI Jakarta tersebut.
"Oh iya, saya lupa berapa tepatnya," ujar Heru.
Meski mengaku publik bisa mengetahui jumlah besaran dana yang telah dikeluarkan Gubernur, Heru tidak mengatakan kapan hal tersebut bisa dilakukannya. Namun, Jokowi sempat mengatakan bahwa Rp 26,6 miliar adalah dana yang dianggarkan. Belum tentu seluruhnya habis digunakan.
Sumber :
kompas.com
Saat dikonfirmasi, Joko Widodo yang kerap blusukan membenarkan ada dana sebesar Rp 26,6 miliar. Namun, dia menampik jika dana tersebut digunakan aktivitas blusukan. Menurutnya, dana itu adalah dana taktis yang bisa dikeluarkan cepat, semisal korban kebakaran, keamanan, dan lainnya.
"Blusukan kan modal cuma jalan kaki kok. Itu kan masalah anggaran, bukan soal penggunaan. Kalau realisasinya, separuh juga belum tentu," ujarnya di Balaikota Jakarta, Senin (22/7/2013) pagi.
Senada dengan Jokowi, wakilnya, Basuki alias Ahok, mengatakan hal yang sama. Hanya, Ahok menyebut dana Rp 26,6 miliar itu adalah dana operasional. Keberadaan dana itu pun diakomodasi oleh peraturan daerah yang ada.
"Operasional itu semua kepala daerah ada. Itu ada PP (Peraturan Pemerintah)-nya Nomor 109 Tahun 2000, besarnya 0,15 persen dari PAD (Pendapatan Asli Daerah)," tambah Basuki.
Lantas, berapa jumlah dana operasional yang telah dikeluarkan Jokowi-Ahok selama mereka blusukan? Mengingat, sudah sembilan bulan menjabat, keduanya, khususnya sang Gubernur, tak ada hari tanpa aktivitas blusukan kepada warganya.
Heru Budi Hartono, Kepala Biro Kepala Daerah dan Hubungan Luar Negeri DKI Jakarta, biro yang mengurusi dana operasional tersebut, sempat terkejut saat dikonfirmasi wartawan pada Senin (22/7/2013) malam, terkait besaran dana itu.
"Yang Anda maksud itu yang mana? Dana blusukan atau dana apa? Kalau blusukan enggak ada dana," ujarnya.
"(Dana Rp 26,6 miliar yang dirilis Fitra), ya jangan tanyakan ke saya, tanyakan sendiri ke sana, apa maksudnya, dana yang mana," lanjut Heru.
Setelah sempat memberi jawaban berputar-putar, akhirnya Heru mengaku lupa berapa besaran uang yang telah dikeluarkan selama sang Gubernur blusukan ke kampung-kampung di DKI Jakarta tersebut.
"Oh iya, saya lupa berapa tepatnya," ujar Heru.
Meski mengaku publik bisa mengetahui jumlah besaran dana yang telah dikeluarkan Gubernur, Heru tidak mengatakan kapan hal tersebut bisa dilakukannya. Namun, Jokowi sempat mengatakan bahwa Rp 26,6 miliar adalah dana yang dianggarkan. Belum tentu seluruhnya habis digunakan.
Sumber :
kompas.com
Jokowi: Soal Capres Urusan Bu Ketua Umum
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan sepenuhnya wacana
pencalonan presiden kepada Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri.
"Kalau urusan sama saya ya Jakarta," kata Jokowi, di Balai Kota pada
Senin, (22/7/2013).
Jokowi mengakui belakangan memang sering bertemu tokoh-tokoh politik nasional seperti Prabowo Subiyanto, Hatta Rajasa, dan Abu Rizal Bakri. Hanya menurut dia pertemuan tersebut urusan Jakarta.
Dia pun tidak mau menanggapi wacana sejumlah tokoh politik yang sering membawa namanya. Seperti terakhir Abu Rizal Bakri alias Ical yang akan menggandeng Jokowi. "Saya biasa digoda-goda gituan tapi tidak mikir," katanya. Bahkan dia menegaskan bahwa dirinya adalah kader PDIP. "Jadi urusan bu Ketua Umum," ujarnya.
Bahkan, Jokowi menanggapi enteng pernyataan Prabowo yang menyebut dia dibawa ke Jakarta oleh Ketua Umum Partai Gerindera tersebut. "Siapa saja boleh bawa nama saya," ujarnya.
Sumber :
tempo.co
Jokowi mengakui belakangan memang sering bertemu tokoh-tokoh politik nasional seperti Prabowo Subiyanto, Hatta Rajasa, dan Abu Rizal Bakri. Hanya menurut dia pertemuan tersebut urusan Jakarta.
Dia pun tidak mau menanggapi wacana sejumlah tokoh politik yang sering membawa namanya. Seperti terakhir Abu Rizal Bakri alias Ical yang akan menggandeng Jokowi. "Saya biasa digoda-goda gituan tapi tidak mikir," katanya. Bahkan dia menegaskan bahwa dirinya adalah kader PDIP. "Jadi urusan bu Ketua Umum," ujarnya.
Bahkan, Jokowi menanggapi enteng pernyataan Prabowo yang menyebut dia dibawa ke Jakarta oleh Ketua Umum Partai Gerindera tersebut. "Siapa saja boleh bawa nama saya," ujarnya.
Sumber :
tempo.co
Persoalkan Blusukan Jokowi, Ini Maksud FITRA
Koordinator Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, mengakui bahwa lembaganya memang sengaja mengawasi penggunaan dana operasional Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi).
"Kita memang ikut mengawasi," kata Uchok kepada Tempo via telepon, Senin (22/7/2013). Tujuan dari pengawasan itu, kata dia, adalah mendorong akuntabilitas dari dana operasional Jokowi-Ahok. "Kita dorong penggunaannya untuk apa," kata Uchok.
Uchok membenarkan bahwa dana blusukan yang dipersoalkan lembaganya adalah dana operasional Gubernur. "Itu cuma beda persepsi penyebutan. Jokowi kan bilang itu dana taktis operasional," kata Uchok.
Uchok menilai penggunaan anggaran dana operasional sebesar Rp 26,6 miliar tersebut tidak jelas. "Kita dorong supaya terjadi transparansi, tidak seperti masa yang sebelumnya," kata Uchok.
Sebelumnya, Jokowi membantah kalau disebut dana blusukannya mencapai Rp 26,6 milar. Menurutnya, anggaran tersebut merupakan dana taktis operasional yang sudah ada aturan penggunaannya. Dana tersebut juga dianggarkan untuk Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Sumber :
tempo.co
"Kita memang ikut mengawasi," kata Uchok kepada Tempo via telepon, Senin (22/7/2013). Tujuan dari pengawasan itu, kata dia, adalah mendorong akuntabilitas dari dana operasional Jokowi-Ahok. "Kita dorong penggunaannya untuk apa," kata Uchok.
Uchok membenarkan bahwa dana blusukan yang dipersoalkan lembaganya adalah dana operasional Gubernur. "Itu cuma beda persepsi penyebutan. Jokowi kan bilang itu dana taktis operasional," kata Uchok.
Uchok menilai penggunaan anggaran dana operasional sebesar Rp 26,6 miliar tersebut tidak jelas. "Kita dorong supaya terjadi transparansi, tidak seperti masa yang sebelumnya," kata Uchok.
Sebelumnya, Jokowi membantah kalau disebut dana blusukannya mencapai Rp 26,6 milar. Menurutnya, anggaran tersebut merupakan dana taktis operasional yang sudah ada aturan penggunaannya. Dana tersebut juga dianggarkan untuk Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Sumber :
tempo.co
Pilpres 2014 Diprediksi Milik Jokowi
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 merupakan momentum Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Jokowi diprediksikan bakal menjadi
pendulang suara karena elektabilitasnya terus naik. “Jokowi dipasangkan
dengan siapa pun. Sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden,
Jokowi berpeluang besar keluar sebagai pemenang,” kata Peneliti dari
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby, Senin (22/7/2013).
Dia pun menyimpulkan duet Jokowi dan Hatta Rajasa akan lebih kuat dibandingkan Prabowo Subianto-Hatta. Jokowi-Megawati Soekarnoputri dan Jokowi-Aburizal Bakrie pun memiliki peluang untuk menang.
Adjie mengatakan, Pilpres 2014 merupakan momentum Jokowi jika ingin menjadi presiden. Jika Jokowi tidak mengambil kesempatan ini, posisi elektabilitas Jokowi tidak akan sekuat sekarang.
Sejak terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta, Adjie menerangkan, popularitas Jokowi makin melejit. Gaya kepemimpinan Jokowi yang apa adanya, terang-terangannya, langsung turun ke bawah, tidak birokratis, sederhana, adalah antitesis dari gaya kepemimpinan para pemimpin sebelumnya, termasuk mantan gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Masyarakat suka dengan gaya kepemimpinan Jokowi," ujar dia.
Jika capres lain mencoba melakukan upaya yang sama dengan Jokowi, ujar Adjie, hasilnya tidak akan efektif. Apalagi, jika capres tersebut selama ini dikenal sebagai tokoh yang tidak pernah turun ke bawah, jauh dari rakyat, dan birokratis.
Pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro mengatakan, Jokowi tidak memiliki keleluasaan untuk memilih karena terikat dengan PDI Perjuangan. PDI Perjuangan sudah menyerahkan keputusan pencalonan presiden kepada Megawati selaku ketua umum.
Megawati masih menjadi calon kuat sebagai capres dari PDI Perjuangan. Meski demikian, Jokowi bisa mendampingi Megawati. "Kalau animo masyarakat masih kuat seperti ditunjukkan hasil survei saat ini, maka kemenangan pasangan ini tak terelakkan," kata dia.
Zuhro menambahkan, pimpinan parpol sebaiknya tidak terlena dengan hasil survei yang menempatkan Jokowi di posisi puncak.
Sebab, kemampuan Jokowi memimpin belum teruji. Jokowi baru berhasil memimpin Kota Solo dan sedang menjalankan tugasnya sebagai gubernur DKI Jakarta. Selain itu, kata Zuhro, munculnya calon presiden dari kalangan nonpartai tidak bisa diabaikan.
Calon-calon presiden dari kalangan nonpartai itu, seperti mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. “Kemungkinan akan muncul lagi nama-nama lainnya.”
Jika nama-nama itu diakomodasi oleh parpol dan memenangi Pilpres, kata Zuhro, akan menjadi kemenangan civil society. Karena pada dasarnya, masyarakat saat ini memang sedang ingin mencari pemimpin-pemimpin alternatif.
Sumber :
republika.co.id
Dia pun menyimpulkan duet Jokowi dan Hatta Rajasa akan lebih kuat dibandingkan Prabowo Subianto-Hatta. Jokowi-Megawati Soekarnoputri dan Jokowi-Aburizal Bakrie pun memiliki peluang untuk menang.
Adjie mengatakan, Pilpres 2014 merupakan momentum Jokowi jika ingin menjadi presiden. Jika Jokowi tidak mengambil kesempatan ini, posisi elektabilitas Jokowi tidak akan sekuat sekarang.
Sejak terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta, Adjie menerangkan, popularitas Jokowi makin melejit. Gaya kepemimpinan Jokowi yang apa adanya, terang-terangannya, langsung turun ke bawah, tidak birokratis, sederhana, adalah antitesis dari gaya kepemimpinan para pemimpin sebelumnya, termasuk mantan gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Masyarakat suka dengan gaya kepemimpinan Jokowi," ujar dia.
Jika capres lain mencoba melakukan upaya yang sama dengan Jokowi, ujar Adjie, hasilnya tidak akan efektif. Apalagi, jika capres tersebut selama ini dikenal sebagai tokoh yang tidak pernah turun ke bawah, jauh dari rakyat, dan birokratis.
Pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro mengatakan, Jokowi tidak memiliki keleluasaan untuk memilih karena terikat dengan PDI Perjuangan. PDI Perjuangan sudah menyerahkan keputusan pencalonan presiden kepada Megawati selaku ketua umum.
Megawati masih menjadi calon kuat sebagai capres dari PDI Perjuangan. Meski demikian, Jokowi bisa mendampingi Megawati. "Kalau animo masyarakat masih kuat seperti ditunjukkan hasil survei saat ini, maka kemenangan pasangan ini tak terelakkan," kata dia.
Zuhro menambahkan, pimpinan parpol sebaiknya tidak terlena dengan hasil survei yang menempatkan Jokowi di posisi puncak.
Sebab, kemampuan Jokowi memimpin belum teruji. Jokowi baru berhasil memimpin Kota Solo dan sedang menjalankan tugasnya sebagai gubernur DKI Jakarta. Selain itu, kata Zuhro, munculnya calon presiden dari kalangan nonpartai tidak bisa diabaikan.
Calon-calon presiden dari kalangan nonpartai itu, seperti mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. “Kemungkinan akan muncul lagi nama-nama lainnya.”
Jika nama-nama itu diakomodasi oleh parpol dan memenangi Pilpres, kata Zuhro, akan menjadi kemenangan civil society. Karena pada dasarnya, masyarakat saat ini memang sedang ingin mencari pemimpin-pemimpin alternatif.
Sumber :
republika.co.id
Jokowi Capres Tanda Elite Politik tak Percaya Diri
Elite partai politik tidak memiliki kepercayaan diri untuk maju dalam
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Mereka berusaha mengatrol
ketidakpercayaan dirinya dengan cara menyambangi Joko Widodo (Jokowi)
yang memiliki elektabilitas tinggi. “Mereka tidak percaya diri. Mereka
tidak berkualitas," kata guru besar ilmu politik Universitas Indonesia
Iberamsjah ketika dihubungi Republika, Senin (22/7/2013).
Iberamsyah mengatakan, kebanyakan elite politik mendatangi Jokowi karena terpengaruh dengan hasil survei yang menempatkan elektabilitas Jokowi di puncak teratas.
Iberamsjah mengatakan, fenomena para politikus mendekati Jokowi mencerminkan lemahnya mentalitas mereka. Ini menunjukkan para politikus itu tidak layak menjadi pemimpin karena tidak memiliki kinerja dan gagasan yang membuat rakyat percaya.
Jokowi menjadi magnet pada percaturan politik Indonesia setelah terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta. Jokowi selalu berada di posisi teratas dalam berbagai survei.
Karena itu, pimpinan-pimpinan parpol merespons hal ini dengan membuat kalkulasi politik soal untung dan rugi dalam melakukan pendekatan kepada Jokowi. Dua pimpinan parpol sudah melakukan pendekatan terhadap Jokowi.
Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa bertemu dengan Jokowi di kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Menteng, Jakarta Pusat, baru-baru ini. Pendiri Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto juga melakukan pendekatan serupa dengan Jokowi.
Jokowi mengatakan, dia juga sering bertemu melakukan komunikasi dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. “Di kawinan juga sering bertemu,” ujar dia. Namun, pertemuan itu hanya membahas masalah seputar DKI Jakarta dan pemerintahan.
Jokowi menyatakan, persoalan Pilpres 2014 bukanlah kewenangannya. “Saya sudah sering ngomong, itu urusanya ketua umum PDIP, Ibu Mega,” kata dia. Sesuai amanat Kongres PDI Perjuangan di Bali pada 2010 lalu, Megawati yang akan menentukan siapa yang akan diusung sebagai capres.
Megawati belum memutuskan apakah dia akan maju dalam pilpres mendatang atau mengusung calon lain. Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengatakan, pihaknya masih mencermati berbagai aspirasi masyarakat yang tecermin lewat survei.
Karena itu, PDI Perjuangan tidak khawatir dengan manuver-manuver politik yang dilakukan elite politik partai lain guna menggandeng Jokowi. Bagi PDI Perjuangan, manuver itu wajar mengingat survei elektabilitas Jokowi cukup tinggi.
Beberapa parpol yang sudah memutuskan calon presiden, yaitu PAN dengan mengusung Hatta Rajasa, Gerindra mengusung Prabowo, dan Golkar mengusung Aburizal. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Leo Nababan mengatakan, Golkar hanya tinggal menentukan pendamping Aburizal.
Golkar sudah menyerahkan sepenuhnya pemilihan pendamping itu kepada Aburizal. Aburizal akan mengumumkan siapa yang mendampinginya untuk bertarung dalam Pilpres 2014 ketika Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar. “Biasanya rapimnas dilakukan Oktober saat ulang tahun Golkar," ujar Leo.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Hanura Saleh Husin mengatakan, pihaknya tidak tertarik untuk menggandeng Jokowi dalam Pilpres 2014 meskipun Jokowi memiliki elektabilitas tinggi. "Pencalonan pasangan capres-cawapres Wiranto-Hary Tanoe sudah final, jadi tidak ingin mengubahnya," kata dia.
Partai Demokrat bakal menggelar konvensi untuk memilih calon presiden. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf mengatakan, partainya tidak gentar jika calon yang terpilih dalam konvensi harus bersaing dengan Jokowi. “Kami sudah makan garam dalam berbagai pemilu, jadi tidak khawatir dengan elektabilitas Jokowi," ujar dia
Sumber :
republika.co.id
Iberamsyah mengatakan, kebanyakan elite politik mendatangi Jokowi karena terpengaruh dengan hasil survei yang menempatkan elektabilitas Jokowi di puncak teratas.
Iberamsjah mengatakan, fenomena para politikus mendekati Jokowi mencerminkan lemahnya mentalitas mereka. Ini menunjukkan para politikus itu tidak layak menjadi pemimpin karena tidak memiliki kinerja dan gagasan yang membuat rakyat percaya.
Jokowi menjadi magnet pada percaturan politik Indonesia setelah terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta. Jokowi selalu berada di posisi teratas dalam berbagai survei.
Karena itu, pimpinan-pimpinan parpol merespons hal ini dengan membuat kalkulasi politik soal untung dan rugi dalam melakukan pendekatan kepada Jokowi. Dua pimpinan parpol sudah melakukan pendekatan terhadap Jokowi.
Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa bertemu dengan Jokowi di kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Menteng, Jakarta Pusat, baru-baru ini. Pendiri Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto juga melakukan pendekatan serupa dengan Jokowi.
Jokowi mengatakan, dia juga sering bertemu melakukan komunikasi dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. “Di kawinan juga sering bertemu,” ujar dia. Namun, pertemuan itu hanya membahas masalah seputar DKI Jakarta dan pemerintahan.
Jokowi menyatakan, persoalan Pilpres 2014 bukanlah kewenangannya. “Saya sudah sering ngomong, itu urusanya ketua umum PDIP, Ibu Mega,” kata dia. Sesuai amanat Kongres PDI Perjuangan di Bali pada 2010 lalu, Megawati yang akan menentukan siapa yang akan diusung sebagai capres.
Megawati belum memutuskan apakah dia akan maju dalam pilpres mendatang atau mengusung calon lain. Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengatakan, pihaknya masih mencermati berbagai aspirasi masyarakat yang tecermin lewat survei.
Karena itu, PDI Perjuangan tidak khawatir dengan manuver-manuver politik yang dilakukan elite politik partai lain guna menggandeng Jokowi. Bagi PDI Perjuangan, manuver itu wajar mengingat survei elektabilitas Jokowi cukup tinggi.
Beberapa parpol yang sudah memutuskan calon presiden, yaitu PAN dengan mengusung Hatta Rajasa, Gerindra mengusung Prabowo, dan Golkar mengusung Aburizal. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Leo Nababan mengatakan, Golkar hanya tinggal menentukan pendamping Aburizal.
Golkar sudah menyerahkan sepenuhnya pemilihan pendamping itu kepada Aburizal. Aburizal akan mengumumkan siapa yang mendampinginya untuk bertarung dalam Pilpres 2014 ketika Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar. “Biasanya rapimnas dilakukan Oktober saat ulang tahun Golkar," ujar Leo.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Hanura Saleh Husin mengatakan, pihaknya tidak tertarik untuk menggandeng Jokowi dalam Pilpres 2014 meskipun Jokowi memiliki elektabilitas tinggi. "Pencalonan pasangan capres-cawapres Wiranto-Hary Tanoe sudah final, jadi tidak ingin mengubahnya," kata dia.
Partai Demokrat bakal menggelar konvensi untuk memilih calon presiden. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf mengatakan, partainya tidak gentar jika calon yang terpilih dalam konvensi harus bersaing dengan Jokowi. “Kami sudah makan garam dalam berbagai pemilu, jadi tidak khawatir dengan elektabilitas Jokowi," ujar dia
Sumber :
republika.co.id
Langganan:
Postingan (Atom)