Mantan Panglima ABRI Wiranto buka-bukaan tentang surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang berisi rekomendasi pemecatan Prabowo Subianto. Wiranto ingin meluruskan semua isu seputar surat itu.
Wiranto tiba di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Jl HOS Cokroaminoto 55-57, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2014) pukul 13.30 WIB siang.
“Tentu saya melihat penjelasan-penjelasan tentang DKP banyak perbedaan. Saya paham ada kepentingan politik yang menyebabkan perbedaan tafsir dan pemberitaan yang salah sehingga membingungkan masyarakat. Maka saya perlu menjelaskan, menjawab pertanyaan masyarakat,” kata Wiranto membuka keterangannya, Kamis (19/6/2014).
Wiranto menegaskan penjelasan yang diberikannya bukan sebagai Ketum Hanura, tapi sebagai Panglima ABRI yang saat itu sekaligus Menteri Pertahanan. Wiranto juga menegaskan dirinya tak bermaksud mendiskreditkan pihak tertentu.
“Kapasitas saya sebagai muslim yang diwajibkan meluruskan sesuatu yang tidak benar,” ujarnya menambahkan.
Menurut Wiranto, aksi penculikan oleh oknum Kopassus Angkatan Darat dilakukan pada Desember 1997 hingga Maret 1998. Saat itu, Wiranto baru saja menggantikan Faisal Tandjung sebagai Panglima ABRI. Sekitar 7 Maret, kasus itu terbongkar. Wiranto mengklarifikasi pada Faisal Tandjung apakah memerintahkan penculikan, itu dibantah Faisal. Wiranto pun tak merasa memerintahkan penculikan pada Prabowo.
"Tidak ada kebijakan dari pimpinan TNI yang ekstrem waktu itu untuk memerintahkan penculikan. Dan pada saat saya dialog dengan Prabowo, pada saat saya tanyakan kenapa melakukan hal itu, maka saya yakin itu atas inisiatif sendiri, analisis keadaan saat itu, ini saya laporkan juga ke masyarakat. Hasil analisis pribadi, bukan perintah panglima, atau atasan beliau," tegas Wiranto dalam klarifikasinya di Jakarta, Kamis (19/6/2014).
Apa yang diinginkan Wiranto pada saat itu adalah menghadapi mahasiswa dan demonstran dengan cara dialogis dan komunikatif, bukan dengan tindakan represif.
Wiranto menilai istilah pemberhentian dengan hormat atau dipecat terhadap Prabowo Subianto dari ABRI tidak relevan untuk diperdebatkan. Menurut Wiranto, yang terpenting adalah substansi mengapa sampai Prabowo keluar dari militer.
"Diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat tidak lagi relevan diperdebatkan. Terpulang kepada masyarakat membuat istilah. Jangan terjebak istilah, tapi substansi," kata Wiranto.
Wiranto mengaku tidak ingin terjebak dengan perdebatan istilah. Ia lebih memilih berbicara di wilayah normatif atau sebab akibat. Seorang prajurit, kata dia, diberhentikan dengan hormat bila sudah habis masa dinasnya, cacat akibat operasi, sakit kronis, atau atas permintaan sendiri dan diizinkan oleh atasan. Di sisi lain, kata Wiranto, pemberhentian dengan tidak hormat ialah karena melanggar Sapta Marga, sumpah prajurit, etika, atau hukum.
"Prabowo sebagai Panglima Kostrad nyata-nyata oleh Dewan Kehormatan Perwira telah dibuktikan, beliau terbukti terlibat dalam kasus penculikan (aktivis 1998). Maka, tentu diberhentikannya dengan norma yang berlaku," kata Ketua Umum DPP Partai Hanura itu. [kompas]
Ayo Komnas HAM buka lagi masalah ini dan tuntaskan. Pak Wiranto dan Pak Luhut selama ini dlm posisi bertahan, yg ramai menanyakan kasus HAM itu justru LSM Kontras, mahasiswa dan LSM lainnya. Justru kubu Prabowo dg "songong" membalas bidikan ke arah mantan dan kawan atasannya. Skrg P Wiranto sdh menantang duel terbuka, ayo siapa yg mau maju ke meja hijau?
BalasHapus